Segitiga #6

46 4 0
                                    

Aku dan Harry baru saja sampai di di rumah sakit tempat kakakku di rawat. Aku dan Harry berjalan beriringan menelusuri koridur lantai 7 ini.

Aku menggelengkan kepalaku pusing, ketika bau khas rumah sakit ini kembali tercium. "Yaks! Aku membenci aroma ini," gumamku. Berjalan beriringan dengan Harry.

"Apa yang kau katakan?" tanya Harry.

Aku meliriknya singkat. "Tidak penting."

"Tutup hidungmu jika kau membencinya."

Kenapa aku bodoh sekali? Kenapa aku tidak terpikirkan? Padahal itu hal yang sangat mudah untuk di lakukan, bukan? Astaga, Briley Bodoh Daxia!

Aku pun menutup hidungku. Menahan aroma memusingkan itu masuk ke dalam indra penciumanku. "Terima kasih, Harry." Masih dengan ekspresi jijiku.

Harry menganggukan kepalanya menjawab ucapan terima kasihku. Lalu ia menggelengkan kepalanya malas. Apa maksudnya? Mungkin karena sikap bodohku?

Aku dan Harry akhirnya sampai di depan kamar Nayna. Aku mengetuk pintunya dua kali. Sebelum ada jawaban dari dalam, aku sudah terlebih dahulu membukanya. Dan kudapati Nayna sedang memakan buah dengan pring kecil dan garpunya. Aku rasa dia memakan—melon.

"Briley!" sapanya. Masih dengan mengunyah makannya.

"Nayna!" balasku berjalan menghampirinya.

Ekspresinya yang setadi menyeringai tersenyum, berubah menjadi mengerutkan dahinya bingung. Karena melihat sosok Harry di belakangku. Aku memeluk tubuhnya yang semakin hari semakin kurus. Wajahnya tampak semakin pucat.

"Bagaimana keadaanmu?" tanyaku basa-basi.

"Aku—terkejut, Bril. Kenapa dia bisa ada disini? Kenapa kau bisa membawanya?" tanyanya sedikit berbisik masih dengan ekspresinya yang terkejut. Sesekali ia mengintip Harry yang berada di belakangku.

Aku menoleh ke arah Harry yang berada di belakangku. Harry mengangkat kedua halisnya. Entah maksudnya untuk apa. Harry merubah posisinya mendekat dan menghampiriku dan Nayna. Harry berdiri di sampingku.

"Hai, Nayna. Bagaimana kaadaanmu? Kau terlihat pucat, pasti kau tidak sehat," ujar Harry dengan tatapan innocent-nya.

Aku menundukkan kepalaku. Mengheningkan cipta. Kenapa ada orang bodoh sekali? Dia menanyakan keadaanya, tapi dia tahu bagaimana keadaan kakakku. Semoga para pahlawan disana memaafkan penerusnya disini. Sementara Nayna, hanya tersenyum menahan tawanya. Aku rasa memang Harry yang bodoh disini.

"Ada apa? Kenapa kalian?" tanyanya bingung.

"Tidak ada, Harry. Tadi kau bertanya keadaan Nayna, bukan? Oh—dia sangat sehat. Lihatlah wajahnya," sindirkku.

"Kau ini bodoh. Dia pucat, dia sedang tidak sehat!" omelnya.

"Oh—baiklah. Maafkan aku. Aku salah." Sambil menahan tawaku.

"Mr Styles, saya merasa terhormat anda berkunjung kesini," ucap kakakku menghormati kedatangannya.

"Tidak masalah. Um—panggil aku Harry di luar jam kerja."

"Tapi— um baiklah, Harry," kata Nayna. "Um—apakah Briley berkerja dengan baik? Selama menggantikanku?"

Harry melirikku yang sedang terdiam innocent. Aku menyadari lirikannya. Aku meliriknya dengan innocent.

"Dia bekerja cukup baik, Nayna. Aku harap kau cepat sembuh dengan penyakitmu," kata Harry menyemangatkan.

"Terima kasih," jawab kakakku.

Tiba-tiba suara telpon Harry berdering. Harry mengeluarkan handphone-nya dari kantung celananya. "Um—aku permisi sebentar. Ingin mengangkat telpon." Sambil berlalu keluar dari kamar.

SEGITIGA(Harry Styles)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang