Tandai Typo! Tolong kasih tanda kalau ada kesalahan penulisan, ya.
¯ Klandestin ¯
2 Tahun yang laluGadis berusia 14 tahun itu berdiri di depan jendela dengan perasaan tak karuan. Satu sisi ia bahagia ketika sang ayah berkata bahwa beliau akan pulang hari ini. Namun di satu sisi ia begitu khawatir melihat cuaca yang mulai memburuk. Angin terlihat berhembus kencang dan suhu yang terasa begitu dingin serta rintik putih mulai menyelimuti bumi.
Derap langkah di belakangnya membuat gadis itu berbalik, mendapati sang Ibu yang berjalan ke arahnya dituntun sang Kakak.
"Kenapa keluar? Ibu kan masih perlu istirahat." Gadis itu bertanya khawatir menggunakan bahasa isyarat.
Sang Ibu menggeleng sembari tersenyum mencoba menenangkan. Tak ada interaksi lagi. Ketiganya memandang suasana di luar sana dengan perasaan sama kacaunya, memikirkan satu orang yang sama, serta dengan harapan yang sama.
Hingga 20 menit berlalu, dering ponsel mengejutkan mereka-kecuali sang Ibu yang sedang tak menggunakan alat bantu dengarnya. Si sulung bergerak cepat menuju sumber suara, membuat sang Ibu ikut menoleh dengan cemas. Mata mereka menatap penuh harap kepada sulung yang telihat kaku sejak menerima panggilan.
"Kak?" Panggil Bungsu dengan cemas. Kepalanya menggeleng, berharap apa yang ada di kepalanya salah. Namun kalimat selanjutnya membuat dirinya lemas bukan main. Tubuhnya meluruh di lantai dingin.
"Ayah kecelakaan,"
;
Tangisan memilukan terdengar jelas di ruangan dingin itu. Tak pernah ia duga jika sang ayah meninggalkan mereka secepat ini. Padahal semalam mereka masih bisa bercanda tawa lewat ponsel sang kakak.
"Ayah janji kita akan kumpul bersama suatu hari nanti. Ayah pastiin kita bakal full team lagi, hehe."
Benar.
Anggota keluarga mereka lengkap saat ini.
Benar jika mereka berkumpul bersama.
Tapi bukan suasana seperti ini yang ia harapkan. Bukan dengan tubuh kaku sang ayah serta air mata yang tak henti mengalir dari kedua mata mereka. Bukan dengan perasaan hancur melihat betapa parah kondisi sang ayah.
Kakinya melangkah mendekat, menggenggam tangan dingin yang dulunya selalu menggenggam tangannya dengan hangat.
"Ayah..." Kepalanya tertunduk, "Ayah bahkan belum liat piala yang Rami dapat, Yah..."
Padahal ia ingin memamerkan kemenangan yang ia raih minggu lalu. Ia ingin menceritakan betapa keren dirinya saat menjatuhkan lawannya saat itu.
Kepalanya terangkat kembali begitu merasakan kehadiran orang lain di dekat mereka. Satu orang dengan jas hitam membungkuk di hadapan mereka.
"Selamat Sore. Sebelumnya kami turut berduka atas apa yang menimpa Tuan Shin. Untuk itu, apakah saya bisa berbicara sebentar dengan Nyonya Shin?"
Rami dan Ryujin menatap sang Ibu, namun tampaknya wanita yang melahirkannya itu sedang tidak bisa diajak bicara sekarang. Maka Ryujin mengajukan dirinya yang untungnya disetujui oleh pria itu.
Rami menatap kepergian keduanya. Hingga netranya tak sengaja menangkap dua jasad dengan keterangan meninggal, lalu melihat keterangan milik sang Ayah. Ia terdiam, waktu kematian ketiganya berdekatan. Dokter bilang, ayahnya terlibat kecelakaan parah hingga menyebabkan sang ayah mengalami pendarahan hebat. Apakah mereka pelakunya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Klandestin | Asa X Rora
FanfictionKlandestin. (adj) Veiled in secrecy; Hidden beneath the surface. ⚠ This story contains gxg, if you're uncomfortable, please stay away. Start: 27 September 2024 End: - ©Aiileeee, 2024