011

4.2K 638 120
                                    

◊ Louis ◊

"Louis! Louis!!"

Louis mendengar sebuah teriakan seseorang memanggil namanya, dia hanya mendengus dan berbalik sembari meminum minuman yang berada di dalam gelas kaca tersebut.

Namun seseorang yang memanggil Louis itu datang dengan wajahnya yang heboh. "Louis! Gila! Itu, Bea ngamuk! Dia berantem sama mantan lo, si Allison!"

Dengan seketika wajah Louis spontan berubah menjadi panik. Bagaimana tidak, Bea dan Allison sudah menjadi musuh beberapa bulan yang lalu. Di tambah, Allison dan Bea sama-sama ganas. Jadi, Louis takut jika terjadi sesuatu di antara keduanya.

"Louis, ga ada waktu untuk melamun!" teriak seorang cowok yang berada di hadapannya itu sambil melambai-lambaikan tangannya di wajah Louis.

"DIMANA?" tanya Louis dengan nadanya yang benar-benar panik.

"Di meja deket minuman," jawab Liam.

Louis tidak berkata apa-apa setelahnya, cowok itu langsung berlari pergi menuju tempat yang di tujukan oleh Liam tadi. Setelah sampai di tempat tersebut, mata Louis langsung membelalak ketika melihat Bea dan Allison yang masih dengan posisi ingin saling melukai dengan beberapa orang yang menahan mereka.

Rasanya Louis dapat bernapas lega ketika melihat beberapa orang melerai Allison dan Bea, walaupun di pesta ini pastilah banyak oang yang mabuk. Namun, Louis tidak punya waktu banyak untuk berpikir, dengan segera cowok itu beranjak cepat dari tempatnya dan berdiri di antara dua gadis yang masih ingin melukai satu sama lain itu.

"Berenti! Berenti!" pekik Louis. Namun yang cowok itu dapatkan adalah; sebuah cakaran dari tangan Bea menyebabkan pipi Louis berdarah sedikit. "Bea, stop!" pinta Louis dengan satu tangannya yang berusaha untuk mendorong bahunya jauh dengan Allison.

"Louis, dia tuh nyebelin!! Lo minggir!" teriak Bea tak kalah nyaring dengan perkataan Louis sebelumnya. Tangan gadis itu kembali berusaha untuk mencakar Allison.

Balum saja Louis berucap, sebuah tangan menjambak rambutnya dari belakang sehingga Louis terhuyung ke samping. "Anjir, ganas," umpatnya.

Memisahkan dua gadis yang sedang bertengkar haruslah dengan hati yang sabar, Louis tidak bisa bersikap kasar di antara keduanya.

"Bea," panggil Louis sambil berusaha menarik lengan Bea.

Akan tetapi, Bea memberontak. "Louis! Lepasin!" pekik Bea dengan wajahnya yang lumayan merah padam, tetap berusaha untuk melepaskan lengannya dari genggaman Louis. "Sahabat tapi kayak anjing lo!" Bea memaki-maki Allison.

Allison tergelak, "Yang kayak anjing itu lo! Nikung sahabatnya sendiri! Apaan, tuh?!"

Louis tahu jelas kemana arah pembicaraan mereka, pun Louis semakin berusaha untuk membuat Bea berada jauh dari Allison. Pada akhirnya, cowok itu berhasil untuk membuat Bea menjauh beberapa meter dari Allison. Dengan kasar, Louis menggeret gadis itu untuk keluar dari rumah Harry dan masuk ke dalam mobil.

Melerai Allison dan Bea bukanlah hal yang mudah, malah menguras tenaga Louis sehingga peluh keringat mengucur di wajahnya.

Louis duduk di kursi pengemudinya, memejamkan matanya untuk beberapa saat lalu membukanya lagi. "Jadi, kenapa lo bisa ketemu trus berantem sama dia?"

Perlu beberapa menit untuk Bea menjelaskan semua permasalahannya sampai tuntas kepada Louis. Bea bahkan bercerita bagaimana ia sangat membenci Allison yang dulunya adalah sahabat dekatnya.

Wajah Louis was-was, takut jika gadis itu kembali menangis akibat kejadian barusan. Karena Louis benar-benar tahu sifat Bea. Terdengar napas Louis yang menghentak. "Bea, lo ga seharusnya nanggepin dia."

"Bangsat, Allison bangsat," ujar Bea sambil mengelap air matanya lalu kembali mencakar-cakar dashboard mobil milik Louis.

"Yang penting, lo ga kayak yang dia omongin."

"Gue benci sama diri gue sendiri, Louis. Gue ga seharusnya nempel terus sama lo, ga seharusnya gue minta anter-jemput sama lo. Ga seharusnya ─"

"Bea, cukup!" Louis mengusap-usap wajahnya yang memerah. "Gue udah bilang, lo ga usah dengerin mulut Allison. Dia ngeselin kayak mak lampir. Ga guna lo dengerin omongannya, lagian lo itu sahabat gue."

Sedaritadi pun Bea hanya terdiam mendengarkan cowok yang berada di sampingnya itu mengoceh. Bea tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini. Kondisi fisik gadis itu dapat di katakan mengerikan saat ini; maskaranya luntur, matanya sembab, rambutnya megar dan terdapat beberapa bekas cakaran di wajahnya.

"Bea, lo ga sayang sama muka lo yang mulus itu di cakar?" tanya Louis sambil menatap luka-luka di pipi Bea ngeri.

"Louis, gue keseeeeel." Bea merengek lalu kembali memukul dashboard mobil Louis.

Yang Louis lakukan hanyalah diam saat gadis itu menggerutu, mengeluarkan kata-kata mutiaranya untuk Allison. Setelah gadis itu diam, Louis mengambil tisu lalu menyerahkannya ke Bea.

Bea mengambilnya dengan kasar kemudian mengelap bekas maskaranya yang luntur dengan tisu tersebut. Sempat beberapa kali gadis itu merintih karena mengenai bekas luka cakar di wajahnya.

"Lagian, lo ngapain adu mulut sama cewek itu sampe akhirnya berantem." Louis menghela napasnya, di detik selanjutnya dia mulai menyalakan mesin mobilnya.

"Mulut gue panas, Louis. Dia ngatain gue kegatelan, slut, gimana gue ga kesel?" jawab Bea, melempar tisu yang tadinya ia pakai untuk mengelap wajahnya ke sembarang arah.

Mata Louis melirik Bea sebentar dari kaca spion. "Tapi, ga seharusnya lo ladenin dia. Lo tau mulutnya kayak gimana."

Bea tertawa sarkastik. "Kalo gue ga ladenin bacotannya, dia bakal anggep gue takut sama dia. Bisa-bisa, harga diri gue turun," tukas Bea dengan nada penuh penekanan.

Dan di saat itulah Louis menutup mulutnya rapat-rapat untuk tidak berkomentar lagi mengenai hal tersebut. Percuma berbicara dengan Bea yang sedang berada di dalam emosinya, pasti akan masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri; tidak akan di dengarkan.

***

mulmed. louis gantengnya ga nyante woi:(

BTW gue ngakak nulis chapter ini WKQKWKK. Bayangin aja louis ngelerai dua cewek cerewet lg kelai trs dia sampe ikutikut di cakar dan di tarik HAHAHAHA

Sad Soul » ltTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang