Lagi-lagi Sabil menghela napas. Membuka lembar demi lembaran buku PKN tidak sabaran. Besok ulangan, tapi bukan itu hal yang ia cemaskan.
Semilir angin menerobos masuk kamarnya dari jendela depan yang sengaja ia buka, menerpa kegusaran diwajah tirus itu. Tangannya sibuk antara menggapai buku catatan, buku materi dan handphonenya. 'Tidak usah menghubungi jika akhirnya hanya seperti angin lalu', pikirnya.
"Sudah lihat diatas?" suara berat sang Ayah mengiterupsi kecemasannya.
"Um? Ya"
"Wah, kok banyak semut"
"Memang banyak"
"Akalin dong, Ayah sudah seharian mengerjakan ini. Oh iya, tolong carikan kain hitam, untuk menutup bolongan itu. Nanti kalau kamu jadi arsitek masa diam saja melihat yang seperti ini?"
Gadis itu menghela napas, tampak kesal rupanya "Ayah terus saja membicarakan arsitek! Siapa yang mau jadi arsitek?!" intonasinya cukup tinggi mungkin belum lagi ia hanya menanggapi dengan mata yang fokus pada buku dan handphone.
Sepersekian detik jeda, "Ayah jadi sedih" sosok tegap itu tak terlihat satu ruangan lagi dengan Sabil.
Tes.
Tiba-tiba air itu meluncur jatuh dipipi kiri Sabil, lalu pipi kanan dan terus bergantian.
Ayah sedih, Ayah akan lebih sedih jika tahu perbuatan anak sulungnya ini.
--
Seorang gadis dengan kemeja biru kotak memasuki gedung mall yang megah dan mewah. Saat ia berjalan beberapa orang memperhatikan, tanpa maksud lain hanya sekedar selewat karena tak sengaja melihat. Ia hanya gadis biasa dengan jeans dan kerudung hitamnya. Gadis itu bukanlah seorang pemeran utama sebuah film dimana saat segala sesuatu yang ia lakukan menjadi pusat perhatian.
'Apa pulang saja?' pikirnya saat tak menemukan apa yang ia cari. Tapi ia bertekad telah sejauh ini. Ia bisa saja mundur saat itu juga, namun jika ia mundur, penulis takkan pernah menuliskan cerita ini.
"Maaf menunggu lama" benar, ini suara yang dicari gadis itu. Suara yang membuatnya rela melepaskan segala sesuatunya demi pemilik suara ini.
Tangan bersentuhan seakan tak ada makhluk lain yang mengawasi, seakan tak ada dunia lain yang menanti, seakan tak ada catatan yang harus dipertanggung jawabkan.
Entah berapa kualitas film tersebut, siapa pemainnya, bagaimana alur ceritanya yang mereka pikirkan hanyalah pojokan bioskop tanpa seorang pun yang dapat mengganggu. Bahkan hal buruk mereka sudah rencanakan.
Dinginnya Air Conditioner di ruangan remang itu tak berpengaruh karena keduanya berhimpitan saling menghangatkan, suara ricuh adegan action yang memenuhi teater 4 tak mengusik kegiatan keduanya untuk mengecap rasa penasaran anak muda.
Saat bibir saling beradu, lidah berkait sementara tangan bergerilya, makhluk lain bagaikan partikel kecil di ruang hampa yang bertaburan.
Meniti detik, kegiatan itu semakin intensif dan kian intensif, "I love you, bil"
--
BULSHIT!
Sabil mulai terisak, kilasan demi kilasan peristiwa masa lalu menyerbu otaknya, memaksa gadis itu untuk memutar kejadian lalu seperti rol film rusak yang tak jelas alur ceritanya.
Namun kilasan yang terkuat adalah kilasan kejadian yang membuatnya gagal menjaga kehormatannya sebagai seorang gadis. Menjaga harga diri dan martabat keluarga.
Wajahnya telah tenggelam antara lipatan yang ia buat dengan kedua lengannya namun ia masih merasa harus menyembunyikan wajahnya. Ia sangat malu. Benar-benar sangat malu bahkan pada setiap partikel yang mengelilingi tubuhnya.
Bukunya telah basah oleh airmata Sabil. Entah tulisan apa yang tercetak disana, tinta bercampur rata namun belum lagi cukup untuk membuat hatinya tenang.
Baru kali ini.
Setelah sekian waktu berlalu, tapi baru kali ini ia menyesali perbuatannya. Baru kali ini ia berpikir tentang dosa, harga diri, martabat dan nama baik keluarganya.
Bara dan nyala api mungkin setimpal dengan perbuatannya.
"Kalau seorang anak masuk surga, sudah pasti kedua orang tuanya masuk surga. Maka dari itu, jadi anak yang sholeh ya nak"
Kalimat ibunya beberapa tahun yang lalu terus terngiang dibenaknya.
Jangankan untuk mengikut sertakan kedua orangtuanya masuk surga, untuk menjaga dirinya dari api neraka pun Sabil telah kehilangan banyak langkah, tersesat dalam bisikan setan dan larut dalam hangatnya buaian dosa.
-FIN-