[Pacar Autis]
Rein Galvaro memiliki hidup yang sempurna. Dengan kecerdasan luar biasa, pesona yang memikat, dan masa depan yang cerah, ia tak pernah membayangkan bahwa hidupnya akan terguncang oleh kehadiran Sella Bram-seorang gadis yang hidup dalam...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku masuk kembali ke ruangan, langkahku sedikit tergesa. Begitu melihat Sella yang terbaring di tempat tidur, mataku langsung tertuju pada wajahnya yang masih tampak lemah. Kekhawatiranku memuncak, meski aku berusaha mengendalikannya.
"Sella, kau sudah sadar?" tanyaku dengan nada hati-hati, tak ingin membuatnya merasa tertekan.
Dia perlahan membuka mata dan menoleh ke arahku. Pandangannya masih sayu, tapi bibirnya bergerak pelan, memanggil namaku. "Rain..."
Aku segera mendekat, menatapnya penuh perhatian. "Aku di sini, Sella. Bagaimana keadaanmu? Kau merasa lebih baik?"
Sella tersenyum tipis, meski terlihat jelas bahwa ia masih sangat lemah. Dengan suara yang hampir tak terdengar, dia berkata, "Selamat ulang tahun, Rain."
Ucapan itu membuatku terdiam sejenak. Aku menghela napas panjang, mencoba menahan perasaan yang bercampur aduk-khawatir, marah, dan sedih. "Sella, kenapa kau melakukan ini? Hari ulang tahunku malah jadi begini... di rumah sakit, menjagamu," kataku, nada suaraku sedikit tegas, meski aku berusaha tidak terlalu keras.
Dia menundukkan pandangannya, tampak merasa bersalah. "Maaf, Rain," ucapnya pelan. "Aku tidak bermaksud membuat harimu seperti ini. Aku hanya... aku hanya ingin mencoba menyukai hal-hal yang kau sukai. Walaupun terdengar konyol, aku ingin kita punya kesamaan. Aku ingin menunjukkan kalau aku peduli."
Aku tertegun mendengar pengakuannya. Rasa marahku mereda, tergantikan oleh kehangatan dan rasa kasihan. Aku menatapnya, mencoba menenangkan diri sebelum menjawab.
"Sella," kataku, lebih lembut kali ini. "Kau tidak perlu melakukan hal seperti itu. Aku tidak membutuhkan kau untuk menyukai apa yang kusukai. Aku hanya ingin kau menjadi dirimu sendiri. Jangan pernah memaksakan diri seperti ini lagi, kau mengerti?"
Dia mengangguk pelan, senyumnya sedikit terlihat meski wajahnya masih tampak lemah. "Aku hanya ingin kau tahu... kalau aku peduli," bisiknya dengan nada penuh penyesalan.
Aku menghela napas panjang lagi, menggenggam tangannya dengan lembut. "Aku tahu, Sella. Aku tahu kau peduli, dan itu sudah lebih dari cukup bagiku. Kau tidak perlu membuktikan apa-apa. Yang penting sekarang adalah kau sembuh. Kita bisa merayakan ulang tahun kapan pun, asal kau sehat."
Sella menatapku dengan matanya yang sedikit berkaca-kaca. "Terima kasih, Rain," ucapnya pelan, sebelum akhirnya ia kembali memejamkan mata, seolah mencoba beristirahat lagi.
Aku tetap duduk di sampingnya, menunggu dalam keheningan. Aku tidak peduli dengan ulang tahunku kali ini. Yang penting bagiku hanyalah memastikan Sella baik-baik saja.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.