Kenneth POV
Albert menuntun kami menuju sebuah tempat. Di sekeliling kami bertiga hanya ada kabut yang menghalangi pandangan kami untuk melihat dengan jelas.Tak ada suara selain suara langkah kaki yang juga tidak dapat terdengar jelas oleh kami. Sepertinya kami melangkah terlalu pelan, karena takut akan memancing sesuatu untuk menyerang kami.
Di tangan Albert, terdapat sebuah lilin yang, aku juga tak tahu dari mana ia mendapatkannya, namun aku tak peduli. Cahaya senter kecil milik Ariadelle sangat redup, namun sepertinya ia masih dapat melihat keadaan sekelilingnya dengan senter kecil miliknya tersebut.
Tiba- tiba sebuah tepukan mendarat tepat di pundak sebelah kananku. Lantas, aku langsung mengarahkan senter ke belakang. Ternyata hanya Ariadelle.
" Ada apa ? " tanyaku singkat.
" Apa kamu serius kita harus mengikutinya terlebih dahulu ? Nanti pesawatnya.. "
Ariadelle terlihat mencemaskanku. Raut wajahnya terlihat agak murung. Setelah terdiam beberapa saat, aku pun menyenteri pergelangan tanganku, meilhat jam tangan yang menunjukkan pukul 4.15 di pagi buta.
" Memangnya pesawat kita jam berapa ? "
" Sekitar jam 6, kita masih harus check-in, lho, " jawabnya, " Kalau kita berdiskusi dengannya terlalu lama, bisa- bisa kita ketinggalan pesawat. "
" Jam 6 ya.. Berarti... " gumamku dalam hati. Benar juga kata Ariadelle, aku harus menanyakan tentang ibu secepat yang aku bisa agar kami tidak ketinggalan pesawat. Aku sebenarnya juga masih kurang yakin akan salah satu anggota The Counters ini. Apakah dia menjebak kami, atau...
" Hei kalian, mau sampai kapan kalian berdiam diri terus di sana ? "
Suara Albert menggema meskipun terdengar lembut. Kami pun langsung berlari mendekatinya yang sepertinya sudah menunggu kami sejak kami menghentikan langkah untuk beberapa saat. Kemudian ia membalikkan tubuhnya dan kembali berjalan lurus. Suasana pun kembali menjadi suram dan kelam. Entah kenapa ketika melihat Albert, aku merasakan sesuatu yang tidak beres dengannya. Tapi tidak mungkin salah satu anggota The Counters ini adalah seseorang yang jahat.
Karena penasaran ke mana ia akan membawa kami, aku pun membuka mulutku untuk mengeluarkan pertanyaan, tetapi sepertinya Ariadelle telah mendahuluiku.
“ Tuan Albert, ke mana anda akan membawa kami ? “
“ Jangan khawatir, sebentar lagi kita sampai, kok. “ jawabnya dengan nada yang ramah. Seketika itu juga, tiba- tiba lilin yang dipegang oleh Albert padam. Sepertinya lilin tersebut tertiup oleh angin. Tetapi aku yakin pasti ada sesuatu yang tidak beres di sini. Menurutku, sejak tadi, tidak ada hembusan angin yang kencang yang sanggup menelan api di lilin milik Albert.
PRAANG !
“ Suara apa itu ?! “ tukasku yang kaget, karena tidak memiliki alat bantu penerang, sehingga tidak dapat melihat keadaan sekeliling. Tiba- tiba ada yang mendorongku dari belakang.
Siapa yang mendorongku? Ariadellekah? Atau...
Tiba-tiba pandanganku menjadi kabur.
Dan sepertinya tubuhku tidak dapat digerakkan.
Ariadelle POV
“ Tuan ? Tuan Harley ?! “
Aku sudah berteriak hingga hampir enam kali, namun tidak ada jawaban. Sudah kuduga, orang tersebut ingin mencelakai kita. Namun aura orang itu.. Bukan aura yang menandakan ia adalah orang jahat.
Aneh.
Orang tersebut – yang tak lain adalah Albert juga tidak kelihatan sejak kami diserang oleh makhluk-makhluk yang tidak jelas. Makhluk-makhluk tersebut sepertinya tidak menyerangku,namun terdengar jelas suara teriakan tuan Harley dan beberapa suara pukulan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still Doll
FantasyApa yang akan kalian lakukan jika bertemu dengan sebuah boneka yang dapat hidup layaknya seorang manusia? Inilah yang dialami oleh seorang Kenneth Clayston - tidak, Harley Fennetti. Demi menemukan sang ayah, Alvin Harris Fennetti, ia harus bersedia...