Jakarta, 2005...
Kedua anak itu dengan cerianya saling kejar-kejaran. Anak perempuan yang giliran mengejar anak laki-laki tampak nggak suka. Anak perempuan itu bernama Sivia. Sekarang ia duduk di bangku kelas dua SD. Dengan nafas yang ngos-ngosan ia berusaha menangkap anak laki-laki yang bernama Gabriel. Gabriel adalah sahabatnya. Entah mengapa keduanya bisa akrab.
"Gabriel!! Jangan lari dong! Aku capek kejar kamu terus!" Teriak Sivia.
Gabriel yang tertawa sambil berlari kini bersembunyi di balik pohon yang rindang. Ia melakukan hal ini untuk membuat Sivia penasaran dimana ia berada. Dan benar saja! Sivia yang lagi kesal menjadi penasaran karena nggak tau dimana keberadaan Gabriel. Masalahnya, ia takut pulang sendiri jika seandainya Gabriel meninggalkannya.
"Iyel!! Kamu dimana??!" Teriak Sivia.
Kedua kaki kecilnya berjalan ke sebuah tempat yang sepi. Sivia sama sekali nggak takut berjalan di tempat itu. Sementara di balik pohon, Gabriel merasa bersalah karena meninggalkan Sivia. Kalo Sivia menghilang gimana? Apa yang harus ia katakan ke Mama Sivia kalau Sivia nggak bisa ditemukan?
Gabriel keluar dari persembunyian dan mencari Sivia. Tetapi usahanya nggak membuahkan hasil. Sivia belum juga ditemukan.
"Ini salahku. Kalo Sivia nggak bisa ditemukan gimana?" Panik Gabriel.
Anak laki-kali itu duduk bersandar di bawah pohon. Kedua kakinya ia selonjorkan. Angin sepoi-sepoi membuat kedua matanya terpejam. Gabriel tidak tau kapan ia tertidur. Tau-taunya, ada suara anak perempuan yang membangunkannya.
"Bangun woi! Napa kamu tidur?" Kata anak perempuan itu yang tak lain adalah Sivia.
Gabriel pun terbangun dan lega karena Sivia nggak jadi hilang. "Kamu kemana sih? Tadi aku cari kamu?" Tanya Gabriel.
Wajah Sivia yang kesal bertambah semakin kesal. Untuk apa Gabriel bertanya seperti itu? Harusnya ia yang bertanya ke Gabriel. Gabriel kan yang meninggalkannya.
"Harusnya aku yang nanya, bukan kamu!" Kesal Sivia dan meninggalkan Gabriel.
"Eh, kamu mau kemana?" Tanya Gabriel. Ia menarik tangan Sivia.
"Pulang aja yuk! Ntar lagi mau malem. Nanti Mama marahin aku. Yuk!"
Akhirnya, Sivia dan Gabriel memilih untuk pulang berhubung waktu bermain yang udah mulai habis. Seperti biasa. Sivia dan Gabriel tertawa dan bercanda. Mereka selalu melakukan hal itu. Sebenarnya Sivia banyak mempunyai teman cewek. Tapi ia lebih suka bermain bersama Gabriel. Kata Mama, Sivia nanti kalo udah besar bisa jadi cewek tomboi karena suka bermain bersama anak laki-laki dan suka memainkan mainin anak laki-laki.
Tanpa mereka sadari, ada anak laki-laki yang sedaritadi memerhatikan mereka. Anak laki-laki itu tersenyum seperti mengharapkan sesuatu. Lalu ia pergi meninggalkan tempat itu dan kembali menuju rumahnya.
***
Jakarta... Saat ini....
Sang surya tampak malu-malu menampakkan sinarnya. Ia masih bersembunyi di ufuk timur dan nggak tau kapan naiknya. Mungkin dikarenakan cuaca Kota Jakarta sedang tidak cerah. Memang, bulan-bulan ini cuaca Kota Jakarta sedang tidak cerah. Hujan juga sering melanda Kota Jakarta yang mengakibatkan banjir bandang.
Pagi ini, hujan nggak terlalu deras. Tapi sama saja dinamakan hujan. Cuaca yang nggak cerah ini bisa membuat sebagian orang yang seharusnya beraktivitas malah sibuk dengan mimpi masing-masing. Coba deh bayangkan kalo kita mau sekolah, hujan mengguyur tempat kita dan kita pasti malas buat bangun. Manalagi air dinginnya minta ampun. Jadinya lebih memilih tidur saja daripada sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Love You Sivia
FanfictionSivia, gadis cantik yang jago main basket ini mempunyai seorang sahabat bernama Gabriel. Tetapi tidak disangkanya persahabatan itu berubah menjadi cinta. Tetapi sosok bernama Alvin tiba-tiba hadir di dalam hidupnya dan membuat Sivia harus memutuskan...