Part 18

450 14 0
                                    

Berkali-kali lelaki tampan ini memiscall seseorang, dan hasilnya sama saja. Orang yang dipanggilnya itu tidak mengangkat panggilannya. Lama-kelamaan, ia jadi frustrasi. Sivia kenapa? Kenapa pacarnya itu nggak mau angkat telponnya?

Alvin teringat dengan Gabriel. Jangan-jangan cowok itu! Entah firasatnya mengatakan bahwa Sivia sekarang bersama Gabriel. Alvin tau, pacarnya itu nggak bisa lepas dari Gabriel. Selalu saja Gabriel dinomor satukan. Tetapi sekarang tidak.

Sivia harus jauh dari Gabriel. Sivia adalah miliknya dan tak ada satupun cowok yang berhak menyentuhnya. Terdengar egois memang. Tapi itulah kenyataannya.

Iseng aja Alvin mengambil kunci mobil kakaknya. Mumpung sang kakak lagi nggak ada di rumah dan tentu saja perginya bawa motor, Alvin mempergunakan kesempatan ini sebaik-baiknya. Ia sih bisa aja nyetir. Masalahnya, sang kakak ngelarang keras meminjam mobilnya buat Alvin. Katanya takut lecet atau rusak. Halah! Segitunya sama saudara sendiri.

Mobil honda jazz itu pun meninggalkan rumah besar dan pergi ke suatu tempat. Suatu tempat yang walau tidak ia ketahui keberadaannya.

***

Apa gue nggak salah lihat?

Seorang gadis yang sekarang ini ia perhatikan sedang membeli roti bakar tak jauh dari tempatnya. Yang ia anehkan, mengapa gadis itu sendiri? Kemana kekasih dari gadis itu? Apa ia salah lihat?

Tapi eh, kok gadis itu kebingungan ya? Rio baru menyadari ternyata gadis itu kebingungan karena tidak membawa uang. Coba perhatikan! Gadis itu mencari-cari uang di dalam tasnya maupun roknya. Tetapi tidak ada serupiah pun uang yang ia dapatkan.

Secepat mungkin Rio menemui gadis itu.

***

Dugaannya benar! Alvin melihat semuanya. Ya! Ia melihat semua itu. Tempat yang ia datangi sangat tepat. Bisa ia lihat dengan kedua matanya sendiri bahwa sang kekasih sedang bermesraan dengan orang lain yang adalah Gabriel.

Ingin sekali Alvin menghajar Gabriel. Tapi, ia berusaha mencoba untuk tenang. Dengan sangat-sangat berat dan terpaksa ia menyaksikan kemesraan antara Sivia dengan Gabriel. Apalagi dengan genggaman tangan itu yang membuatnya ingin meledakkan api di kepalanya(?).

"Gue tau lo nggak bisa mencintai gue. Gue tau.."

Alvin memutuskan untuk kembali saja. Tak ada gunanya ia berada di tempat ini. Tapi.. Belum sempat ia membalikkan badan..

***

"Fy, kamu mau kemana?" Tanya Cakka melihat Ify yang sepertinya ingin kabur darinya.

"Ng.. Aku kesana dulu ya. Ng.. Kamu balik aja. Ntar aku pulang bareng teman." Jawab Ify.

Sudah berjam-jam Ify bersama Cakka. Ia merasa bosan sekaligus merasa seperti di penjara dalam kurungan Cakka. Entah mengapa ia ingin sekali berdiam diri di taman yang sedikit angker itu.

"Heh! Ini udah malam sayang. Ntar kalo kamu kenapa-napa gimana?" Tanya Cakka.

"Aku baik-baik aja, Kka." Kata Ify meyakinkan.

Cakka mengerutkan dahinya, seperti berpikir sesuatu. Lalu ia tersenyum. "Ya udah. Ntar telpon aku kalo kamu butuh aku." Ucapnya.

Ify tersenyum senang. "Thanks, Kka! Aku pergi dulu."

Sesuai dengan tujuannya. Ify pergi menuju taman yang sedikit angker itu. Cakka tau kemana tujuan Ify pergi. Tetapi ia tenang-tenang saja dan sama sekali nggak khawatir.

Sementara Ify, ia sedikit merasa bebas. Ia heran juga mengapa Cakka mengizinkannya pergi. Apa Cakka nggak khawatir? Atau mungkin Cakka sedang dalam rencananya? Nggak taulah. Yang penting ia bebas dan sekarang... Hmmm.. Kemana ya? Tempat ini lumayan ramai. Taman yang tadi ingin ia datangi tak diliriknya lagi. Sudah tau angker kok masih mau didatangi sih?

We Love You SiviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang