---
Di Rumah Keluarga Jayawardana
Pagi itu, suasana rumah kembali sibuk seperti biasa. Christy sibuk menyiapkan tas sekolahnya di meja makan, sementara Ibu Chika mondar-mandir di dapur. Ayah Aransyah duduk di sofa, membaca koran dengan wajah serius. Alzee datang dari lantai atas, berpakaian rapi untuk pergi ke kampus.
"Zee, Mama udah siapin bekal buat kamu," kata Ibu Chika sambil menaruh kotak makan di atas meja.
"Terima kasih, Ma." Alzee mengambil bekal itu dengan senyum kecil. Meskipun rasa canggung masih terasa antara mereka, ada usaha nyata untuk memperbaiki hubungan.
Saat itu, Christy mendongak dari bukunya. "Kak Alzee, nanti sore kita bisa main bareng nggak?"
Alzee mengacak rambut adiknya dengan lembut. "Bisa, dong. Kamu mau ke taman, ya?"
Christy mengangguk antusias. "Iya! Aku mau kasih makan burung di sana."
"Janji, Kakak bakal nemanin kamu," jawab Alzee sambil tersenyum.
Ibu Chika memperhatikan mereka dengan pandangan hangat, merasa sedikit lega melihat hubungan antara kedua anaknya mulai membaik.
---
Di Kampus: Pertemuan Tak Terduga
Ketika Alzee berjalan menuju kelas, langkahnya terhenti saat melihat sosok yang tidak asing baginya. Marsya berdiri di dekat taman kampus, berbicara dengan seseorang yang ternyata adalah Fiony, salah satu teman lama Freano.
"Marsya? Fiony?" panggil Alzee dengan nada heran.
Keduanya menoleh, dan Marsya tersenyum lebar. "Eh, Zee! Sini, gabung."
Alzee berjalan mendekat. Fiony tampak sedikit ragu, tapi akhirnya tersenyum kecil. "Hai, Kak Alzee."
"Hai, Fiony," balas Alzee. "Udah lama nggak ketemu. Apa kabar?"
Fiony mengangguk pelan. "Baik, Kak. Gue sering dengar cerita tentang lo dari Freano dulu."
Nama Freano membuat suasana mendadak berubah. Ada keheningan singkat sebelum Marsya mencoba mencairkan suasana. "Kita lagi bahas acara komunitas seni di kampus. Fiony sekarang aktif di situ."
"Komunitas seni?" Alzee mengangkat alis. "Freano juga suka seni, kan? Dia sering bikin sketsa."
"Iya, Kak." Fiony mengeluarkan sebuah buku kecil dari tasnya. "Ini buku sketsa yang pernah Fre kasih ke gue. Dia bilang gue harus terus belajar dari gambar-gambar dia."
Alzee memandang buku itu dengan mata berkaca-kaca. "Fre selalu dukung orang-orang di sekitarnya. Gue senang dia sempat kasih lo sesuatu yang berarti."
Fiony tersenyum. "Freano selalu bilang kalau hidup itu harus diisi dengan hal-hal yang kita cintai. Dia inspirasinya gue, Kak."
Percakapan itu membuat Alzee merasa bahwa Freano meninggalkan lebih banyak jejak daripada yang ia sadari.
---
Di Taman: Janji yang Tak Terlupakan
Sore harinya, Alzee menepati janjinya untuk mengantar Christy ke taman. Mereka membawa sekarung kecil biji jagung untuk memberi makan burung.
"Kak Alzee, kamu tahu nggak? Kak Freano dulu sering ngajak aku ke sini," kata Christy sambil melemparkan biji jagung ke tanah.
"Iya, Kakak tahu," jawab Alzee. "Freano memang suka tempat ini. Dia bilang taman ini bikin dia merasa bebas."
Christy memandang burung-burung yang berkumpul di depannya. "Aku mau jadi seperti burung-burung ini. Mereka bebas terbang ke mana pun."
"Dan kamu bisa, Christy," kata Alzee sambil berjongkok di samping adiknya. "Freano pasti juga mau kamu bebas meraih apa pun yang kamu inginkan."
Christy tersenyum lebar. "Kalau begitu, aku janji nggak akan bikin Kak Freano kecewa."
Alzee menepuk bahu Christy dengan lembut. "Kita semua janji itu, Christy."
---
Di Rumah Aldo: Rencana Besar
Di tempat lain, Aldo, Daniel, Olla, dan Rasya sedang berkumpul di rumah Aldo untuk membahas sesuatu yang penting.
"Kita harus bikin acara buat kenang Freano," kata Aldo dengan tegas. "Gue nggak mau dia dilupakan gitu aja."
Olla mengangguk setuju. "Tapi acaranya kayak gimana? Kita nggak bisa cuma kumpul doang."
Daniel mengangkat tangan, seolah mendapat ide. "Gimana kalau kita bikin acara balapan kecil-kecilan? Fre suka banget motor, kan?"
Rasya menggeleng. "Fre suka balap, tapi gue rasa dia bakal lebih senang kalau kita bikin sesuatu yang lebih berdampak."
"Kayak apa?" tanya Aldo.
"Kompetisi seni," jawab Rasya. "Kita gabungin semua hal yang dia suka. Seni, motor, dan semangat untuk nggak pernah menyerah."
Semua orang mengangguk setuju. Aldo tersenyum lebar. "Oke, gue setuju. Ini bukan cuma buat Fre, tapi juga buat semua orang yang pernah terinspirasi sama dia."
---
bagaimana keluarga dan teman-teman Freano mulai membuka lembaran baru dalam hidup mereka. Mereka tidak hanya mencoba menerima kehilangan, tetapi juga berusaha menghormati ingatan Freano dengan cara yang bermakna. Dalam perjalanan mereka, jejak Freano terus hidup, menjadi pemandu bagi setiap langkah mereka.
****
Next chapter selanjutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
PENYESALAN
AventurăFreano berjalan ke kamarnya, membanting pintu.di dalam, ia Dudu dilantai, memeluk lututnya. ia tahu apa yang dibilang kakaknya benar, tetapi ia terlalu lelah untuk mencoba lagi. Freano yang semakin terjebak dalam perasaan frustasi dan kekosongan, se...