🍂Sehari sebelum🍂

18 10 0
                                    

BAB 54
________________

Sore itu, aku berdiri di dekat jendela kamar hotel di lantai 26, memandang ke luar dengan diam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore itu, aku berdiri di dekat jendela kamar hotel di lantai 26, memandang ke luar dengan diam. Langit berwarna jingga keemasan, berpadu dengan gedung-gedung tinggi yang berdiri kokoh di kejauhan.

Di bawah sana, lampu-lampu jalan mulai menyala, memantulkan kilau kecil di jalanan yang basah setelah hujan ringan beberapa jam lalu. Udara di luar tampak dingin, seolah mempertegas suasana hati yang campur aduk-antara tegang dan harapan yang besar untuk Sella.

Setelah membersihkan diri dan mengganti pakaian yang lebih nyaman, aku berniat kembali ke rumah sakit untuk menemani Sella malam ini. Sebelum pergi, aku menyiapkan beberapa barang penting yang mungkin diperlukan di tas kecilku.

Pintu utama kamar terbuka pelan, disertai suara langkah ringan. Aku menoleh dan mendapati Mama muncul dari luar, membawa tas di tangannya. Wajahnya terlihat lelah, tetapi tetap hangat seperti biasanya.

"Kau akan kembali ke rumah sakit, Rein?" tanyanya sambil meletakkan tas di atas sofa.

"Ya, Ma. Aku ingin menemani Sella malam ini," jawabku sambil merapikan jaket di tanganku.

Mama mengangguk kecil, lalu berjalan mendekat. "Cuaca di luar sangat dingin. Pastikan kau memakai pakaian hangat, Rein. Jangan sampai sakit. Selain menjaga Sella, kau juga harus menjaga kesehatanmu sendiri."

Aku tersenyum mendengar perhatiannya, lalu meletakkan jaketku yang tadi kurencanakan akan kupakai. "Baik, Ma."

Aku kembali ke kamar, membuka lemari, dan memilih jaket berlapis bulu yang lebih cocok untuk melawan hawa dingin di luar. Setelah memastikan semuanya siap, aku kembali ke ruang utama. Mama sudah duduk di sofa, melihat ke arahku dengan senyum yang lembut.

"Jaga dirimu baik-baik, Rein," ucapnya sambil menepuk tanganku perlahan saat aku berjalan mendekat.

"Iya, Ma. Terima kasih." Aku membalas senyumnya, lalu berpamitan.

Saat keluar dari hotel, angin dingin langsung menyapa, menusuk hingga ke kulit meskipun aku sudah memakai jaket tebal. Jalanan tampak lebih sepi dibandingkan biasanya, mungkin karena suhu udara yang begitu rendah malam ini. Dengan langkah mantap, aku melangkah menuju mobil yang terparkir di depan hotel.

Aku mengemudikan mobil dengan pikiranku yang dipenuhi berbagai hal. Rasanya sulit untuk percaya bahwa esok hari adalah momen besar yang selama ini kami nantikan. Aku menggenggam kemudi lebih erat, memastikan diriku siap menghadapi apapun yang akan terjadi.

Di tengah perjalanan, aku memutuskan untuk berhenti di sebuah toko bunga kecil di sudut jalan. Aku menghabiskan beberapa menit memilih bunga yang tepat, sebelum akhirnya memilih seikat bunga lili putih. Lili putih, melambangkan harapan dan ketulusan, pikirku.

 Lili putih, melambangkan harapan dan ketulusan, pikirku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Autistic Girlfriend [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang