E X A C T ~ #11 IS IT REAL?
=•=•=•=•=•=•=•=•=•=•=•=•=•=•=•=•=
"SA-SALAH LO, TAU, NYELAMETIN GUE!! SALAH LO! Lo pikir itu heroik? DASAR TUKANG IKUT CAMPUR! KURANG AJAR! NGGAK TAU MALU!" maki Nessa keras, sampai seluruh isi perpustalaan menoleh kepadanya. "DAN LO MASIH BISA NGAJAK NGOBROL GUE? NAJIS!!! NAJIS GUE NGOMONG SAMA LO!!!"
BUG! Nesaa menghantam bukunya ke meja. Michael bersiul kalem. Mulai nih...
"HEH! TUTUP MULUT LO!" bentak Nessa, mengacungkan jarinya pada Michael. "LO TAU POIN BUNUH DIRI?! GUE MENYEMBUNYIKAN SENDIRI GONG AKHIR HIDUP GUE, DAN ITU MURNI URUSAN GUE! Jadi mending nggak usah ganggu-ganggu gue lagi! GUE MUAK SAMA LO! GUE BENCI SAMA LO!" Rambutnya yang menjuntai bergoyang-goyang oleh bahu serta punggungnya yang--entah kenapa-- bergetar. Michael mulai terpekur mendapati reaksi refleks tubuh Nessa tersebut. Gemetar. Marah.
"Apa?? Jangan ganggu gue!! JANGAN SOK BAEK! GUE TAU SEMUA ORANG DI SEKITAR GUE! Munafik semua! Jadi, jangan lo kira gue BEGO!"
Kok marahnya miripan sama gue dulu, ya? Nggak terlalu Iris.., mata Michael mengerjap perlahan, mencerna semua yang gadis itu katakan. Tapi situasi ini... bentakan-bentakan ini... tak ayal sudah tidak asing baginya. Seperti putaran waktu kejadian bersama Iris di kafe mereka. Deja vu yang tidak mungkin bisa ia abaikan.
Aura Iris dan gue bercampur sempurna dalam lo, Nessa.
Michael memicingkan matanya, kemudian menatap mata Nessa lekat-lekat. Mencari gores-gores ke-'Iris'-an di dalamnya. Mencari dengan hopeless sesuatu yang secara insidental menjadi nyata. Entah reinkarnasi, entah apalah. Ia ingin mendapatkannya kembali. Lebih dari hidupnya sendiri.
Perlahan Leo bangkit dari tempat duduknya dan berdiri di samping Nessa. Kali ini mendekatkan tubuhnya ke tubuh gadis itu. Face to face. Mata Michael yang tadi berkilat bandel, kini menjadi kosong dan hampa, membuat aura negatif di antara mereka sontak melekat pekat. Nessa kentara kaget juga melihat ekspresi 'baru' Michael itu.
"Lo benci gue, hanya karena gue nyelametin lo?" tanya Michael dengan suara dalam. Tidak melepaskan matanya dari Nessa.
"Ya," jawab Nessa, berusaha tegas.
"Kurang ajar, lo bilang?"
"Ya."
"Sekarang gue tanya," Michael mulai teraenyum lebar. Sinis. Khas nya. "Tau apa lo tentang mati, hah? Tau apa lo tentang kesakitan, tidak bisa bangun, pain, wound..., blahblahblah..?"
Nessa semakin defensif.
"Gue tahu segalanya tentang itu! HIDUP GUE LEBIH AULIT DARI LO! ORANG BAHAGIA SEPERTI LO NGGAK AKAN NGERTI!!!" teriak Nessa liar. "Lo nggak akan ngerti, OKE?! GUE TAU REPUTASI LO! TAU BAHWA--"
"SEKARANG LO YANG SOK TAU!" bentak Michael balik. "Tau apa lo tentang gue? Tau apa lo? Lo tuh cuma cewek kecil, anak kecil yang nggak tau apa-apa, dan sok dramatis dengan ingin mati. SOK TAU!" Volume suara Michael makin kecil, tapi nadanya membuat Nessa bergidik.
Nesaa terkesima. Lama terdiam. Kaget akan tingkah frontal Michael. Ia mencengkeram kedua lengan Michael keras-keras. Gelisah.
"Gue--gue.. Gue tau..." Ia berusaha membela dirinya. Suaranya tergagap. Tersedu. Michael tetap memandanginya. Dingin. "Gue tau itu... Lebih dari lo...," ujar Nessa ketakutan. Menggigil.
Apa gertakan gue udah bikin dia tertekan ya? batin Michael bingung, memandangi Nesaa yang begitu tampak rapuh di depannya. Tapi cewek ini harus bicara sama gue..
"Memangnya gue punya pilihan lain?" kata Nessa nyaris tanpa suara. "Gue--" Gadis itu menekap mulutnya, tampak tertekan. "Gue memang harus pergi kan? Gue--"
"EL JANGAN SOK TAU! Memangnya Iris punya pilihan lain?"
Michael mendongak takjub. Napasnya tiba-tiba kembali sesak. Bagaimana bisa? Iris, Iris kelihatannya benar-benar hidup dalam diri gadis itu. Iris sepertinya sedang menari di dalam tubuh Nessa. Menyapa Michael dalam cara terencana. Berbahasa dalam senyumnya. Seakan ingin bertemu lagi dengannya, kemudian menunjukkan betapa ia terluka.
Michael harus diam berdiri selama sekitar 3 menit untuk menguasai dirinya kembali. Perasaan itu begitu dahsyat mendobrak gerbang jiwanya, dan membuat rasa bersalahnya membuncah dan meraung seperti binatang kesakitan. Seperti hantu-hantu dalam mimpinya. Seperti segalanya yang ia rasakan selama ini.
Karena kini Iris menemuinya. Dan ia tidak mau kehilangan lagi.
"Maaf," bisik Michael akhirnya, mengucapkan kata-kata yang ingin ia sampaikan sejak dua tahun lalu. "Maaf ya." suara cowok itu makin berat menahan kerinduannya. "Maaf.."
Michael mendadak memeluk Nessa erat. Gadis itu berusaha meronta, tapi Michael tahan sekuat tenaga. Michael tidak peduli akan beberapa orang melihatnya dan menyorakinya. Gengsi saat ini berada di urutan terbawah, yang penting adalah Iris-nya saat ini telah kembali padanya.
Terima kasih, Tuhan. Terjma kasih atas hadiah ini. Terima kasih telah mengembalikan Iris.
Michael mengelus-elus rambut Nessa dan membelai punggungnya. Mengingat setiap inci tubuh Iria yang diingatnya. Merasakan tubuhnya kembali bersandar pada sesuatu yang familiar. Pikirannya kosong. Ia hampir saja kehilangan kendali atas akalnya, kalau saja Nessa tidak memukul marah punggungnya.
"AW! Oke... Oke... Just... stay alive OK?" bisik Michael ketika ia akhirnya melepaskan pelukannya dari Nessa sambil meringis. Nessa mendeliknya. "Stay alive..."
"ABISSS NIH SEMUA! KITA MESTI MATI! KITA MESTI MATII!! TERMASUK LO, NESAA!!!
TERMASUK LO!!!"
"Sampai jumpa besok," pamit Michael, beranjak pergi dari sana. Kembali ke senyum palsunya. Tanpa ia sadari, Nessa kemudian tersungkur. Korban percobaan bunuh diri minimal ditransfusi selama tiga hari.
============================
A/nPart terpendek! Fix! Tapi gue cukup baper ngetiknya muehehehe.
Bikin kalian suka sama Michael itu rencana gue.
Bikin Faraz suka sama gue itu, ketidakmungkinan yang gue semogakan *curhat*Vomments kek ahelah wkwk
•xoxo•
KAMU SEDANG MEMBACA
EXACT
Teen FictionKarena gue selalu senang terlihat bahagia. just it. -Michael Kesalahan yang fatal, mengubah hidup seseorang, mungkin dua orang. -Nessa © Copyright 2015 by Furryse (All Rights Reserved)