" Siapa gadis ini yang sedang bersamamu? "
Eheheh author numpang lewat dulu yaa ._.V Maaf mengganggu, tapi saya cuma mau ngucapin selamat membaca kelanjutan still doll ! *dikeroyok readers*
Sebuah senyuman yang terlihat dipaksakam menyungging di wajah Tina yang mungil berwarna putih bak Snow White. Kedua tangannya yang semula mencengkram leher Ariadelle mulai merenggang, memberi Ariadelle sedikit ruang untuk bernafas kembali setelah sekian lamanya.
Entah kenapa rasanya sulit sekali menjawab pertanyaan yang hanya terdiri dari beberapa potong kata tersebut. Tidak mungkin ia menjawab " Ariadelle adalah kekasihku! " , atau " Ariadelle adalah adik perempuanku yang kutinggalkan sendirian di Kanada semasa aku berkuliah! " --- Alasan-alasan tersebut nampak terlalu cliche dan mungkin saja, Tina, cepat atau lambat akan mengetahui bahwa Ariadelle bukanlah seorang manusia. Namun bagaimana ia harus menjawabnya?
Sementara itu Ariadelle masih saja berusaha untuk bernafas. Cengkraman tangan Tina mulai mengerat lagi. Rasanya ingin ia berteriak agar Kenneth segera menjawab pertanyaan Tina secepat mungkin, tetapi kerongkongannya terlalu sakit untuk melakukan hal tersebut. Api serasa telah membakar kerongkongannya hingga kering.
" Sial, aku sudah seperti seekor belut terkena ranjau saja. ", batin Ariadelle dalam hatinya. Kesal -- itulah isi hatinya sekarang. Ya. Kesal karena harus menunggu Kenneth yang bangun tidak pada waktu yang tepat -- atau lebih tepatnya, diluar rencana, dan diserang orang yang bahkan ia tak kenal sama sekali! Siapa sih, sebenarnya orang bernama Tina Osterre ini?!
Tidak sanggup melihat Ariadelle yang berada di ambang 'kematian', Kenneth pun melangkahkan kakinya menuju tempat Tina dan Ariadelle berada. Dengan tegas pun ia mendorong tubuh Tina menjauh dari Ariadelle, melepaskan cengkraman kedua tangannya completely dari leher Ariadelle. Tubuh Ariadelle yang lemas tidak dapat menahan kelelahan pun terjatuh, lalu terkulai lemas di atas ubin lantai airport yang dingin. Kenneth sebenarnya ingin menolong, tetapi sekarang bukan waktunya untuk membantu Ariadelle. Wanita yang berdiri tak jauh dari tempatnya terlihat menahan malu dan amarahnya. Wajahnya terlihat merah padam seperti kepiting rebus.
Kejadian tersebut tidak terlalu menarik perhatian banyak orang, tetapi kini di sekeliling mereka, beberapa orang sudah saling berbisik-bisikkan satu sama lain, bahkan ada yang menatap mereka dengan heran atau kesal.
" Apa yang terjadi? "
" Tadi.. Ada seorang wanita yang mencekik seorang gadis yang sepertinya adalah adik pemuda tersebut.. "
" Benarkah? Kejam sekali! "
Kedua pasang mata tersebut saling bertatapan. Mata sang pemuda yang berwarna aquamarine, secerah warna lautan menatap lekat mata sang wanita yang berwarna crimson red, serupa dengan warna darah. Merah pekat. Tatapan keduanya sangat dingin, dan terlihat saling membenci satu sama lain meski ini adalah pertemuan kedua mereka -- yang pertama adalah sewaktu Kenneth masih menjalankan kuliahnya di University of Melbourne.
Acuh tak acuh, Kenneth memutarbalikkan tubuhnya, meninggalkan keramaian orang-orang yang bertambah jumlahnya, kemudian menggendong tubuh Ariadelle yang terlihat pucat dan kembali menghilang di keramaian.
"......"
Pandanganku buram. Buram sekali. Yang hanya bisa kulihat di sekelilingku.. Adalah.. Warna putih..
Ariadelle POV
Hidungku mencium bau yang asing. Pekat. Padahal rasanya tadi tidak seperti ini, tadi aku.. Berada di airport. Iya. Airport tidak memiliki bau sepekat ini.
Tunggu. Berarti.. Sekarang dimanakah aku?
Dengan sekuat tenaga, aku berusaha untuk mengangkat kedua tanganku, mengucek mataku agar pandanganku terlihat lebih jelas. Beberapa detik kemudian, pandanganku sudah tidak kabur lagi. Kini semuanya terlihat jelas.
