Aku terbangun. Mataku sedikit agak berat. Kepalaku terasa diputar, sangat pusing.
Ku lihat sekitar. Ya, ini rumah sakit. Ku lihat ke kanan, tanganku bergenggaman dengan Samuel. Sam tampak sangat lemah tak berdaya. Selang pernafasan telah hinggap di hidung dan mulutnya. Monitor detak jantungpun telah berbunyi sedari tadi disampingnya. Jangan-jangan yang menyelamatkanku tadi Samuel, kenapa dia tahu aku di taman? Ku masih punya banyak pertanyaan.
Tak lama kemudian, ada suster yang masuk ke ruangan kami dirawat. "Syukurlah, mbak udah sadar. Maaf apakah mbak bisa melepaskan genggaman tangan pria ini? Kami kesulitan untuk memeriksanya." Jelas suster. "Ma..maaf sus, genggamannya sangat kuat. Saya tak bisa melepaskannya. Bolehkah tetap begini saja? Saya lebih merasa nyaman." Ucapku. Suster hanya tersenyum dan mengangguk.
Aku tetap tak bisa melepaskan genggaman Sanuel. Ku putuskan untuk tidur kembali.
Aku terbangun lagi, masih terasa pusing. Tanganku tetap di genggam erat oleh Sam. Kini sudah agak ramai orang disekelilingku menatap dengan cemas.
"Haduh, sayang kamu tuh kenapa sih nak? Kok bisa sampai kayak gini? Kamu parah nggak? Terus tangan kaki kamu?" Cemas bunda.
"Bunda sayang, Sheina nggak apa-apa kok, td kecelakaan bun. Alhamdulillah, aku udah mendingan. Yang nyelametin aku bun, dia kayaknya parah deh."
Ckrekk..
Pintu terbuka, ada seorang wanita berumur 40 an. Menangis sejadi-jadinya menghampiri samuel. Siapa dia?