Are you happy?

764 64 3
                                    

Reinhard memperhatikan Angga yang masih belum sadar dari pinggir ranjang di sebuah kamar kelas 1 Rumah Sakit besar dan cukup terkenal.

"Di punggungnya banyak luka yang masih belum kering benar seperti habis dicambuk. Di seluruh tubuhnya banyak memar. Dan di bagian dubur juga terluka cukup parah.  Luka-luka infeksi itu yang menyebabkan dia demam. Tubuhnya lemah tapi tetap dipaksakan untuk beraktivitas. Sampai pada akhirnya tubuhnya sudah mencapai batas maksimal, karena itu dia jatuh pingsan. Tampaknya dia juga kekurangan gizi. Maka saya menyarankan untuk dirawat inap dulu dua atau tiga hari ke depan."

Penjelasan dokter tadi masih terngiang-ngiang di kepala Reinhard. Reinhard menarik napasnya dan menghembuskannya lagi. Keadaan pemuda di hadapannya membuat Reinhard iba.

Sampai harus seperti inikah? Sebegitu tegakah para hidung belang itu pada pemuda ini hanya untuk memuaskan napsu birahi mereka? Berapa sih besar uang yang pemuda ini perlukan sampai rela diperlakukan seperti ini? Kepala Reinhard sakit memikirkannya.

Angga bergerak sedikit. Reinhard terkesiap. Angga perlahan lahan membuka matanya. Melihat ke arah Reinhard, kemudian perlahan menutup matanya beberapa detik dan mencoba membuka matanya lagi perlahan. Reinhard diam sebentar memberikan waktu pada Angga untuk beradaptasi.

Angga mengedarkan pandangannya mencoba mencari tahu dimana dia sekarang.

"Ini di rumah sakit?" Tanya Angga dengan suara lemah

"Iya. Tadi lu pingsan" Reinhard menjawab dengan terus memperhatikan Angga.

"Jam berapa sekarang?"

Reinhard melihat jam tangannya. "Jam 6"

Angga terkejut. "Astaga. Gue harus kerja" Angga mencoba duduk di ranjangnya. Tapi kepalanya pusing sekali.

"Lu belum boleh pulang." Reinhard berucap pelan sambil meletakkan tangannya di pundak Angga memberi kode agar Angga kembali merebahkan dirinya "Dua atau tiga hari lagi baru boleh pulang".

"Ga bisa Rei" jeda. "Gue harus pulang hari ini" dengan lemah Angga mencoba bersuara.

"Oke. Gue hubungin keluarga lu dulu. Lu bisa pulang kalo keluarga lu yang minta sendiri ke dokter buat bawa lu pulang. " Reinhard menatap serius pada Angga.

Angga diam menutup matanya. Keluarga? Ia tidak mau menyusahkan ibunya. Ibunya bahkan tidak boleh tau kalo dia sakit. Bagaimana ini? Ia harus keluar dari sini hari ini juga. Dia masih harus bekerja lagipula biaya rumah sakit pasti mahal. Ah ya biaya. Bagaimana caranya ia membayar biaya rumah sakit ini? Di tabungannya hanya ada 200 ribu. Itu juga belum tentu cukup untuk biaya hidup sampai akhir bulan ini. Kepalanya sakit memikirkannya. Tapi seluruh tubuhnya tidak sesakit tadi. Mungkin dikasih obat penahan rasa sakit pikir Angga.

"Permisi" seorang wanita berseragam putih membawakan nampan berisi makanan. Reinhard menaikkan meja lipat dan wanita tersebut meletakkan nampan tersebut.

Angga menatap makanan dihadapannya.
"Dihabiskan ya" wanita itu lalu tersenyum ramah pada Angga kemudian berbalik menuju ke pintu untuk keluar.
"Maaf sus saya.. " Angga bersuara.
"Iya? Kenapa?" Tanya wanita itu menoleh pada Angga.
"Ini harganya berapa? Saya.. "
Wanita itu menatap Angga bingung.
"Itu gratis ga." Jelas Reinhard. "Makasih ya sus" Reinhard mengucap pada wanita itu sambil tersenyum. Wanita itu tersenyum lalu berjalan keluar.

Angga masih menatap nampan dihadapannya. Reinhard berinisiatif membukakan plastik tipis yang membungkus piring nasi, mangkok berisi daging dan sayur cah, gelas air putih, dan mangkok buah pear yang ada di hadapan Angga. Lalu menyodorkan sendok dan garpu pada Angga.

Angga diam. Lalu menatap Reinhard. "Rei.. gue.. " lalu ia menunduk menatap ke ujung meja lipat di hadapannya. "ga punya.. uang.."ia melanjutkan dengan suara pelan.  "buat bayar rumah sakit ini. Makanan semewah ini, kamar sebesar ini pasti mahal banget."

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang