Part 16

214 24 3
                                        

Haechan baru ingat jika dirinya besok ada ujian di kampusnya. Walaupun dia termasuk salah satu mahasiswa berprestasi Haechan tetap belajar saat ujian. Saat ini dia sedang tiduran di sofa empuk berwarna biru gelap di ruang tamu dengan lampu belajar yang hangat menyinari halaman-halaman buku tebal di depannya. Suara detakan jam dinding yang monoton menemani konsentrasinya membuat suasana belajar terasa lebih nyaman. Sebenernya Haechan tidak suka belajar tetapi demi mempertahankan nilainya agar tidak turun dia berusaha keras.

Tiba-tiba saja kakaknya, Mark menghampirinya dengan langkah ringan. Dia terkejut melihat adiknya yang sedang belajar dengan serius. Rambutnya yang rapi dan pakaian kasualnya memberi kesan santai, tetapi raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran.

"Tumben kamu belajar," sindir Mark dengan nada menggoda, sambil menyandarkan tubuhnya di ambang pintu.

"Memangnya aku tidak boleh belajar kak?" balas Haechan dengan kesal seraya merubah posisinya dengan mengangkat sedikit kepalanya dari bantal untuk menatap kakaknya.

"Aku tahu kau tidak suka belajar," ungkap Mark matanya menyipit seolah mencoba membaca pikiran adiknya.

"Aku terpaksa melakukannya karena aku akan mengikuti ujian besok. Aku tidak mau nilai aku turun nanti," ujar Haechan kembali fokus pada buku yang terbuka lebar di depannya, jari-jarinya menyentuh halaman yang dipenuhi catatan.

"Itu bagus, kau akan selamat dari omelan Ayah nanti," Mark menjawab sambil tersenyum untuk menyemangati Haechan.

"Sudah selesai kakak sebaiknya kakak jangan mengganggu aku saat ini karena aku sedang ingin fokus belajar," Haechan mengusir kakaknya dengan suara tegas. Mark terlihat sedikit kesal dengan ucapan adiknya tetapi tetap tenang.

"Kakak tahu kau besok ujian, tapi kakak ingin mengajakmu untuk ke ruangan Ayah," ajak Mark dengan nada lebih pelan menurunkan suaranya agar ayah mereka tidak mendengarnya.

"Kalau kakak ingin pergi ke sana, pergi saja sendiri karena aku ingin fokus belajar," jawab Haechan dengan matanya tetap terfokus pada tulisan di buku, dia berharap kakaknya mengerti.

"Haechan, di sana kita akan mendapatkan petunjuk tentang siapa orang yang telah meneror keluarga kita," Mark berusaha meyakinkan, nada suaranya sedikit mendesak.

"Kenapa kakak tidak pergi sendiri saja?" tanya Haechan kesal merasa terganggu dengan pembicaraan yang tidak diinginkannya.

"Akan memakan waktu yang cukup lama untuk mencari petunjuk di sana. Jadi kakak mengajakmu agar kita bisa cepat pergi dari ruang kerja Ayah," ujar Mark mencoba memberikan alasan yang logis.

"Jadi kakak tidak ingin dimarahi sendiri jika tertangkap basah oleh Ayah," tebak Haechan dengan nada sinis dan hanya dibalas senyuman tipis kakaknya yang menggoda.

Suasana di antara mereka menjadi tegang sejenak tetapi di balik semua itu Haechan merasakan ketegangan yang lebih besar sebuah ancaman yang mengintai di balik ketidakpastian dan rasa cemas mengenai ujian yang akan datang.

Setelah beberapa detik hening Haechan akhirnya menghela napas panjang. Dia menutup bukunya dan memutuskan untuk mengalah. "Baiklah kak, ayo kita pergi tapi cepat ya karena aku masih ingin belajar sebelum tidur."

Mark tersenyum lebar merasa senang karena Haechan setuju untuk ikut bersamanya. Mereka berdua lalu melangkah keluar dari ruang tamu menyelinap melalui lorong yang sepi. Suasana rumah yang tenang memberi mereka kesempatan untuk bergerak tanpa khawatir akan ketahuan oleh orang tua mereka. Saat tiba di depan pintu ruang kerja Ayah mereka  Haechan merasakan detak jantungnya meningkat. Dia tahu bahwa ruang ini penuh dengan dokumen penting dan catatan yang bisa menjelaskan banyak hal tentang masalah yang mereka hadapi.

The Strength Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang