03. Hot Mint Chocolate

324 62 18
                                    







¯ Klandestin ¯








"P,"

Sudah tidak heran lagi.

Rora mengabaikan Canny yang kini berguling-guling di kasurnya. Mereka baru saja melakukan kegiatan produktif, yaitu mengerjakan tugas.

Canny mendengus karena Rora tidak menanggapinya. Temannya itu masih betah scroll sambil rebahan.

"Oi, P!" Canny melempar Rora dengan bantal agar Rora meresponnya.

Rora mendelik, seakan berkata 'Apasih?'

Canny menyengir, "P for Panas banget ini masbro." Keluh Canny sambil mengipas wajahnya menggunakan tangan.

Pandangan Rora beralih ke kipas angin yang ada di belakang Canny. Ia menunjuk kipas itu lalu menggerakkan tangannya, "Padahal kipasnya ngarah ke lo doang dari tadi. Tuan rumahnya dapat bau keringat lo doang ini."

Sedangkan yang dibicarakan kembali menyengir dan menunjukkan dua jarinya.

"Ah, lo mah." Canny mendekati Rora lalu merangkul, "Maksudnya tuh, keluar ayo. Beli es atau apa gitu biar seger."

Rora tidak berbohong, sinar matahari siang itu terlihat sangat terang. Ia menduga di luar pasti terasa menyengat, karena di dalam kamar saja begitu.

Tapi Canny malah menarik tangan Rora, "Ya makanya kita keluar. Mumpung panas, kita butuh yang dingin-dingin. Tau sendiri kan cuaca ga tentu sekarang. Siang panas, sore dikit gelap dan byurr hujan." Ucap Canny sambil mengangkat tangan dramatis.

Alhasil sekarang Rora pasrah diseret Canny menuju kedai yang kini digandrungi remaja di kota mereka. Dain tak henti menggoyangkan tangan Canny karena bosan menunggu antrean yang sangat panjang. Ia berulang kali membujuk sahabatnya agar mencari tempat lain saja. Namun Canny terus membujuk Rora agar bersabar dan mereka bisa menikmati menu di kedai yang katanya sangat menggugah selera ini.

Hingga akhirnya giliran mereka.

Rora dan Canny terdiam kaku menatap seseorang yang kini tengah berbincang dengan penjaga kasir di depan mereka.

Itu Asa.

Iya, Yoon Asa si murid baru di kelas mereka.

Ternyata dunia ini memang sempit, ya.

Tubuh mereka semakin kaku melihat Asa membungkukkan badannya sedikit kepada mereka sembari tersenyum sebelum akhirnya berlalu.

"Selamat Datang." Suara di depan menyadarkan dua orang di depannya. "Pesan apa, kak?"

Canny berdehem menetralkan tenggorokannya yang sempat kering. Asa sendiri tadi terlihat biasa saja. Lantas kenapa ia harus gugup?

"Ada rekomendasi, kak?"

Sembari keduanya berbincang, Rora masih diam mengikuti pergerakan Asa.

Asa saat ini terlihat berbeda dari yang ditemuinya di sekolah. Tidak ada Asa yang kasar dan selalu menatap orang-orang dengan tajam. Gadis itu selalu menarik perhatiannya, bahkan saat Asa hanya bernapas sekalipun.

Klandestin | Asa X RoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang