---
Di Rumah Keluarga Jayawardana
Pagi itu, suasana rumah Jayawardana terasa berbeda. Ibu Chika sedang menyiapkan sarapan dengan lebih tenang, sementara Ayah Aransyah sibuk berbicara di telepon dengan klien. Di meja makan, Alzee dan Christy menikmati roti panggang sambil membahas kegiatan mereka hari itu.
"Kak Alzee, nanti sore bisa jemput aku nggak?" tanya Christy sambil menyeruput susu hangatnya.
"Bisa dong," jawab Alzee. "Emangnya ada acara apa di sekolah?"
"Guru mau kasih pengumuman tentang lomba seni. Aku mau ikut buat bikin lukisan tentang keluarga kita," kata Christy, wajahnya penuh antusias.
Ibu Chika yang mendengar itu tersenyum dari dapur. "Kalau kamu menang, Mama akan kasih hadiah spesial."
Christy menoleh cepat. "Benar, Ma? Hadiahnya apa?"
"Mama belum kasih tahu. Tapi kamu pasti suka," jawab Ibu Chika sambil tersenyum lebar.
Ayah Aransyah akhirnya meletakkan teleponnya dan duduk bersama mereka. "Kalau kamu ikut lomba itu, pastikan kamu lukis sesuatu yang berarti, ya. Sesuatu yang bisa bikin orang lain ngerti apa yang kamu rasain."
Christy mengangguk dengan serius. "Pasti, Pa. Aku mau bikin lukisan tentang Kak Freano."
Seisi meja makan terdiam sejenak. Namun kali ini, keheningan itu tidak menyakitkan-melainkan penuh dengan rasa bangga.
---
Di Kampus: Pertemuan Tak Terduga
Setelah mengantar Christy ke sekolah, Alzee pergi ke kampus seperti biasa. Di sana, ia bertemu Marsya yang sedang berdiri di depan ruang seni, memandangi sebuah lukisan yang baru dipajang.
"Eh, lo udah lama di sini?" tanya Alzee sambil mendekat.
Marsya menoleh. "Baru aja. Nih, liat. Gue nemu karya salah satu peserta kompetisi yang terinspirasi dari Freano."
Alzee memandangi lukisan itu. Di kanvas tersebut tergambar seorang pemuda dengan senyuman lebar, mengendarai motor di tengah jalan yang penuh warna. Di belakangnya, ada bayangan sayap yang samar.
"Bagus banget," gumam Alzee. "Lo tau siapa yang bikin ini?"
Marsya menggeleng. "Nggak tau. Tapi gue rasa, siapapun yang bikin ini, dia ngerti banget siapa Freano."
Alzee hanya terdiam, membiarkan pikirannya melayang ke kenangan tentang adiknya.
---
Di Rumah Aldo: Ide Baru
Sore harinya, Alzee berkumpul dengan Aldo, Olla, dan Rasya di rumah Aldo. Mereka membahas rencana untuk proyek baru yang terinspirasi dari acara kenangan Freano sebelumnya.
"Kita bikin apa lagi, nih?" tanya Olla sambil menggambar coretan kasar di sebuah kertas.
"Gue kepikiran bikin kegiatan rutin buat anak-anak muda yang suka seni dan motor, kayak Freano," usul Aldo.
"Lo yakin bisa ngejalanin itu?" tanya Rasya skeptis.
Aldo tersenyum lebar. "Kenapa nggak? Freano pasti suka ide ini. Gue pengen bikin komunitas yang bisa jadi tempat orang-orang belajar saling dukung, kayak yang dia lakuin dulu."
Alzee mengangguk pelan. "Gue setuju. Kita nggak cuma bikin acara kenangan lagi, tapi sesuatu yang bisa terus jalan. Gue bakal bantu."
Semua orang setuju dengan semangat baru. Freano mungkin telah tiada, tapi mereka percaya bahwa semangatnya bisa terus hidup melalui mereka.
---
Di Sekolah Christy: Inspirasi Baru
Sementara itu, di sekolah, Christy sudah mulai bekerja keras untuk proyek lukisannya. Ia memilih tema tentang keluarga, dengan fokus utama pada sosok Freano.
"Kak Freano selalu bilang kalau seni itu bukan cuma gambar atau warna. Seni itu apa yang kamu rasain di hati," gumamnya sambil melukis di kanvas kecil.
Guru seni yang memperhatikan dari jauh tersenyum. "Christy, lukisanmu pasti akan sangat bermakna. Kakakmu pasti bangga."
Christy menoleh dan tersenyum kecil. "Aku harap begitu, Bu."
---
Malam di Rumah: Merenungi Masa Lalu
Malam itu, setelah semua selesai dengan aktivitasnya, keluarga Jayawardana berkumpul di ruang tengah. Christy menunjukkan sketsa awal lukisannya pada semua orang.
"Bagus banget," puji Ibu Chika. "Kamu bikin ini sendiri?"
"Iya, Ma. Aku ambil inspirasi dari foto Kak Freano waktu kita ke pantai dulu," jawab Christy.
Ayah Aransyah mengambil sketsa itu dan memandangi dengan seksama. "Freano kelihatan bahagia di sini. Kamu berhasil menangkap senyumnya."
"Karena dia memang selalu senyum, Pa," jawab Christy pelan.
Semua orang terdiam lagi, tapi kali ini keheningan itu membawa kedamaian.
Setelah Christy pergi tidur, Alzee duduk bersama kedua orang tuanya di ruang tengah.
"Ma, Pa," kata Alzee pelan. "zee cuma mau bilang, zee senang kita mulai jadi keluarga lagi. Freano pasti juga senang ngeliat kita sekarang."
Ibu Chika mengusap air mata yang mulai mengalir. "Mama juga senang, Nak. Mama harap kita nggak akan pernah berhenti mencoba jadi lebih baik."
Ayah Aransyah menepuk pundak Alzee. "Kamu dan Christy adalah alasan kami tetap berusaha."
Malam itu, keluarga Jayawardana akhirnya merasa ada harapan baru yang mulai tumbuh di tengah luka mereka.
---
kenangan tentang Freano tidak hanya menjadi duka, tapi juga menjadi inspirasi. Keluarga dan teman-temannya mulai memahami bahwa kehilangan bukan akhir, melainkan awal untuk menemukan makna baru dalam hidup mereka. Freano tetap hidup dalam hati mereka, seperti bayangan yang tak pernah hilang.
****
Next chapter selanjutnya
KAMU SEDANG MEMBACA
PENYESALAN
MaceraFreano berjalan ke kamarnya, membanting pintu.di dalam, ia Dudu dilantai, memeluk lututnya. ia tahu apa yang dibilang kakaknya benar, tetapi ia terlalu lelah untuk mencoba lagi. Freano yang semakin terjebak dalam perasaan frustasi dan kekosongan, se...