Beatrix benar-benar merasa terkejut ketika menemukan dirinya terbangun di malam yang begitu larut, matanya melirik ke arah jarum jam. Pukul setengah tiga tengah malam. Dan gadis itu tentu tidak tahu mengapa ia bisa terbangun selarut ini, Bea pun kembali menenggelamkan kepalanya di dalam selimut.
Sudah berkali-kali Bea mencba untuk kembali terlelap dari setengah jam yang lalu, namun hasilnya ia malah tetap terjaga sampai sekarang. Dia tidak tahu betul apa yang sedang berada di otaknya saat ini, namun tiba-tiba cairan bening yang berasal dari pelupuk matanya tiba-tiba mengalir.
Satu tetes.
Dua tetes.
Dan semakin lama, semakin deras.
Apa yang terjadi dengan dirinya? Sudah beberapa hari terakhir ini ia terbangun di tengah malam hanya untuk menangis. Parahnya, terkadang saat ia sedang tertawa terbahak-bahak dengan temannya, setelah pulang ke rumah, ia malah langsung menangis.
Gadis itu berasumsi bahwa ia gila. Tidak normal. Tapi, rasanya hal tersebut tidak mungkin.
Satu per satu buliran air mata kian menetes berjatuhan di wajahnya, membuat wajahnya basah. Gadis itu menggigit bibir bawahnya agar isak tangisnya tidak terdengar.
Bea membenci dirinya yang sering menangis tanpa sebab. Dia membenci dirinya yang sering berpikiran terlalu berlebihan. Dia benci Ibunya yang tak pernah peduli dengannya. Dia membenci Ibunya yang bersikap seolah dirinya membenci anaknya sendiri. Dia membenci kehidupannya yang bergelimpangan harta, namun sama sekali tidak pernah merasa bahagia dengan apa yang ia milikki. Dia membenci hidupnya. Dia membenci semuanya.
Tiba-tiba, terlintas di dalam benaknya untuk menghubungi Louis. Walaupun rasanya tidak memungkinkan Louis datang pada larut malam seperti ini, setidaknya Louis bisa menenangkan dirinya.
Akan tetapi, waktu sudah menunjukkan hampir jam tiga malam dan Louis pasti sudah terlelap pulas dalam tidurnya. Akan tetapi, Bea tidak mempunyai pilihan lain.
Bea membawa tubuhnya untuk duduk, merasakn matanya yang berat akibat kantuk dan air mata. Dapat ia rasakan hatinya begitu perih walau pun tidak terjadi apa-apa, namun ia berusaha menyingkirkan semua itu dan mengambil ponselnya yang dibalutkan oleh case berwarna pink yang ia letakkan di atas meja.
Saat ini sudah ketiga kalinya Bea menelepon Louis, tetapi tak kunjung terdapat jawaban dari cowok itu. Jadi, Bea berasumsi bahwa Louis mungkin memang tidak mau di ganggu. Lagipula, siapa yang ingin terbangun di malam hari hanya untuk mengangkat sebuah panggilan?
Akan tetapi, saat Bea ingin menaruh ponselnya kembali ke atas meja, terdapat suara nada dering yang berasal dari ponsel Bea.
Bea kemudian mengangkat telepon tersebut dan mendekatkan ponselnya ke telinga.
"Nelpon malem mahal, tau. Lo bawel sih, daritadi gue mau nelpon balik, eh lo malah nelpon lagi. Gue kasian sama pulsa lo yang pasti sekarat." Louis menyambut Bea dengan menyerocos langsung. Di tambah lagi, dengan suaranya yang berat akibat baru saja bangun dari tidurnya. "Eh ada apa, nih?"
Namun, Bea hanya terisak. Mulutnya bergetar, sama sekali tidak bisa berkata apa-apa. Sebenarnya, dia ingin sekali mengucapkan sesuatu, namun yang keluar hanyalah sebuah isak tangis.
"Bea? Lo kenapa?" tiba-tiba suara Louis berubah menjadi sangat panik. "Astaga, Bea jawab gue. Lo kenapa? Siapa yang nyakitin elo? Atau lo sakit? Perlu gue bawain obat atau gimana?"
Lagi-lagi Bea tidak menjawab pertanyaan Louis yang beruntut seperti kereta api itu, tangisannya justru menjadi semakin deras.
"Bea, kalo lo terus-terusan nangis gini, gue ga tau lo kenapa," papar Louis, nadanya masih benar-benar khawatir.
"Gue sedih," jawab Bea dengan singkat.
"Lo sedih kenapa? Siapa yang bikin lo nangis? Cowok? Kalo cowok, entar besok gue yang hadapin. Sok jagoan banget lagian bikin sahabat gue nangis. Banci."
"Louis gue sedih, tapi gue ga tau kenapa."
"Hah?" Louis terkejut. "Gimana bisa?"
"Tuh, kan, gue abnormal. Udah deh. Lo matiin aja telponnya daripada lo denger suara gue nangis," ucap Bea. Dan dengan itu, dia langsung memutuskan sambungannya.
Bea kembali menaruh ponselnya yang berada di genggamannya ke atas meja. Tangannya bergerak untuk mengambil selimut berwarna merah muda pucat untuk membungkus sekujur tubuhnya.
Dan hal yang malah terjadi adalah; tangisannya semakin parah.
"Gue ga kuat," rintihnya dalam tangisannya. Tubuhnya melengkung memeluk guling dan tubuhnya terbungkus oleh selimut.
Perlahan tapi pasti, Bea menyisihkan selimut yang menyelimuti tubuhnya lalu dengan napasnya yang tersenggal-senggal Bea berjalan menuju meja riasnya. Tangannya bergerak untuk membuka laci yang berisikan alat-alat makeup. Pasti disana terdapat benda tajam.
Mata Bea menangkap sebuah silet berbungkus kertas putih, dengan ragu ia mengulurkan tangannya dan mengambil kertas tersebut.
"Satu goresan aja, entar tangan gue jelek," gumam Bea pada dirinya sendiri, lalu kepalanya mengangguk-angguk meyakinkan dirinya.
Perasaannya masih begitu ragu untuk mencoba hal-hal ekstrim seperti ini, namun hati Bea seakan menggedor-gedor agar Bea cepat-cepat menggoreskan benda tajam itu di kulitnya.
Tangan Bea yang bergemetar akhirnya berhasil membawa silet itu ke pergelangan tangan kirinya, dia mencoba untuk menggoreskan silet tersebut dengan pelan di atas permukaan kulitnya. Tetapi disana tidak terdapat bekas goresan atau apapun. Jadi, gadis itu kembali mencoba.
Kali ini dia berusaha untuk menggores sedikit lebih cepat dan dalam agar darah segar dapat mengalir keluar dari kulitnya. Dan ketika hal itu terjadi, rasa sakit seakan menjalar di sekujur tubuhnya dan membuatnya bergerming.
Dia merasakan ketenangan yang luar biasa.
Rasa perih yang berada di pergelangan tangannya itu seakan memakan luka hatinya habis-habis tanpa sisa, matanya tertutup rapat menikmati sensasi dari luka yang ia buat. Hatinya benar-benar terasa lebih damai.
Ketika membuka matanya kembali, Bea tersenyum kecut melihat dua tetesan darah mengalir dari luka yang ia perbuat. Masa bodoh, ini enak. Bea menyukai hal ini. Bea harus membuat luka baru lagi agar ia tidak merasa sedih lagi.
***
Imdying to have a guy friend like louis ffs
Ohiyaaaaa btw yang bea sering nangis tanpa sebab itu keinspirasi dari ffnya ipeh aka quitebritish yang judulnya 'lypopherenia'(oke gue gatau penulisannya bener apa engga WKWKWK). Soo, hii ipehh!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Sad Soul » lt
Fanfiction❝ Sometimes, the saddest people smile the brightest. ❞ Copyright © 2015 by vischa All Rights Reserved