Part 10

457 44 2
                                        

"Baiklah aku terima tantangan mu," jawab Mark, suara tegasnya menggema di dalam kamar mandi itu. Dia menerima tawaran dari adiknya untuk melakukan duet, meskipun rasa sakit di kakinya masih terasa.

"Jika aku menang kau harus melakukan apapun yang ku suruh dalam waktu seminggu," Haechan menjawab, matanya berkilau penuh semangat.

"Dan jika aku yang menang kakak juga harus memalukan apa yang aku suruh," potong Haechan, senyumnya menyiratkan niatnya untuk membuat kakaknya kalah bagaimanapun caranya. Dia sudah bertekad untuk membalas semua tindakan iseng Mark yang telah membuatnya kesal. Bahkan sebelum jam makan siang, tubuh Haechan sudah terasa letih sekali, tetapi semangatnya tak surut.

"Bantu kakak berdiri," titah Mark, suaranya sedikit bergetar. Haechan segera bergerak, memberikan dukungan untuk kakaknya. Dengan hati-hati, dia membantu Mark mengenakan jubah mandi yang terasa lembut di kulit. Saat mereka berjalan menuju kamar, Haechan merasakan ketegangan di antara mereka, tetapi juga ada kehangatan yang tak terpisahkan.

Mark duduk di ranjangnya yang rapi, sementara Haechan pergi untuk mengambil baju. "Aku tidak mau memakai pakaian itu. Cari yang lain," tolak Mark saat adiknya menunjukkan baju kaos dan celana pendek yang sederhana, tetapi cukup nyaman.

"Sudah pakai saja, lagian kita ini tidak kemana-mana, hanya di rumah. Jadi kakak pakai pakaian ini saja," titah Haechan, sedikit kesal karena merasa tidak ingin repot-repot lagi.

"Kata siapa kita tidak kemana-mana? Kakak hari ini ingin mengajakmu jalan-jalan, jadi carikan kakak baju yang bagus," pinta Mark dengan semangat yang membuat Haechan terkejut. Dalam kondisi kakaknya yang terluka, rasa keinginan untuk keluar itu tampak tidak realistis.

"Apa kakak ingin mengajak ku jalan-jalan dalam kondisi kakak seperti ini?" ujar Haechan, suaranya bergetar antara ragu dan khawatir. Jawaban Mark hanya berupa anggukan, yang semakin membuat Haechan bingung.

"Dengar kak, demi kesehatanmu sebaiknya kakak..." Perkataan Haechan tidak dilanjutkan ketika mendengar suara ketukan pintu dari luar. Ayah mereka, Kai, bersama pelayan yang membawa kursi roda, masuk ke kamar Mark. Kai terkejut melihat kedua putranya yang masih mengenakan jubah mandi, seolah-olah mereka baru selesai mandi bersama.

"Gunakan ini untuk sementara sampai kakimu pulih dengan total," titah Kai, menatap Mark dengan penuh perhatian. Mark hanya mengangguk, merasa sedikit malu karena harus bergantung pada kursi roda.

"Haechan, bantu kakakmu," suruh Kai sebelum meninggalkan kamar putranya, memberikan beban tanggung jawab pada Haechan.

"Kau lihat kursi roda ini, aku ingin kau mengajak ku jalan-jalan keluar karena aku bosan berada di rumah," ujar Mark, matanya berbinar-binar, mengekspresikan kebosanan yang sudah menumpuk setelah dua hari terkurung di rumah.

".... "

"Baju ini kau saja yang pakai, kakak ingin yang lain," Mark berkata, menunjukkan ketidakpuasan terhadap pakaian yang dipilihkan oleh Haechan.

Haechan langsung mengambil pakaian itu kemudian memakainya, merasa sedikit aneh namun berusaha untuk tidak menunjukkan rasa kesalnya. Setelah selesai, Haechan kembali ke lemari Mark, mengambil beberapa pakaian. Namun, setiap kali dia menunjukkan pilihan, Mark menolak. Sudah lima kali Haechan bolak-balik, wajahnya menunjukkan frustrasi yang semakin jelas.

"Sebenarnya kakak ini ingin bertemu dengan siapa sampai pakaian yang aku pilih tidak kau suka?" tanya Haechan, suaranya sedikit meninggi, mencerminkan emosi yang mulai meluap.

"Tidak ada, kakak memang tidak ingin memakai pakaian itu," jawab Mark, dengan nada yang tidak ingin berdebat lebih lanjut.

"Baiklah kalau begitu," putus Haechan, kembali ke ruang pakaian kakaknya. Selang beberapa lama, dia muncul dengan setumpuk gunung pakaian yang diambil dari dalam lemari pakaian Mark, meletakkannya di atas ranjang.

The Strength Of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang