003

5.9K 782 147
                                    

Tanpa rasa bersalah, Bea melempar tas ransel yang tadinya ia sampirkan di punggungnya ke dalam mobil Louis. Kedua sudut bibir Bea terangkat ke arah Louis, membuat wajahnya semakin manis. "Cepetan, dong. Mau telat?"

Louis memasang wajahnya yang memberengut, cowok itu sudah menunggu dua puluh menit lamanya di depah pagar hanya untuk menunggu gadis yang berada di kursi penumpang itu berpakaian. "Yang bikin telat sebenernya siapa, sih," cibir Louis. Cowok itu menarik handel transmisinya lalu menginjak gas.

Mulut Bea cengar-cengir, dia terkekeh untuk beberapa saat. "Cuma telat sebentar aja kok. Lagian, lo baru nelpon lima menit yang lalu."

"Sebentar. Baru nelpon lima menit yang lalu," cibir Louis, tetap memasang ekspresi wajahnya yang memberengut. "Lima menit sekali."

"Tau ah," kata Bea akhirnya menyerah berbicara dengan Louis.

Namun bukan Louis namanya kalau tidak menggumam tak jelas, akan tetapi Bea tidak menghiraukannya. Lagipula, cowok pasti tidak akan mengerti masalah-masalah gadis. Mereka tidak pernah merasakan rasa kram akibat datang bulan dan rambut super megar yang harus cepat di tata dengan rapih.

Sesampainya di sekolah, bukan lagi hal yang lazim ketika Bea mendapatkan perhatian dari murid-murid yang melihatnya turun dari mobil Louis. Kalau boleh jujur, sebenarnya gadis itu agak risih dengan tatapan-tatapan itu. Namun, apa boleh buat? Louis adalah senior yang cukup terkenal dan bisa di bilang tampan. Semua orang pasti ingin berkenalan atau bahkan menjadi pacarnya.

Lalu, Bea. Siapa yang tidak ingin menjadi dirinya? Cantik, terkenal, bergelimpangan harta, modis, dan satu lagi; dekat dengan cowok primadona sekolah. Kalau mereka melihat kehidupan Bea dengan sebelah mata, pastilah sangat bahagia.

"Mampus pelajaran pertama gue matematika, mana gue belum nyelesein sisa soal kemarin." Louis mengeluh di sela-sela langkahannya, cowok itu berada dalam posisi merankul Bea. Benar-benar seperti orang pacaran.

Gadis yang berada di sampingnya memutarkan bola mata. "Yakali gue ngerjain semua tugas lo."

"Mampus gue," keluh Louis, lagi. "Omong-omong, entar, pulang sekolah, lo bisa nemenin gue gak?"

"Minta temenin Harry aja, gue hari ini males kemana-mana."

"Gue mau beliin kado untuk gebetan gue jir, yakali sama Harry."

"Gebetan lo yang adek kelas sok imut itu?"

"Hm," gumam Louis, wajahnya menunjukkan ekspresi tidak enak. "Udah ah, pokoknya entar temenin gue pulang sekolah."

"Nyari kado untuk gebetan lo? Ngga."

"Sayang, please."

"Dih, najis pake sayang. Ew."

"Pokoknya entar, abis pulang sekolah, gue jemputin lo ke kelas. Sip." Dan setelah berkata demikian, Louis langsung saja pergi dengan cepat melewati Bea. Cowok itu pergi ke arah segerombolan kawan-kawannya yang sedang berkumpul di koridor kelas.

Mau tidak mau, Bea harus menuruti perkataan Louis karena tidak mau cowok itu ngambek.

***

Beatrix mengambil tempat duduknya di sebuah bangku kosong di baris kedua paling belakang. Gadis itu memasang tampang mengantuknya dan langsung menaruh kepalanya untuk tidur di atas meja. Bea memang sering memilih untuk tidur sebelum jam masuk di saat murid-murid lain masih berkeliaran sebelum bel masuk berdering.

"Bea!"

Seruan itu membuat gadis yang hampir tertidur itu tersentak. Pemilik nama tersebut langsung mendongkak dan mengalihkan pandangannya untuk mencari seseorang yang memanggilnya.

"Eh woy, tidur mulu." Seorang gadis berambut coklat di dominasi oleh warna pirang itu mengomel di hadapan Bea yang masih berada di dalam wajah ngantuknya.

Perlahan, Bea menarik napas dan mengeluarkannya. Tubuhnya masih saja di gelayuti oleh rasa kantuk sehingga malas rasanya untuk beraktivitas. "Ada apa, sih," tanyanya, langsung pada topik.

"Gue hari ini sekelas sama lo," kata gadis itu sambil menyengir, menampakkan deretan giginya yang baru saja di pagar beberapa hari yang lalu.

Bea memasang tatapan malasnya. "Udah? Cuma itu doang?"

"Masih ada lagi," sambung gadis tersebut, yang tak lain adalah Ava; sahabat Bea. "Lo tau, kan, adek kelas eksis yang deket sama Louis?"

Gadis itu hanya mengangguk.

"Dia ngundang gue anjir."

"Ngundang apaan?"

"Ke pesta ulang tahunnya. Lo juga di undang. Katanya gini, nih, 'Kak Avalee, kalau ngga keberatan, aku mau ngundang kakak untuk dateng ke pesta aku. Ini, nih, undangannya. Jangan lupa undang temen kakak yang namanya Bea itu ya, makasih kak.'" Ava menjelaskan, sambil dia menirukan ekspresi dan cara adik kelasnya itu berbicara.

"Sok imut amat, jir. Kalau bukan gebetan Louis udah gue sikat."

"Sikat? Sikat apaan, deh? Lo mau nyikat dia pake sikat gigi?" tanya Ava dengan nada polosnya.

"Bercandaan lo garing. Sumpah."

Dan percakapan mereka terputus ketika suara bel masuk berdering dan murid-murid dengan cepat masuk ke dalam kelas.

***

Ehiya btw, Louis sama Bea kelas 12 yak (senior year) it means umur mereka udah 17 tahun:3

I


Sad Soul » ltTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang