" Canna .. "
Mata Ariadelle membesar ketika Canna terjatuh. Setahunya tadi ada suara tembakan. Namun siapa yang menembak ?Kemudian matanya tertuju pada Ken. Ken membawa sebuah Handgun. Handgun ? Kalau begitu, pastilah Ken yang barusan menembak Canna. Namun Canna masih bernapas. Ia belum mati. Bisa dibilang Canna dalam kondisi sekarat. Ariadelle merangkak mencoba menghampiri tubuh Canna, namun Ken berteriak mencegahnya.
" Ariadelle ! Kalau kau ingin selamat, bunuh dia ! Cepat ! Peluru peraknya tidak akan bertahan lama ! "
Namun Ariadelle tetap diam di tempatnya. Ia tidak bisa berkata apa- apa. Ia harus memilih. Memilih untuk tetap hidup bersama majikannya dan membunuh Canna, atau menyelamatkan Canna dan meninggalkan Ken.
" Aria... "
Ariadelle tersentak. Ia menoleh ke tubuh Canna yang terbaring lemas. Tubuh Canna bersimbah darah. Ariadelle tak sanggup melihat sahabatnya mati dihadapannya. Ia juga tak sanggup membunuhnya seperti yang Ken perintahkan.
Canna telah mengembalikan separuh ingatan masa lalu Ariadelle.
Tangan mungil Ariadelle menyentuh pipi Canna yang sudah rusak. Ia terus membelai pipi Canna yang rusak dan retak tersebut. Canna hanya bisa bernapas tanpa mengeluarkan kata- kata.
" Canna.. Maafkan aku... Aku.. Memang salah meninggalkanmu.. "
Ken kesal melihat pemandangan itu. Ia hanya ingin Ariadelle kembali secepatnya. Ia ingin Ariadelle membunuh boneka tersebut untuk selama- lamanya, agar tak ada yang menyakiti Ariadelle lagi.
Canna berusaha menjawab, namun ia tidak mempunyai tenaga. Akhirnya ia menulis sebuah kalimat di atas lantai kayu tersebut dengan jarinya yang penuh lumuran darah. Setelah menulisnya, Canna kembali terdiam, namun kali ini ia tersenyum. Ariadelle pelan- pelan membaca kalimat tersebut, matanya kembali melebar setelah membaca kalimat tersebut.
" BUNUH SAJA AKU. AKU INGIN KAMU HIDUP BAHAGIA BERSAMA MAJIKANMU "
Tiba- tiba sesuatu mengalir di pipi Ariadelle.
Air mata.
Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres.
Boneka tidak mempunyai perasaan kan ?
Boneka juga tidak mempunyai ekspresi kan ?
" A- apa ini...? Hangat... " Ucap Ariadelle sambil menangis tanpa bersuara.
Ariadelle tidak ingin membunuh sahabat terbaiknya. Ia tidak mau. Jika sahabatnya sendiri tewas di tangannya, tidak ada artinya jika mereka telah melewati masa- masa menyenangkan dan menyedihkan sebagai sahabat, kan ?Canna kemudian mengangkat tangan kanannya dan menghapus air mata yang dikeluarkan Ariadelle. Kemudian Canna berkata
" Bunuh aku. Tak apa.. Bunuh saja. "
Tak tega melihat Canna menderita karena sakit yang luar biasa hebatnya, Ariadelle mengambil belati yang tergeletak di samping tangannya. Kemudian dengan berat hati ia menusuk sahabat terbaiknya. Ia tak bermaksud membunuhnya.... Ia hanya.....
Ia hanya ingin Canna beristirahat dengan daripada ia terus menderita di dunia ini.
Beberapa saat kemudian, Ken melangkahkan kakinya menuju tempat Ariadelle terduduk diam setelah ia membunuh sahabat baiknya sendiri. Namun Ken menghentikan langkahnya ketika Ariadelle mengamuk memukul- mukul tubuh Canna yang tak bernyawa lagi. Sepertinya boneka porselen manis itu dipenuhi dengan penyesalan dan kesedihan yang bertumpuk. Ken menelan ludahnya. Ia tak pernah melihat Ariadelle semarah ini. Saat Ken menepuk pundak Ariadelle, Ariadelle berbalik dengan sebuah golok kecil di tangannya.
" Tuan.. Ini semua... Gara- gara tuan... Aku telah membunuh Canna ! " Teriak Ariadelle histeris
Ariadelle mengayun- ayunkan goloknya ke arah Ken, namun Ken selalu berhasil menghindarinya. Ken menatap wajah Ariadelle. Matanya masih mengalirkan air mata, namun matanya berwarna merah.
Ken tergerak untuk menenangkan Ariadelle, namun tidak dalam kondisi seperti ini. Ariadelle telah kehilangan kontrol pikirannya. Sebuah boneka hidup memang dapat mengontrol emosinya. Tetapi Ariadelle yang sekarang, terlihat sangat kehilangan kontrol pikirannya. Ia terus menyerang, dan menyerang lagi sampai- sampai hampir seluruh barang di dalam ruangan itu rusak.
Ariadelle menghentikan gerakannya ketika golok kecilnya tertancap di lantai kayu yang sudah lapuk. Begitu pula dengan Ken. Ken menghentikan gerakannya dan membuka mulutnya untuk berbicara dengan Ariadelle.
" Ariadelle, sadarlah ! Aku tidak memaksamu membunuh Canna ! Yang memaksamu adalah- "
" BOHONG !! " Teriak Ariadelle.
Ariadelle kembali menyerang Ken, namun tangannya tercengkram oleh Ken. Ia tak bisa berkutik. Golok kecil miliknya terlepas dari genggamannya, kemudian Ken memeluknya erat.
" Sadarlah Ariadelle... Ariadelle yang ini bukanlah Ariadelle yang kukenal ! "
Air mata Ariadelle masih saja mengalir. Ia tak pernah merasakan kehangatan lebih dari ini. Ia merasakan Ken membelai rambutnya.
" Aku ingin kamu kembali seperti semula. Ariadelle yang manis.. Yang.. Ramah dan baik hati... "
Tiba- tiba warna mata Ariadelle berubah. Warna mata yang semula berwarna merah, penuh dengan keinginan membunuh, kini berubah menjadi warna kuning. Ariadelle telah sadar kembali.
" Maafkan aku tuan Ken.. Maaf... Aku ini sungguh egois.. " Isaknya dalam pelukan Ken
" Tak apa, ayo kita pulang. "
Ariadelle mengangguk. Ia melepaskan pelukannya dan menggandeng tangan Ken keluar dari ruang gudang boneka tersebut.
Nampaknya Ariadelle belum tahu siapakah sosok Ken sebenarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Doll
FantasyApa yang akan kalian lakukan jika bertemu dengan sebuah boneka yang dapat hidup layaknya seorang manusia? Inilah yang dialami oleh seorang Kenneth Clayston - tidak, Harley Fennetti. Demi menemukan sang ayah, Alvin Harris Fennetti, ia harus bersedia...