Bunga Tidur

50 9 3
                                    

...Semua terasa seperti teka teki.

Suara ketukan samar terdengar dari arah jendela. Jisung menoleh dengan cepat, dan di sana—Hyunjin berdiri, wajahnya diterangi cahaya bulan. Senyumnya lembut, tapi ada sesuatu di balik tatapan matanya yang membuat Jisung merasa aneh.

Hyunjin mendorong jendela dan masuk, mengabaikan keterkejutan Jisung.

"Hai? Ji?" Ucap Hyunjin pelan, suaranya hampir terdengar manis.

Jisung mundur beberapa langkah. "Gimana cara lo bisa masuk ke sini?"

Hyunjin hanya tertawa kecil, lalu berjalan mendekat, memeriksa kamar Jisung dengan santai. Jisung merasakan debaran jantungnya berpacu dengan cepat.

"Kenapa? Takut gue bakal ngelakuin sesuatu?" Hyunjin menatap Jisung tajam. "Gue cuma pengen ngobrol. Kita belum banyak ngobrol sejak gue pergi dari panti, kan?"

Jisung mengepalkan tangannya. "Lo udah gila, Hyun."

"Kenapa ngga?" Hyunjin mencondongkan tubuhnya, membuat Jisung terdesak ke dinding. "Lo pikir gue bakal diem aja setelah semua yang lo lakuin ke gue dulu?"

Jisung merasakan napasnya memburu. Dia ingin membalas, ingin berteriak, tapi ada sesuatu di mata Hyunjin yang menghentikannya—sesuatu yang lebih dalam dari sekadar dendam.

"Bukan cuma soal bully membully, Ji." lanjut Hyunjin.

"Lo yang bikin orang tua gue mati. Gue gatau inget ngga nya lo itu drama atau apa, tapi gue inget setiap detiknya." Suaranya bergetar, tetapi tatapannya tetap tajam.

Jisung menelan ludah, jantungnya berdetak kencang. "Gue ngga ngerti... Gue ngga inget semua itu..." Lirih Jisung.

Hyunjin tersenyum miring, mengangkat tangannya dan menyentuh pipi Jisung dengan lembut—terlalu lembut untuk seseorang yang menyimpan begitu banyak kebencian.

"Tenang aja, gue bakal bantu lo buat inget semuanya."

Jisung menahan napas ketika jari-jari Hyunjin menyentuh pipinya. Sentuhan itu begitu lembut, kontras dengan ancaman yang jelas terpancar dari sorot matanya.

"Gue udah nunggu lama buat saat ini, Jisung," bisik Hyunjin, matanya menelusuri setiap ekspresi ketakutan di wajah Jisung. "Lo pikir lo bisa lari dari semua yang lo lakuin ke gue?"

Jisung menelan ludah, mencoba menjaga suaranya tetap stabil. "Gue... gue ngga inget semuanya, Hyun."

Hyunjin terkekeh kecil, nada suaranya terdengar penuh luka. "Tentu aja lo ngga inget. Lo punya kehidupan yang lebih baik sekarang. Tapi gue?" Senyumnya melebar, tapi matanya gelap. "Gue nggak pernah bisa lupa. Setiap malam, gue masih bisa denger suara teriakan mereka."

Jisung membeku. "Mereka?"

"Mama sama Papa gue." Suara Hyunjin bergetar, tetapi dia tetap tersenyum. "Mereka mati karena lo."

Jisung mundur selangkah, tapi Hyunjin menekan tubuhnya lebih dalam ke dinding. Jisung bisa merasakan detak jantungnya sendiri yang berpacu, tapi bukan hanya karena ketakutan, ada sesuatu dalam tatapan Hyunjin yang lebih dari sekadar dendam.

"Mereka mati... karena paman Felix," kata Jisung dengan suara nyaris berbisik. Tidak! Kata kata itu muncul secara spontan tanpa Jisung bisa tahan. Jisung mencoba merangkai potongan ingatan yang masih kabur di kepalanya.

"Lo pikir itu cukup buat ngehapus dosa lo?" Hyunjin mencengkeram dagu Jisung, membuat mereka saling berhadapan dalam jarak yang sangat dekat. "Kalau bukan karena lo, mereka ngga bakal ada di sana. Kalau bukan karena lo, mereka ngga bakal berusaha nolongin lo."

Jisung merasakan udara di sekitarnya semakin berat. "Hyun, gue bener-bener ngga inget..."

"Makanya, gue bakal bantu lo inget." kata Hyunjin pelan, suaranya hampir terdengar lembut. "Pelan-pelan aja. Gue punya banyak waktu buat lo."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 7 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BULLYINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang