Part 20

58 9 0
                                    

Langit mendung menggelayut di atas pemakaman, seakan ikut berduka atas kepergian Kai dan Krystal. Udara dingin menusuk kulit, sementara semilir angin berhembus pelan, menggoyangkan bunga-bunga segar yang menghiasi makam mereka. Tangisan lirih terdengar di antara bisikan doa yang terus mengalir dari para pelayat.

Mark dan Haechan berdiri diam, menatap nisan kedua orang tua mereka dengan mata yang mulai memerah. Meski air mata sudah banyak tumpah, kesedihan dalam hati mereka masih belum surut. Di tengah suasana duka, sahabat-sahabat mereka berdatangan, memberikan pelukan dan kata-kata penghiburan.

Karina melangkah maju dengan ragu. Wajahnya sembab, matanya masih basah. Dengan suara bergetar, ia mencoba berbicara.

"Kedua orang tua kalian begitu baik kepadaku," ucap Karina sambil menunduk. "Mereka membantuku membayar kuliah, bahkan membelikanku apartemen. Tapi aku belum sempat membalas semua kebaikan mereka… Aku merasa tidak pantas menerima ini. Aku ingin mengembalikan apartemen itu."

Mark menghela napas panjang, mencoba menenangkan perasaan yang masih berkecamuk.

"Tidak perlu, Karina," balasnya lembut. "Kami masih memiliki tempat tinggal."

Haechan menambahkan, "Kami punya vila di luar kota. Kami sudah menjualnya melalui situs internet. Saat vila itu terjual, kami akan membeli apartemen dari uang itu."

Karina mengangguk pelan, masih tampak bimbang. "Jika kalian butuh bantuan, aku selalu siap. Kita ini teman. Keluarga tidak hanya tentang darah, tapi juga tentang orang-orang yang peduli satu sama lain."

Mark tersenyum tipis. "Terima kasih, Karina. Kami pasti akan kuat untuk menghadapi ini semua. Lambat laun, kebenaran akan terungkap."

Karina akhirnya mundur, membiarkan mereka berdua kembali dalam keheningan.

Tak lama, Ningning datang menghampiri mereka. Matanya berkaca-kaca, tapi ada keteguhan dalam suaranya.

"Mark, aku sangat berduka atas kehilangan kedua orang tuamu. Aku tahu kalian selalu berusaha tersenyum, menutupi kesedihan dan masalah kalian. Tapi aku juga tahu ada sesuatu yang lebih besar di balik ini semua."

Ia menarik napas dalam sebelum melanjutkan, "Aku berdoa semoga orang yang bertanggung jawab atas semua ini mendapatkan balasan yang setimpal."

Setelah mengucapkan belasungkawa, Ningning perlahan melangkah pergi, kembali ke teman-temannya.

Upacara pemakaman pun berakhir. Satu per satu para pelayat mulai meninggalkan area pemakaman, kembali ke kehidupan mereka masing-masing. Namun, bagi Mark dan Haechan, dunia mereka masih berhenti di tempat ini—di antara batu nisan yang menjadi saksi bisu kehilangan mereka.

Ketika orang-orang sudah pergi, Jeno dan Jaemin menarik tangan Mark dan Haechan ke sudut yang lebih sepi. Mata mereka penuh dengan kecurigaan dan kecemasan.

"Mark, apa ini hanya sebuah rekayasa?" tanya Jeno, suaranya sedikit berbisik.

Jaemin ikut menyela, matanya tajam menatap kedua saudara itu. "Ayah dan ibumu… mereka pasti selamat dari insiden itu, kan?"

Mark dan Haechan terdiam. Angin bertiup lebih kencang, membawa suasana tegang di antara mereka.

Akhirnya, Haechan menghela napas berat, air mata mulai menggenang di sudut matanya. "Semuanya sudah terjadi… Jika waktu bisa diulang, kami ingin kedua orang tua kami masih bersama kami."

Jaemin mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. "Kenapa? Kenapa setelah kalian tahu siapa pelakunya, kalian tidak langsung mengungkapkannya ke media?"

Mark menatap sahabatnya dengan sorot mata serius. "Tidak semudah itu, Jaemin. Kita harus memiliki bukti yang kuat. Kalian sendiri tahu siapa pelakunya… Dia adalah seorang polisi. Jika kita gegabah, dia bisa saja menghilangkan semua jejak."

The Strength Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang