The Dark Side

741 56 3
                                    

Angga berjalan menuju rumahnya dengan badan pegal. Sudah jam 11 malam saat ini.
Tadi rumah ramen tempatnya bekerja ramai sekali. Jelas karena ini malam minggu. Ditambah kondisi badannya kurang fit. Mungkin karena sudah seminggu begadang menyelesaikan tugas kuliah. Angga sampai di pintu pagar rumahnya. Rumah sangat sederhana. Lebarnya hanya 2.5 m dengan panjang 10 m. Letaknya rumahnya di dalam gang sempit. Angga membuka perlahan pintu rumahnya.

Seorang laki-laki berbadan kekar menatap Angga. Rambutnya berantakan. Kaos hitamnya menonjolkan otot-ototnya. Umurnya 38 tahun. Pekerjaannya bodyguard kepala pelacur laki-laki.

Angga menarik napasnya pelan. Dia ayah tirinya.
"Minta uang 300 ribu." Laki-laki itu bersuara.

"Saya ga punya uang segitu banyak sekarang" jawab Angga datar.

Laki-laki itu menatapnya tajam.
"Heh udah berani ya lu ngelawan gua. Hahh" suaranya semakin menggelegar.

Angga menarik napasnya lagi.
"Saya memang ga ada uang segitu. Bukannya mau nge.. " kalimatnya terpotong. Kerah kaosnya sudah ditarik oleh ayah tirinya

"Udah beranii bohoong ya luu hahh"
Laki-laki itu sekaarang sudah berteriak.

"Pak. Sudah malam toh. Kasian Angga dan Anggi." Ibunya yang baru saja keluar dari kamar berusaha meredam

"Kasiaaan apaa haah? Anak ga tau diri ini harus dikasih pelajaraaan" laki-laki itu semakin emosi dan menarik kaos Angga semakin tinggi sehingga Angga harus menjijit.

Angga hanya diam. Lelah. Sudah tau kebiasaan ayah tirinya yang kasar. Dia tidak akan berhenti sampai dapat yang dia mau.

"Pak sudah malam. Angga kan baru pulang. Pasti lelah. Sudah lah pak. Nanti pak RT kemari lagi pak." Ibunya masih berusaha meredam.

"Diaaaam kamuuu" bentak ayah tirinya pada ibunya.

Ayahnya menyeret Angga keluar rumah.

"Pakk... pakkk mauu kemanaa tohh" ibunya berusaha menahan dengan menarik tangan Angga.

Ditepis dengan kasar tangan ibunya oleh ayah tirinyanya.

" Minggirr. Kamu ga usaah ikutt campuurrr. Saya mau kasih pelajaraan sama si monyeet ini." Angga tetap diam saja. Nanti saja melawannya. Melawan disini hanya akan menyakiti ibu dan adiknya.

"paaakk kasiaan tohh Anggaa" ibunya mulai menangis.

"Angga ga papa bu. Ibu tidur saja. Jagain Anggi. Angga cuma sebentar." Angga berusaha menenangkan ibunya.

"Pakk sudahh tohh.. " ibunya masih memohon dengan air mata mengalir.

Ayah tirinya langsung menarik Angga menyeretnya dengan cepat dan kasar. sampai Angga beberapa kali terjatuh.
Angga terus ditarik sampai melewati ujung gang. Disitu sudah ada 2 orang berpenampilan serupa dengan ayah tirinya. Satu profesi dengan ayah tirinya.

"Wehh gila. Beneran nih kita dapet jatah." Tanya salah satu dari dua orang tersebut.

"Ikut gua lu pada" perintah ayah tirinya sambil terus berjalan menarik dan menyeret Angga.

"Lepasss. Lepassinnn" Angga sudah mulai berteriak dan memberontak. Dua orang tadi langsung beraksi. Ayah tirinya langsung mengangkat Angga meletakkanya di bahunya dengan kepala Angga di bawah. Angga semakin memberontak. Meronta-rontak. "Brengsekkk lepaassinn" Angga memukul mukul punggung ayah tirinya. Tapi ga digubris. "Semakin banyak lu pukul gua semakin banyak hukuman lu" ancam ayah tirinya.
Angga tidak perduli. Ia tetap memukul dan meronta.
"Aduhh teriakan anak lu kayak perempuan coy. Hmm bikin makin napsuu" seru satu diantara dua orang itu. Angga memucat. Ia benci situasi ini. Ia tahu arah pembicaraan ini.
"Anjriiitt lepaaasiinnn" Angga semakin kencang berteriak. Tapi percuma. Daerah itu sangat sepi dan gelap. Tidak ada orang yang akan lewat di malam hari.

Bruk. Angga dilemparkan ke antara karung-karung goni berisi kapuk.

Tiga orang itu menyeringai senang. Dua diantaranya menatapnya penuh napsu. Sedang Ayahnya menatapnya tajam.

"Gua kasih lu kesempatan. Kasih dompet lu sekarang atauu.. " ayah tirinya menengok ke dua orang di samping kiri dan kanannya.

"Atauu gue ijinin mereka seneng seneng sama lu" ancam ayah tirinya tajam

"Saya memang ga adaa uang segitu" Angga menarik dompetnya dari saku celananya dan melemparnya ke arah ayah tirinya.

"Brengseek" dompet Angga dibanting setelah melihat hanya ada uang sepuluh ribuan dua lembar dan dua ribuan 3 lembar.

Ayahnya menarik ikat pinggang celananya.

"Pegangin dia. Gua mau kasih pemanasan dulu".

Angga berusaha bangun dan lari. Percuma. Dua orang berbadan kekar tadi sudah mengurungnya di dekapan mereka. Yang satu menarik tangan Angga, yang satu lagi kakinya sementara wajahnya sudah menghadap karung goni berisi kapuk.

Cetarrr. Ikat pinggang itu menyentuh punggung Angga dengan kerasnya. Angga berteriak kencang. Sekali lagi. Lagi. Lagi. Entah berapa kali tali itu menyentuh punggungya. ini bukan pertama kalinya Angga disabet dengan ikat pinggang. Tapi kali ini lebih keras dan lebih banyak. Rasa perihnya. Rasa sakitnya sungguh membuat Angga tak lagi bertenaga.

Setelah puas menyabet Angga. Ayah tirinya berhenti. Ia sendiri terengah engah mencari udara karena tadi menyabet Angga dengan sekuat tenaganya.

"Gua duluan. Udah naik nih denger suara nih anak teriak-teriak. Mana pemandangannya pas banget dah" Seru orang yang daritadi menahan kakinya Angga.

"Cepetan. Gue juga nih. Liat muka nih anak bikin gua panas dingin nih."

Ayah tirinya berdiri keluar dari gudang itu. Meninggalkan Angga dan dua orang tadi yang sudah dengan napsunya melihat Angga.

Angga berusaha meronta sekuat tenaganya tapi percuma. Hanya membuatnya lebih merasa sakit. Raga dan jiwanya lelah dan sakit. Tak lama ia bahkan kemudian kehilangan kesadarannya.

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang