#9 BLOOD AT ANY COST

43 6 0
                                        

E X A C T ~ #9 BLOOD AT ANY COST

=•=•=•=•=•=•=•=•=•=•=•=•=•=•=•=•=

Gue mau fokusin ke kehidupan El (bukan pov) aja buat beberapa part kedepan. So, enjoy!
^^

"Hhh... Hhh..." Michael terengah-engah masuk ke dalam kamar mandi sekolahnya. Ditutupnya keras-keras pintu masuk, lalu dengan tangan gemetar, ia lirik sekilas kuncinya, yang ternyata--untungnya-- bisa dikunci! Michael tanpa buang waktu segera menutup gerbangnya dengan dunia luar itu.

"Fiuhh..." Ia menghela napas lega, menyandarkan badan jangkungnya ke pintu. Kemudian menenangkan napas sejenak, berjalan ke arah wastafel yang sudah lumutan di depan sana, dan mulai membasuh wajahnya. Dingin. Nyaman. Muchael selalu berpikir air adalah sarana penenang termanjur di dunia, dan memang itulah yang ia butuhkan saat ini.

Kalau dipikir-pikir, seperti hujan... Michael memejamkan mata. Tapi, kalau yang satu itu gue nggak suka.

Come again to my place, Ris.. Come when my life is empty and this boring..., batinnya trance. Michael tertawa rendah, menyadari betapa banyak waktunya dalam satu hari untuk mengingat cewek itu. Cewek yang sudah tidak ada dan sudah tidak lagi bisa terjamah. Cewek yang namanya pun mungkin sudah banyak yang lupa. Wajar, sudah dua tahun satu hari berlalu sejak ia pergi, dan siapa peduli?

Michael tertunduk di depan wastafel, menatapi dirinya sendiri dalam sisa-sisa air yang menggenang. Gue bahagia. Gue nggak boleh nyerah. Gue.. nggak boleh kalah.., tangan Leo bergerak menggapai kaca di depannya. Sial...

Michael terenyak. Air tiba-tiba membanjir dari sebuah kamar mandu yang tertutup. Dan karena pintu kamar mand tersebut bawahnya kosong, maka segera saja lorobg tempat wastagel pun tergenangair. Sepatu Michael mulai basah. Michael tersadar dari lamunannya.

Air? Ada yang lupa nutup keran?

Cowok itu makin terkaget-kaget. Airtersebut tidak bening. Ada cairan berwarna merah di sana. Mulanya hanya berbentuk pendaran, sedikit-sedikit, tapi lama kelamaan cairan tersebut makin membanyak. Michael bergidik.

Ia awalnya ini adalah bentuk "gangguan" horor, tapi ketika mendapati benda selanjutnya, ia tersadar semuanya tidak sesimpel itu.

Save this blood.
Let this be your forgiveness.
Nss. ••

Mata Michael membelalak. Kertas kecil. Berwarna putug. Terbercak darah. Mengapung di atas air. Berisi pesan kematian.

Ada yang bunuh diri? Seketika adrenalinnya naik. Michael berjalan pelan-pelan, dengan sepatu Converse hitam yang berkecipak di sepanjang jalan. Bibirnya tidak henti-henti mengucapkan doa. Ia hampiri pintu kamar mandi tempat darah itu berasal. Jantungnya berdegup makin kencang.

BRUK. Ia buka pintu kamar mandi aneh ini. Tidak dikunci.

Umur gue berapa sih? Kenapa gue ngeliat darah? Ngeliat kematian?

Tidak, darah itu bukan darah jadi-jadian. Seorang gadis tergeletak di sana. Standar, urat tangannya terpotong. Ia bersandar sambil duduk di sebelah bak kamar mandi yang kerannya terus mengucur. Gadis yang ia temui tempo hari. Nessa. Sekarang benar-benar berenang di atas darahnya.

Michael awalnya bingung harus berbuat apa. Ia terpaku, bersandar di pintu kamar mandi yang terbuka. Meremas-remas kertas putih milik gadis itu. Gelisah. Bingung. Namun, tetap kelihatan tenang.

"Lo... jadi bunuh diri ya?"

Pertanyaan konyol yang langsung Micharl sesali keberadaannya. NGGAK, BARU TESTING DOANG. Ya jelaslah! Segala komponen bunuh diri sudah ada di sini. Darah, message, luka, air... Tapi diam-diam Michael ingin tahu juga jawaban pertanyaan simpel tapi besar tersebut.

EXACTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang