Chapter 33 - one secret kiss

18.1K 1.8K 781
                                    

So happy target vote yg aku pasang di chapter sblmnya udah tercapai dlm waktu singkat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

So happy target vote yg aku pasang di chapter sblmnya udah tercapai dlm waktu singkat. Jangan bosen ya kasih vote dan comment ❤︎

•••

Ini sudah lebih dari tiga hari Lily Rose berada di markas si pemberontak.

Rutinitas di pagi ini sedikit berbeda dari dua hari yang lalu. Para budak tidak makan di dalam jeruji kotor itu lagi. Mereka juga dibiarkan menghirup udara segar selama kurang lebih lima belas menit di sekitar danau walau tentu saja masih dalam pengawalan para pemberontak bersenjata. Kini mereka mulai punya senyum di wajah dan tampak sangat menikmati candaan sesama sambil sesekali melempari kerikil ke danau. Satu-satunya anak laki-laki yang sempat mengobrol dengan Lily waktu itu bernama Hilario. Meskipun ibunya masih bersikap sinis, namun setidaknya wanita itu mulai mencair dan tak lagi melarang Hilario bicara dengannya.

Tidak berkeinginan memiliki anak, bukan berarti Lily tak menyukai anak kecil. Ia justru sangat menyukai mereka. Namun secuil trauma di masa kecilnya berperanguh besar terhadap keyakinannya, bahwa ia bisa saja akan menjadi ibu yang buruk bagi anak-anaknya kelak. Seperti ibunya yang gila itu.

Dari kejauhan, tampak Nikolai yang baru saja bergabung dengan anak buahnya. Lalu ia duduk di atas batu besar sambil menikmati paha ayam. Pandangannya kini tertuju pada Lily. Untuk beberapa detik, mereka sempat melakukan kontak mata. Ketika menyadari Nikolai sedang memberinya senyuman, Lily pun segera memalingkan wajah.

"Ini untukmu, Lily." kata Hilario. Segenggam buah berry itu kini berpindah dari tangan kecilnya yang kotor oleh tanah, ke telapak tangan Lily.

"Terima kasih, Anak baik. Apa ini bisa di makan?"

"Tentu saja bisa. Rasanya manis."

"Kalau tidak manis, aku minta ganti rugi."

Hilario terkikik.

"Untukku mana?" tanya Salena.

"Ah! Aku lupa," Hilario menepuk jidatnya. "Tunggu dulu akan kupetik lagi." Anak itu pun langsung berlari kembali dengan riang.

"Dia menggemaskan sekali, ya?" kata Salena di sela-sela tawanya. "Tapi sikap ibunya seperti setan."

Pandangan Lily langsung terarah ke si ibu yang ternyata juga sedang memandang sinis ke arah mereka berdua dari ujung sana. Wajar saja, hidupnya mengenaskan. Dia pasti benci siapa saja. Dari percakapan yang tak sengaja didengarnya, mereka memanggilnya Rossa. Kemarin dia membuat ulah dengan bersikeras menolak pembalut yang diberikan hingga membuat seisi jeruji kotor oleh darah menstruasinya.

Salena yang hendak melanjutkan obrolan pun tiba-tiba diam ketika melihat Nikolai sedang berjalan ke arah mereka kini.

"Masuklah dan mandi. Dandan yang cantik dan tunggu di atas tempat tidur. Cepat." titah pria itu. Ketika Salena sudah cukup jauh, Nikolai pun kembali menoleh pada Lily. "Mau jalan-jalan?"

TOUCH OF LIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang