Angga menyenderkan dengan sangat perlahan punggungnya pada tembok bangunan itu. Meluruskan kakinya. Menutup matanya dan merasakan angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya. Mencoba merasakan sedikit kedamaian di bumi. Tubuhnya benar-benar membutuhkan istirahat sejenak.
Reinhard mendekati pemuda itu. Dia tertidur. Reinhard mengamati pemuda itu dengan seksama. Berusaha mencari apa yang membuatnya menarik. Bulu matanya panjang. Hidungnya mancung. Ternyata dia lebih menarik kalo tertidur. Reinhard tersenyum. Wajahnya tidak sepucat kemarin, kali ini agak memerah. Reinhard mengamatinya lagi. Cukup menarik memang tapi masih jauh dari kriteria untuk menjadi seorang penggoda.
Reinhard tidak tertarik sama sekali. "Hmm mungkin karena gue normal" Reinhard bicara dalam hatinya menyimpulkan.
Getar di saku celana Angga membawanya kembali ke bumi. Angga refleks membuka matanya dan terkejut melihat Reinhard di depannya.
Angga mengernyit bingung.
"Hai" sapa Reinhard sambil tersenyum.
"Ngapain?" Tanya Angga bingung.
Reinhard tidak menjawab. Ia bangun dari posisi jongkoknya dan meluruskan tangannya ke atas. Lalu duduk di samping Angga. Hampir tidak menyisakan jarak antara dirinya dengan Angga.
Angga refleks menggeser tubuhnya dan gesekan punggungnya dengan tembok keras itu menbuatnya mengaduh "agghhh" - perih di punggungnya menjalar lagi. Angga menggigit bibirnya pelan menahan perih itu. Menjauh sedikit dari tembok. Memberikan celah agar udara menyapu punggungnya.
Reinhard menoleh tak mengerti apa yang terjadi pada Angga. Tapi wajah Angga yang menahan sakit membuat Reinhard bertanya "kenapa?"
Angga hanya diam. Menatap ke depan lurus.
"Angga." Reinhard membuka suara
"Sebenarnya apa yang lu cari dari gue?" Angga akhirnya bertanya. Tak mengerti sikap manusia di sampingya ini. Sudah dua minggu lebih setiap harinya Reinhard menemui Angga di perpustakaan. Dan ketika mereka punya jadwal kelas yang sama Reinhard akan duduk di samping Angga seakan mereka memang berteman dari lama. Angga tahu ada sesuatu. Terlihat jelas karena semuanya tiba-tiba. Angga tahu Reinhard salah satu pemuda populer di kampus ini. Tampan, tinggi, kaya, singkatnya hampir semua ada pada Reinhard. Reinhard yang populer dan nyaris sempurna tiba-tiba mendekati dirinya pemuda biasa yang mungkin keberadaanya di kampus ini hanya diketahui paling banyak 10 orang. Terlalu aneh dan terlihat sangat jelas.
"Gue cari temen" jawab Reinhard.
Angga tertawa sinis. "Temen apa?"
Reinhard diam. Berpikir jawaban yang tepat. Angga juga hanya diam. Menunggu jawaban yang tepat.
"Temen yang tulus. Bukan temen yang mau numpang populer atau cuma butuh duit gue" jawab Reinhard.
Angga hanya tersenyum tipis. "Jadi menurut lu gue tipe temen yang tulus?"
"Ini lagi gue observasi"
Angga tertawa pelan.
"Kenapa? Kok malah ketawa?" Reihard merasa aneh. Perasaan jawaban dia ga lucu.
"Jadi gue kelinci percobaan ya?" Angga tersenyum sinis."Bukan lah. Gue serius kok." Reinhard meyakinkan Angga.
Angga hanya tertawa lagi. Hanya sebentar kali ini. Dan wajahnya kembali datar. Entah mengapa rasanya aneh. Aneh karena baru kali ini ada yang bilang serius mau menjadi temannya. "mungkin karena dia ga tahu gue siapa. Mungkin karena dia cuma iseng, yah mungkin karena dia mengganggap ini hanya permainan." Asumsi itu hanya dalam hatinya Angga.
"Cari yang lain aja. Gue bukan yang lu cari." Angga menjawab datar.
"Ga mau. Gue merasa lu yang gue cari." Balas Reinhard.
Angga diam sebentar. Menghela napas. "Gue ga tertarik jadi temen lu. Lu cari yang lain aja." Angga memutuskan untuk berdiri. "Aghh" Angga mengaduh lagi. Dia lupa tubuhnya harus digerakkan perlahan. Dia menggigit bibirnya lagi pelan berusaha menahan rasa sakit yang menjalar akibat terlalu cepat ia mau berdiri. Akhirnya dia diam sebentar di posisi duduk yang tadi.
Reinhard langsung berdiri. Mengulurkan tangan. "Ayo gue bantu berdiri. Sebenarnya lu kenapa sih? Sakit? Dimananya?"
Angga hanya diam masih menggigit bibirnya. Berusaha mengumpulkan kekuatan dulu. Membiarkan rasa sakit itu memudar dulu.
Reinhard melihat Angga. Pemuda dihadapannya terlihat ringkih, lemah. Apa itu efek.. ? Reinhard bergidik ngeri memikirkannya. Ia tak mau membayangkannya. Rasa kasihan pada pemuda dihadapannya muncul dalam dirinya. Kenapa sih rela melakukan itu hanya demi uang? Masih banyak cara lain kan untuk dapet uang? Reinhard ga habis pikir.
"Sakit banget ya?" Reinhard akhirnya berjongkok dihadapan pemuda itu. Bertanya dengan lembut. Rasanya tidak tega. Wajah Angga memang agak merah hari ini, tidak sepucat kemarin-kemarin. Reinhard menyentuh kening Angga. Panas.
"Angga, lu demam. Gue anter pulang ya. Yuk" Reinhard mulai panik.
"Ga usah. Gue gapapa. Lu duluan aja." Suara Angga pelan. Lemah.
"Ga atau kita ke rumah sakit sekarang ya?"
Reinhard masih berusaha membujuk."Gue gapapa kok. Lu duluan aja." Masih sepelan tadi suaranya. Ahh kenapa gue jadi lemah gini. Ini bukan yang pertama. Tapi kenapa ini terasa perih sekali. Kenapa semua tubuh gue terasa sakit disaat bersamaan. Rasanya hampir tak ada tenaga. Perih menyayat di punggungnya. Bagian belakang bawahnya tak kalah nyeri. Tangannya dan kakinya terasa berat. Kepalanya pusing dan sakit. Angga merasa dingin. Tapi keringetnya mengucur.
Reinhard berlutut di depan Angga. Menarik kepala Angga pelan dan menyandarkannya di dadanya. Angga kaget. Mau meronta tapi dia ga punya cukup kekuatan. Karena itulah Angga hanya diam. Ia merasa sedikit nyaman di posisinya sekarang "sebentar aja boleh begini Rei?" Tanya Angga lemah akhirnya.
"Iya boleh." Reinhard menjawab lirih. Dadanya terasa sakit. Ia melingkarkan tangannya bermaksud memeluk Angga. "Aghh" Angga merintih. Reinhard kaget. Membiarkan tangannya melayang menjauh dari punggung Angga. "Ga usah dipeluk Rei" Reinhard bingung. Akhirnya ia hanya menyentuh bagian belakang kepala Angga yang masih menempel di dadanya dengan tangan kanannya. Perasaanya berkecamuk. Tapi ia berusaha diam. Berusaha memberikan kenyamanan sedikit pada Angga.
Sepuluh menit dan lutut Reinhard sudah mulai merasa kebal. Angga menyadarinya. Ia mendorong kepala dan badannya menjauh dari dada Angga. "Thanks. Sorry." Reinhard berdiri. "Udah bisa berdiri?" Angga tersenyum lemah. "Udah kok" Reinhard membantu Angga perlahan.
"Thanks Rei. Sorry." Angga menatap Reinhard.
"Balik aja yuk. Gue anter pulang. Gue bawa mobil." Reinhard masih menatap Angga khawatir.
"Gue masih ada kelas sampe sore nanti. Gue udah gapapa kok."
"Lu demam ga dan.. g ga tau lu ngerasain sakit dimana lagi. Yang jelas kondisi lu nyeremin. Ikut kelas juga lu ga bakalan konsen. Mending balik aja."
Angga terdiam. "Ga biasanya gue kayak gini. Biasanya juga gapapa." Angga menunduk.
Reinhard merasakan sakit itu lagi di dadanya. Seperti diiris-iris melihat keadaan pemuda dihadapannya.
"Balik aja ya?" Tanya Reinhard pelan.
Angga akhirnya mengangguk. Ia merasa kondisi tubuhnya kali ini benar benar lemah. Bahkan sekarang pandangannya mulai kabur. Kepalanya sakit. Seluruh tubuhnya sakit. Perih.
"Yuk. Mobil gue di parkiran lantai 3. Lu mauuu.. Anggaaaa " Anjrittt. Shiiitttt. Shitt Angga hilang kesadaran. Reinhard bener bener panik sekarang. Dia menahan tubuh Angga. Reinhard menggendongnya. Angga ringan ternyata.
****************
KAMU SEDANG MEMBACA
First Love
RandomDia orang pertama yang.. ..membuatku tersenyum dengan cinta.. ..membuatku merasakan indahnya cinta.. ..membuatku mengerti arti cinta.. ..membuatku jatuh cinta.. dan ..membuatku terluka tanpa cinta.. Reinhard ... Erlangga Reinhard sengaja mencari...