Part 6

582 28 0
                                    

Sore-sore gini enaknya buat jalan-jalan. Apalagi kalo nggak ada kuliah sore sama tugas yang harus diselesaikan besok. Cakka harus menahan rasa kesalnya karena ia nggak bisa ikut jalan-jalan ke gramedia bersama Rio dan Agni.

"Yaa.. Jangan pergi sekarang dong! Gue kan ada kuliah sore." Mohon Cakka dihadapan Rio dan Agni.

"Yeee.. Salahnya sendiri dosen lo nyuruh kuliah sore." Kata Agni.

"Tapi kan Ag, kuliah gue nggak bisa dibatalin. Kalo ke gramedia kan bisa kapan-kapan."

Sebenarnya Agni cuma mau buat Cakka ngambek aja. Pacarnya itu emang kalo keinginannya nggak dituruti ntar bakal ngamuk.

"Ya udah. Gue cemburu nih lo jalan berdua sama Rio." Kata Cakka seraya membalikkan badan.

"Gitu aja kok cemburu." Kata Agni sedikit tertawa.

Ponsel Cakka berdering. Cakka langsung mengambil ponsel itu. Pembicaraan antara Cakka dengan dengan orang yang memanggil tadi cukup serius. Agni dan Rio jadi penasaran Cakka telponan dengan siapa.

"Gue harus pergi." Kata Cakka dengan ekspresi yang tak biasa.

Cakka mengambil tas ranselnya dengan tergesa-gesa. "Mau kemana lo? Lo nggak kuliah?" Tanya Rio menarik ransel Cakka.

"Gue akan pergi ke sebuah tempat." Kata Cakka penuh misteri lalu meninggalkan tempat itu.

Agni dan Rio memberi jalan untuk Cakka pergi, walau sebenarnya mereka penasaran apa yang sebenarnya terjadi pada Cakka. Tapi kalo dilihat, wajah Cakka mengekspresikan kesedihan dan ketidakrelaan. Agni maupun Rio tidak bisa menebak masalah apa yang dialami Cakka.

"Jadi ke gramedia nggak?" Tanya Rio membuyarkan pikiran masing-masing.

***

Back to Sivia...

"Gue cemburu." Kata cowok itu yang tak lain adalah Gabriel. Ingin rasanya ia mendatangi tempat itu dan langsung merebut Sivia.

Sementara Sivia, ia sudah bisa mengontrol jantungnya yang sedaritadi berdetak nggak karuan. Coba bayangkan, lima menit lebih matanya bertemu dengan mata indah cowok itu. Bagi Sivia, lima menit itu adalah lima menit yang paling panjang dalam hidupnya.

"Sorry."

Giliran cowok itu yang meminta maaf. Cowok itu pun berdiri sambil membersihkan belakang bajunya yang sedikit kotor. Sivia memperhatikan wajah tampan yang dialiri keringat akibat pertandingan tadi. Tapi menurut Sivia, tadi itu bukan pertandingan. Melainkan sebuah hal terbodoh yang pernah ia lakukan.

"Lo Sivia kan?" Tanya cowok itu.

Sivia yang gugupnya mulai kembali menjawab pertanyaan cowok itu dengan ucapan yang nggak jelas.

"Gu.. Ng.. It.. I.."

"Yaa.. Benar nggak?" Tanya cowok itu.

"Ng.."

"IYA! DIA EMANG SIVIA!!"

Bukannya Sivia yang menjawab, melainkan Febby. Kedua pipi Sivia menjadi merah. Ia yakin sekali Febby pasti mengolok-oloknya dengan cowok itu.

"Hai! Gue Febby. Nama lo siapa?" Tanya Febby sok akrab sama cowok itu.

"Gue temannya Gabriel." Jawab cowok itu.

Temannya Gabriel? Siapa? Batin Sivia. Tapi rasanya ia pernah deh lihat wajah cowok itu sebelumnya. Tapi dimana? Dimana ia pernah melihat cowok itu sebelumnya?

"Payah! Lo sama Gabriel sama aja. Ingatannya nggak sempurna." Kata cowok itu. Ia tersenyum mengingat pertemuannya dengan Gabriel beberapa hari yang lalu.

We Love You SiviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang