Masa Lalu

70 9 3
                                    

Mata Jisung membulat sempurna. M-melenyapkan..?

"Iya mau gue harus ngelawan orang yang gue anggap temen, atau bahkan keluarga sendiri." Hyunjin mendekat semakin dekat, matanya tampak penuh keinginan yang menakutkan.

Jisung merasa ketakutan yang luar biasa, dia ingin berteriak tetapi mulutnya kelu. Perasaanya bercampur aduk antara ketakutan, kebingungan, dan rasa tidak aman.

Hyunjin terlihat seperti Hyunjin yang tak biasa dia kenali. Sebelumnya, Jisung hanya melihat Hyunjin sebagai teman biasa, tapi sekarang... ada sisi Hyunjin yang membuatnya merasa sangat terperangkap.

"Hyun... lo harus berhenti," kata Jisung dengan suara serak, berusaha tetap tenang meski tubuhnya gemetar. "Lo... ngga bisa terus kayak gini. Ini bukan lo yang biasanya"

Hyunjin terdiam, tetapi senyumnya justru semakin lebar, senyum yang sama sekali tidak membuat Jisung merasa tenang. "Ini gue, Ji. Ini Hwang Hyunjin. Orang yang lo bully di panti waktu itu."

Jisung mundur lagi, matanya terbuka lebar. "Lo... Maksud lo?"

Hyunjin menghentikan langkahnya, menatap Jisung dalam diam. Wajahnya yang sebelumnya tegang sedikit melembut, tetapi tatapan itu tetap mengandung sesuatu yang tak bisa dicerna—sebuah kegigihan yang tak akan berhenti.

"Gue pengen marah sama lo, Ji," kata Hyunjin, suaranya pelan. "Tapi perasaan gue ternyata lebih besar. Walaupun gue tau lo yang menyebabkan orang tua gue mati juga gue gabisa marah ke lo, Ji."

Jisung merasakan dadanya sesak. Pikirannya malayang dan kepalanya berdenyut sakit. Dia ingin keluar dari situasi ini, tapi entah kenapa kakinya terasa berat. "Hyun, gue... Gue ngga tau.. Gue ngga inget apa apa.."

Hyunjin tidak menjawab. Justru, tatapannya semakin tajam, seolah menandakan bahwa ia tidak akan membiarkan Jisung melupakannya begitu saja. Namun, dengan langkah lambat, dia akhirnya mundur beberapa langkah dan berbalik.

"Gue tersiksa, Ji. Kalau karena perasaan gue, gue gabisa membunuh lo itu artinya lo harus jadi milik gue agar gue bisa nyiksa lo seumur hidup bersama gue. Selamanya."

Jisung berdiri di sana, terengah-engah, bingung dan takut dengan apa yang baru saja terjadi. Sesuatu yang terasa jauh lebih besar dari sekadar ketegangan antara teman biasa. Ada sesuatu yang tidak bisa dia lawan dalam dirinya—sesuatu yang membuatnya meragukan apakah dia bisa keluar dari situasi ini tanpa terluka.

Felix mengepalkan tangannya si balik tembok, napasnya tertahan saat dia mencoba mencerna semua yang baru saja didengarnya. Ini bukan sekadar pertemanan yang berubah menjadi kebencian, Hyunjin telah melewati batas yang seharusnya tidak dilanggar.

Dan Jisung... dia terlalu takut untuk melawan ataupun mengingat nya.

Felix tahu dia harus bertindak.

Saat Hyunjin berbalik dan melangkah pergi, Felix menunggu beberapa detik sebelum muncul dari balik pintu rooftop. Langkahnya cepat menuju Jisung, yang masih berdiri di tempatnya, wajahnya pucat dan tubuhnya gemetar.

"Jisung," suara Felix lembut, tapi ada urgensi di dalamnya. "Lo ngga bisa terus begini. Lo harus menjauh dari dia."

Jisung tersentak mendengar suara Felix. Dia menoleh dengan mata yang masih dipenuhi kebingungan dan ketakutan.

"Felix... gue ngga tahu harus gimana. Gue.. pembunuh?" Jisung memandangi kedua telapak tangannya.

Felix menatap Jisung dengan tajam. "Ngga. Dia hanya ngelantur, lo tau dia bukan Hyunjin yang sama lagi."

Jisung terdiam, dan dalam keheningan itu, mereka berdua menyadari sesuatu: Hyunjin telah berubah. Dan perubahan itu bukan sesuatu yang bisa diperbaiki dengan kata-kata.

BULLYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang