Author POV
Kamar itu dibiarkan gelap. Sehari-harinya memang selalu gelap, tidak sepenuhnya gelap lebih tepatnya karena biasanya ada lampu tidur kecil bercahaya kuning yang menyala. Pemilik kamar sadar, cahaya yang dipancarkan sang mentari tak mungkin terus menyinari lewat jendela dikamarnya, tapi ia memilih untuk membiarkannya.Penulis memang bukan seorang psikiater atau seseorang yang mempelajari psikologis, tapi dari kamarnya yang dibiarkan gelap dan pintunya yang tertutup, penulis dapat simpulkan bahwa ia ingin sendiri. Penulis tidak dapat menceritakan kisahnya karna saat seseorang sedang ingin sendiri, jangankan untuk bercerita, melihat wajah orang lain saja rasanya malas, sakit, marah. Yah setiap orang berbeda, ada yang merasa malas, ada pula yang merasa sakit, marah, malu, bahkan mual. Maka dari itu, penulis mempersilahkan Sabil untuk menulis jika ia siap.
Sabil POV
Oke, hebat! Hidupku kini benar-benar hancur sepenuhnya. Tubuhku kotor, diriku hina, keluargaku berantakan dan teman-temanku.. aku menghancurkannya. Teman-teman yang sempurna bagiku, tapi aku malah menyia-nyiakan mereka. Cinta? Persetan dengan cinta, semuanya hancur sudah. Ah, tidak, aku masih punya Tuhan.Aku malu.
Pada part sebelumnya 'Sabil bertaubat'. Bullshit! Aku melakukan dosa kembali keesokan harinya.
Manusia tidak luput dari kesalahan. Aku manusiawi. Setan terus saja membisikiku dengan pandangan tersebut. Aku salah, dan aku harus memperbaikinya!
Aku pecandu sex, keluargaku diambang perpisahan, temanku? aku terlalu hina untuk berteman. Tuhan.. aku malu, aku terus berdosa melanggar laranganmu lalu setelah aku kehilangan segalanya, aku baru bersandar kepada-Mu.
Sekarang, dimana yang salah? Apa karna aku pecandu sex maka kedua orangtuaku tak pernah akur? Atau karena kedua orangtuaku yang selalu bertengkar dan berlaku kasar kepadaku maka aku menjadi kecanduan sex?
Entah harus yang mana yang aku tulis, semua permasalahan berdesak memenuhi benakku untuk segera ditulis.
Menurut kalian, salahkah aku jika menganggap permasalahan keluargaku tidak penting?
Ini hal spele yang dibesar-besarkan!
Seperti ini, ayahku menunggu sedikit lama karena ulah aku dan ibuku. Tapi ibuku tidak berarti salah sepenuhnya karena ia punya alasan kuat dan masuk akal kenapa membuat ayah menunggu. Lagipula ayah tidak menunggu selama berjam-jam, bahkan tidak lebih dari setengahnya.
Sebut disini aku yang salah. Tapi entahlah ayah tidak memarahiku dan ibu tidak menyalahkanku. Ayah terlihat membelaku dan ibuku marah akan hal itu.
Aku menghela napas dalam. Sudah kubilang aku merusak pertemananku. Tapi aku butuh teman.
Aku tidak ingin membebani pikiran Jo, temanku yang sedang sekolah keluar kota, ia juga punya masalah, sangat banyak. Tapi bukan Sabil namanya jika ia memendam masalahnya sendiri, dan bukan Jo jika ia tidak merentangkan tangannya untuk Sabil. Aku beruntung memiliki Jo.
Sedikit banyak, Jo membuatku dapat tidur tenang malam ini
--------------------Author POV
Penulis membaca ceritanya dan teringat satu hal yang pernah Sabil ceritakan.Sleeping Beauty story. Tapi tidak, bukan seorang putri yang terkena kutukan untuk tidur selamanya lalu seorang pangeran menciumnya dan ia terbangun. Tidak!! Bukan itu.
Ini lebih seperti cerita dimana keajaiban masih bisa diharapkan.
Alkisah seorang gadis kecil yang polos, cantik, manis, lucu, pintar, aktif dan tentu saja kecil, memiliki keluarga yang tidak sesuai parasnya yang manis. Kedua orangtuanya memutuskan untuk berpisah. Namun ia terlalu kecil untuk mengerti itu, yang ia tahu, ia tinggal bersama ibunya sementara ayahnya bekerja diluar sana.
Satu masa, ia sangat senang karena akhirnya ayahnya 'pulang'. Tentu saja bukan pulang ke rumah seperti seorang ayah normal lainnya, saat itu sang ibu mengizinkan ayah untuk menemui putrinya.
"Yeaaayy.. ayah pulaaang" gembiranya saat itu, belum lagi mantel merah yang ayahnya bawakan sangat cocok dengan kepribadiannya yang berani dan sedikit sangat aktif.
Tidak lama, tapi ayahnya berjanji akan mengajaknya berjalan-jalan esok hari. Gadis kecil itu merenggut, karena kenyataannya ayahnya harus pergi. Lagi-lagi pekerjaan dijadikan alasan, dan yang seperti orang dewasa mengerti, ayahnya pulang kerumah yang selama ini ia tinggali sendiri karena istri dan anaknya tinggal bersama keluarga besar pihak istrinya.
Keesokan harinya kesenangan sang gadis bertambah karena seharian bermain kesana kemari bersama ayah dan ibunya. Semua orang yang melihatnya akan mengira bahwa mereka sebuah keluarga normal tanpa mengira hubungan yang sebenarnya.
Mereka 'pulang' saat matahari sama sekali tidak terlihat.
Sebelum menaiki motor yang akan membawa mereka pulang, sang ibu berbisik sembari menekankan kalimat "Jangan tidur!"
"Hm" tanpa pikir panjang langsung mengangguk.
Gadis kecil yang polos. Ia begitu polos, lucu dan.. suka tidur. Sangat suka. Dapat ditebak selanjutnya gadis kecil itu tertidur selama perjalanan pulang.
Kemudian keajaiban datang, entah berapa malaikat yang mendoakannya hingga saat gadis itu terbangun saat pagi, ia mendapati berada dikamar ayahnya. Kamar yang saat kecil ia tinggali bersama ibu dan ayahnya.
Antara senang dan penasaran, ia hanya terbengong dan tersadar saat mengetahui ia akan tinggal bersama kedua orangtuanya kembali.
Dan itulah, sesederhana memejamkan mata, seorang gadis kecil merubah kehidupan dua insan dewasa beserta dua keluarga besar yang pernah menjadi satu kesatuan kekeluargaan.
Belakangan yang Penulis baru tahu adalah gadis kecil itu bernama Sabil.
-FIN-