---
Di Rumah Keluarga Jayawardana
Pagi itu, suasana rumah terasa berbeda. Meski duka atas kepergian Freano masih menyelimuti, keluarga Jayawardana berusaha menjalani hari-hari mereka dengan lebih baik. Ibu Chika duduk di ruang keluarga, membaca buku sambil menemani Christy yang sedang menggambar.
"Christy, gambar apa hari ini?" tanya Ibu Chika lembut.
"Aku gambar kita semua," jawab Christy sambil menunjukkan sketsa sederhana keluarga mereka. Ada Alzee, Freano, dirinya sendiri, dan kedua orang tuanya. Di bagian atas gambar, ia menambahkan awan dengan tulisan kecil: Kak Freano, kami sayang kamu.
Ibu Chika tersenyum haru. "Bagus sekali gambarnya. Kakak Freano pasti suka kalau lihat ini."
Christy menoleh ke arah ibunya. "Mama, Kak Freano masih marah sama kita nggak ya?"
Ibu Chika memeluk Christy erat. "Enggak, sayang. Kakak Freano tahu kita semua sayang sama dia. Sekarang kita harus tunjukkan itu dengan terus menjalani hidup kita dengan baik."
---
Di Garasi: Alzee dan Motor Freano
Di garasi, Alzee duduk di samping motor Freano, yang kini menjadi miliknya. Ia membersihkan motor itu dengan hati-hati, seolah-olah setiap sentuhan adalah cara untuk mendekatkan dirinya pada mendiang adiknya.
Saat membersihkan, ia menemukan sebuah gantungan kunci kecil yang tergantung di motor. Gantungan itu berbentuk roda kecil dengan tulisan "Never Give Up."
Alzee tersenyum tipis. "Fre, lo emang selalu punya cara buat nyemangatin orang, ya."
Ia teringat kembali saat-saat mereka berdua berbicara di garasi. Freano selalu penuh semangat setiap kali membahas motor balap dan mimpi-mimpinya.
"Gue janji, Fre," gumamnya. "Gue bakal terus jalan, buat lo. Gue bakal buktiin kalau gue bisa jadi kakak yang lo banggakan."
---
Di Kampus: Pertemuan Alzee dan Marsya
Hari itu, Alzee memutuskan untuk kembali ke kampus, meskipun hatinya masih berat. Ia memasuki area kampus dengan langkah ragu, tapi suara seseorang memanggilnya dari kejauhan.
"Alzee!"
Alzee menoleh dan melihat Marsya, salah satu teman yang dulu dekat dengannya, berlari mendekat. Wajahnya penuh kelegaan.
"Gue kira lo nggak bakal balik lagi," katanya dengan napas sedikit terengah.
Alzee tersenyum kecil. "Gue cuma butuh waktu. Tapi sekarang gue balik."
Marsya menatapnya dengan penuh perhatian. "Gue dengar soal Freano. Gue ikut sedih, Zee. Kalau ada yang bisa gue bantu, lo bilang aja, ya."
"Thanks, Marsya," balas Alzee. "Gue cuma pengen semuanya normal lagi. Fre... dia pasti pengen gue jalan terus."
Marsya mengangguk. "Dia pasti bangga sama lo. Tapi jangan lupa, lo nggak harus jalanin semuanya sendirian. Kita semua di sini buat lo."
Alzee merasakan sesuatu yang hangat di dadanya. Meski ia masih diliputi rasa kehilangan, kehadiran teman-temannya membuat ia merasa sedikit lebih ringan.
---
Di Basecamp Teman-Teman Freano
Sore itu, Aldo, Daniel, Olla, dan Rasya kembali berkumpul di tempat biasa mereka nongkrong. Kali ini, Alzee memutuskan untuk ikut bergabung.
"Zee, akhirnya lo nongol juga!" seru Aldo sambil menepuk pundak Alzee.
Alzee tertawa kecil. "Ya, gue pikir udah waktunya balik ke sini."
Daniel memandang Alzee dengan senyum hangat. "Fre pasti seneng lihat lo mulai bangkit."
"Gue nggak bakal bisa bangkit kalau bukan karena lo semua," jawab Alzee jujur. "Fre punya teman-teman yang luar biasa. Gue cuma bisa bilang makasih buat semuanya."
Olla, yang biasanya lebih pendiam, menambahkan, "Freano mungkin nggak ada lagi, tapi dia ninggalin banyak kenangan buat kita semua. Kita nggak akan pernah lupa."
Percakapan itu berlanjut dengan penuh tawa dan cerita tentang Freano. Meski rasa kehilangan masih ada, mereka semua merasa bahwa semangat Freano tetap hidup di tengah-tengah mereka.
---
Di Taman Belakang Rumah
Malam harinya, Christy duduk di taman belakang bersama Ayah Aransyah. Mereka memandang bintang-bintang yang berkelap-kelip di langit malam.
"Papa," Christy memulai dengan suara lembut, "Kak Freano ada di sana, kan?"
Ayah Aransyah mengusap kepala putrinya. "Iya, Christy. Kak Freano sekarang ada di tempat yang indah. Dia pasti sedang tersenyum melihat kita."
Christy tersenyum kecil. "Aku pengen jadi orang baik, biar Kak Freano bangga sama aku."
Ayah Aransyah tersentuh dengan kata-kata anak bungsunya. "Itu cita-cita yang bagus, Christy. Papa yakin Kak Freano akan sangat bangga."
Mereka duduk bersama dalam keheningan, menikmati keindahan malam sambil mengenang Freano.
---
upaya keluarga dan teman-teman Freano untuk melangkah maju sambil membawa kenangan indah tentangnya. Meskipun duka itu masih ada, mereka belajar untuk menghargai hidup dan menjadi pribadi yang lebih baik demi menghormati mendiang Freano.
****
Next chapter selanjutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
PENYESALAN
AdventureFreano berjalan ke kamarnya, membanting pintu.di dalam, ia Dudu dilantai, memeluk lututnya. ia tahu apa yang dibilang kakaknya benar, tetapi ia terlalu lelah untuk mencoba lagi. Freano yang semakin terjebak dalam perasaan frustasi dan kekosongan, se...