CHAPTER |12|

189 40 3
                                    

Flawless - The Neighbourhood

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Flawless - The Neighbourhood

Sinar mentari mencuat berusaha mengintip dua makhluk yang sedang terlelap disana. Raegan terbangun lebih dulu, ia bergerak kesamping dan tak sengaja matanya memandang Anna yang masih terlelap dalam tidurnya.

Dalam diam, Raegan tetap memusatkan pandangan pada gadis itu. Tangannya tergerak ingin menyampirkan helai rambut yang menutupi wajah Anna. Namun, sebelum sempat dirinya menyentuh rambut itu, sang empu tiba-tiba membuka mata dan menatap bingung Raegan yang mematung dengan tangan yang menggantung di udara.

"Akh!" Anna mengadu sakit dan menggosok pelan dahinya yang perih akibat sentilan yang didaratkan oleh Raegan.

Gadis itu melotot tak terima dengan apa yang barusan Raegan lakukan padanya. Pria itu dengan tampang tak berdosa hanya memandang datar tanpa ekspresi.

"Bangunlah, buatkan aku sarapan." Ucapan pria itu menimbulkan kerutan pada kening Anna. Pasalnya selama dirinya berada di mansion ini, tak pernah sekalipun dia melihat Raegan menyentuh atau bahkan makan makanan dirumah kecuali saat terakhir kali dirinya memaksa pria tersebut.

"Kenapa diam saja? Cepatlah bergerak, aku sudah lapar." Anna hampir saja terjatuh saat Raegan menarik kuat selimut yang menutupinya. Gadis itu menggigit bibir menahan napas, matanya memejam mencoba meredakan emosi agar tak meluap dan merusak pagi yang cerah ini. Pria itu terlihat aneh sekali, Anna berusaha tak terbawa suasana apapun saat menghadapi Raegan. Raegan sangat sulit untuk ditebak, lebih baik ia mengikuti apa yang dikatakan pria itu daripada melawan dan berakhir sekarat nantinya.

"Baiklah." ucap Anna pada akhirnya. Ia lantas berdiri, tampak tangannya dengan lihai mencepol rambutnya menjadi bulatan sempurna dan menyisakan anak rambut yang menutupi sedikit lehernya. Raegan mengamati setiap gerak gadis itu.

Gadis itu risih dengan apa yang pria itu lakukan, sejak meninggalkan kamar, Raegan terus mengekorinya seperti anak ayam yang sedang mengikuti induknya. Dan sekarang, Anna merasa punggungnya akan bolong karena tatapan Raegan yang menatapnya lekat terus menerus dari tadi.

Karena sudah tak tahan, ia berbalik badan memicing melihat Raegan yang tetap menatapnya itu. Pria itu tampak duduk bersandar pada kursi dengan tangan terlipat didada.

"Sebenarnya kau kenapa sih?!"

"Memangnya aku kenapa?"

"Dari kemarin kau seperti memancing emosiku terus," ungkap Anna.

"Apa aku terlihat seperti kurang kerjaan untuk memancing emosimu itu? Bukankah aku hanya meminta kau untuk membuatkan sarapan? Lantas kenapa kau marah marah seperti ini?" jawab Raegan santai.

Anna menghembuskan napas kasar. Ia mengambil lauk yang sudah di masaknya dan menyiapkan diatas meja.

"Makanlah, aku membuatkanmu sup ayam, agar lukamu itu segera sembuh."

Sekalian otakmu juga. Batin Anna.

Raegan hanya berdehem merespon ucapan Anna, dan beralih menikmati makanan didepannya ini.

"Bukankah kau bilang kalau kau tak makan masakan rumah?"

Raegan tak menjawab ia sibuk mengunyah makanan di mulutnya. "Setelah ini, bersiaplah aku akan membawamu ke suatu tempat."

"Ke mana?"

"Kau akan tahu nanti."

Didalam mobil, Raegan hanya diam memandang mobil yang lewat melintas dari arah yang berbeda. Pikirannya melayang mengingat kejadian kemarin. Sesaat sebelum ia tak sadarkan diri, ia sempat mendengar kalimat yang diucapkan Anna. Kalimat itu membuatnya kembali mengingat kejadian di gymnasium beberapa tahun silam, tempat dimana dia juga tak sadarkan diri akibat kekerasan yang dia alami.

Ia menoleh menatap gadis itu, batinnya bertanya-tanya, apa benar gadis itu yang membunuh Raja? Entah mengapa Raegan tiba-tiba ragu atas apa yang sudah dilakukannya ini. Mungkinkah dia menargetkan orang yang salah? Tapi, semua petunjuk mengarah pada gadis itu, bahkan dia juga merupakan korban dari gadis itu sendiri. Namun, sejak mereka tinggal bersama, Anna sama sekali tidak bertindak seperti saat disekolah dulu. Malah gadis itu hanya bertindak menuruti perintahnya.

"Tempat apa ini, Raegan? Kenapa kau membawaku ke rumah sakit jiwa?" Suara Anna membuyarkan lamunan Raegan. Mobil itu berhenti tepat didepan sebuah bangunan besar yang terlihat sedikit suram karena termakan waktu.

Pertanyaan Anna tadi tak langsung dijawab oleh Raegan, pria itu bergerak keluar dari mobil diikuti dengan Anna yang mengikuti pria itu dari belakang.

"Saya ingin menemui salah satu pasien disini." Dari kejauhan, samar-samar Anna mendengarkan percakapan Raegan dengan perawat itu.

"Pasien yang bernama Regina." Gadis itu menegang, nama yang disebutkan Raegan tadi membuatnya terpaku membisu. Sedetik kemudian ia berlari mencengkram sisi baju Raegan.

"Siapa tadi? Kau ingin menemui siapa?! JAWAB RAEGAN!!" Anna tak dapat mengontrol dirinya lagi. Pikirannya kosong sehingga tanpa sadar ia membentak pria itu.

"Regina. Kita akan menemui ibumu."

Seketika tubuh Anna lemas, kakinya sudah tak kuat menopang tubuh ringkih itu. Jika saja Raegan tidak menopang pinggangnya sudah pasti ia akan jatuh.

Air mata Anna meleleh membasahi pipinya, ia tak percaya bahwa ibunya masih hidup. Kembali ia mencengkram baju Raegan tanpa sadar. Anna menutup mulut tak percaya, ia berusaha meredam tangisannya agar tak pecah.

"Tenangkan dirimu terlebih dahulu. Apa kau akan menemui ibumu dengan tampilan seperti ini?" Ucapan Raegan sontak membuat gadis itu dengan cepat menggeleng kuat. Ia lantas menyapu kasar air matanya yang membuat pipi gadis itu memerah akibat perbuatannya sendiri.

"Cepat, antarkan aku pada ibuku sekarang! Kumohon Raegan." Anna menangkupkan tangan, tatapan memohon ditunjukkannya pada Raegan, pria itu diam melihat bagaimana wajah frustasi dari gadis itu.

Raegan mengeratkan tangannya yang masih berada pada pinggang Anna. "Kuasai dirimu saat berada disana, jangan biarkan ibumu melihat dirimu bersedih seperti itu. Kau akan memperburuk kondisinya nanti." Anna mengangguk mendengar Raegan yang seperti sedang menasehatinya.

Mereka berjalan menelusuri lorong bangunan itu, terdengar jeritan, tangisan, juga tawa menyeramkan dari setiap pintu yang mereka lewati hingga pada pintu terakhir lorong itu mereka berhenti melangkah.

Perlahan pintu itu dibuka, Anna menahan napas melihat sosok didepannya.

"Ibu.."

TBC

Ada yang tahu kalimat apa yang diingat sama Raegan? Alasan kenapa sikapnya tiba-tiba berubah sampe meragukan kalo Anna yang membunuh Raja atau bukan?

Ada yang penasaran?

Don't forget to vote and comment guys... See u in the next chap by sann 🩷

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

OVER THE LOVE : The Tension || JAEROSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang