aku terbangun dari tidur siangku. Ya, tanganku masih digenggam oleh Sam. Aku terbangun bukan karena silaunya matahari, tapi karena tangan Sam yang mulai bergerak. Di ruangan itu tak ada orang tuaku maupun orang tua Samuel.
Aku merasakan tangan Sam yang bergerak pelan. Aku terkejut sekaligus senang. Aku langaung memencet tombol untuk memanggil dokter. Saat itu genggaman Sam dapat dilepas. Ranjang ku pun digeser agak menjauh dari ranjang Sam karena untuk mempermudah kerja dokter dan suster.
Hordeng pembatas antara aku dan Sam ditutup. Aku merasa cemas. Aku takut Sam terjadi apa-apa. Aku takut Sam kritis danaku tak ingin Sam sampai.... ah sudahlah aku terlalu berfikiran negatif.
Bundaku datang dan membawaku keluar menuju taman agar tidak mengganggu pengobatan Sam.
Hanya terdengar desau angin dan berdecitnya kursi rodaku. Sesampainya di sebuah air mancur, bunda duduk disebelahku. Mulai menatapku dan membuka pembicaraan.
"Sayang, bunda sangat mengerti dengan apa yang kamu rasakan saat ini. Perasaan kamu juga dirasakan oleh Bunda dan Mama nya Samuel, nak. Mengapa kamu tidak memanfaatkan keadaan yang tenang dan damai ini untuk mendoakan Samuel agar dia masih diberi kesempatan hidup."
"Iya Bunda, terimakasih sudah mengingatkanku. Aku sekarang sadar. Daripada bersedih dan tidak menghasilkan apa-apa lebih baik aku berdoa kepada Tuhan untuk kesehatan Sam."
"Nah, That's my lovely daughter :)"