" Te-tempat apa ini?! ", pekikku dengan suara yang lumayan keras. Hampir seluruh barang, bahkan temboknya pun berwarna putih, PUTIH! Warna yang kubenci! Aku terduduk di sebuah ranjang besi yang berselimutkan sprei disertai bantal berwarna putih. Disampingku terdapat sebuah meja dresser yang diatasnya terdapat sebuah vas bunga dengan motif yang menarik, berisi beberapa tangkai bunga daffodil yang indah dan masih segar. Tepat dibawah vas tersebut terselip secarik kertas yang agak kusut, membuatku penasaran dan segera mengambilnya. Kertas tersebut berisi sebuah pesan yang bertuliskan :
" Ariadelle, aku keluar sebentar ke mini-market untuk membelikanmu beberapa makanan dan minuman. Rupanya tadi kau sempat berhiperventilasi. Jangan keluar dari rumah sakit ya, kalau butuh refreshing cukup jalan-jalan di sekitar rumah sakit saja, atau paling tidak di lobby..."
Ini.. Tulisan Kenneth! Jadi tempat ini bernama rumah sakit? Uniknya.
Tanpa berpikir dua kali, tubuhku tidak sabar untuk menjelajahi seluruh isi rumah sakit. Aku beranjak berdiri dari ranjang yang telah menopang tubuhku seharian ini. Kubuka pintu kamar rawatku perlahan, namun entah kenapa aku merasa ada yang tertinggal.
" ..dan jangan lupa untuk mengambil Handphone berwarna putih yang sudah kuletakkan di dekat jendela jika mau keluar. "
Langit berwarna merah kejinggaan disertai dengan gugurnya daun daun maple membuat Kenneth merasakan kembali kehangatan kota Tokyo yang telah ditinggalkannya selama 5 tahun. Kanada memang kota kelahirannya, namun baginya, Tokyo telah memberinya jauh lebih banyak pengalaman dan kenang-kenangan berharga daripada di Kanada -- Kota yang hanya memberikannya rasa sedih dan kesepian.
Angin sore membuatnya berjalan dalam kenyamanan, meskipun ia harus menenteng banyak belanjaan yang merupakan kebutuhan Ariadelle dan tentunya, dia sendiri.
" Tokyo tidak pernah berubah sedikit pun.. ", bibir Kenneth melukiskan kebahagiaannya karena telah sampai di Tokyo. Sekarang ia harus menjemput Ariadelle di rumah sakit dan membawanya bersamanya kembali ke rumah kakek dan neneknya di Hokkaido.
Namun
Sesuatu nampaknya telah menghilangkan niatnya tersebut.
" Kenneth.. Kenapa kau tidak menjawabku? "
Di depannya telah berdiri seorang wanita. Ya. Siapa lagi kalau bukan wanita yang beberapa jam yang lalu telah mencekik Ariadelle di hadapan orang banyak sehingga menimbulkan sebuah permasalahan yang terlihat sangat canggung?
Kenneth memalingkan wajahnya. Ia sama sekali tidak ingin bertemu dengan Tina, ataupun memintanya untuk pergi jauh-jauh dari Melbourne kemari ke Tokyo hanya untuk menemuinya. Kecurigaan semakin menyelimuti hati Kenneth. Akhirnya ia memutuskan untuk angkat bicara daripada nantinya akan berakibat sebuah permasalahan yang dapat lebih menyusahkan lagi.
" Kenapa aku harus menjawabmu? Dan apa alasanmu untuk datang kemari? "
Tina terlhat murung untuk beberapa saat. Air mukanya menunjukkan bahwa ia sangat.. Mengkhawatirkan Kenneth. Mengapa Kenneth tidak memedulikan kekhawatirannya? Ah. Iya. Ia baru saja mengenal Kenneth kurang lebih sebulan yang lalu, dan langsung jatuh cinta padanya, dan rupanya cinta tersebut berubah menjadi.. Obsesi.
" Aku hanya mengkhawatirkanmu! Kamu.. Kamu tiba-tiba saja, dan mendadak keluar dari kampus! Apa kamu.. Telah menyerah akan impianmu begitu saja ?! "
".. Ini bukan urusanmu, Tina Osterre. Kamu bukan siapa-siapaku. "
Perkataan yang baru saja diluncurkan Kenneth dari mulutnya begitu mencekam, Tina tak tahu harus berbuat apa lagi. Begitu Kenneth melangkahkan kaki menjauh, ia segera berlari dan mencengkram jaket tebal berwarna cokelat milik Kenneth.
" O-Oi, apa-apaan kau -- "
Tepat pada saat Kenneth belum sempat menyelesaikan perkataannya, wanita tersebut telah mengunci bibir sang pemuda dengan sebuah ciuman yang lembut, tidak dengan hawa nafsu, dan berhasil mengejutkan Kenneth serta orang-orang di sekelilingnya.
Temasuk Ariadelle yang melihatnya dengan mimik wajah yang datar, dari balik lorong kecil yang terdapat tak jauh dari tempat dimana sang wanita dan pemuda tersebut berciuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Doll
FantasyApa yang akan kalian lakukan jika bertemu dengan sebuah boneka yang dapat hidup layaknya seorang manusia? Inilah yang dialami oleh seorang Kenneth Clayston - tidak, Harley Fennetti. Demi menemukan sang ayah, Alvin Harris Fennetti, ia harus bersedia...