Song for this chapter:
Birdy - Not About Angels
Wiz Khalifa ft. Charlie Puth - See You Again
One Direction - Moments
***
◊ Louis ◊
Louis melihatnya. Louis melihat Bea yang sedang memakai gaun putih kemudian masuk ke dalam peti tempat peristirahatan terakhirnya. Dalam hati, Louis berpikir bahwa gaun cantik itu lebih baik untuk dipakai pada saat acara pernikahan mereka di beberapa tahun yang akan mendatang, Louis juga mereka-reka kejadian yang akan terjadi jika Haley, Isaac dan Allison datang ke pernikahan mereka. Tapi itu bukan saatnya untuk berpikiran seperti itu.
Louis sempat membelai wajahnya yang dulunya mulus, namun saat tangan cowok itu menyentuhnya sekarang malah terasa dingin, kaku, dan keras. Tangan Louis sempat memegang tangan Bea yang dahulunya masih lembut, tidak seperti sekarang yang sedingin es.
Cowok itu tidak tahu butuh waktu berapa lama untuknya agar dapat menerima semua ini. Bea sudah tidak ada. Namun, kesadaran itu akhirnya kembali menghatamnya, Louis bahkan belum berkata apa-apa soal perasaannya terhadap Bea.
Sepanjang acara pemakaman berlangsung, Louis tak henti-hentinya berharap kalau saja ia bisa mengembalikan nyawa gadis itu masuk ke dalam tubuhnya yang sedang berada di dalam peti itu. Namun semuanya tidak bisa, itu hanya khayalan Louis.
"Louis, aku tau ini berat buat kamu," ucap gadis yang berada di samping Louis itu, Haley.
Louis tidak menghiraukan perkataan Haley, ia benar-benar tidak tahu lagi apa yang harus dilakukannya saat ini, kenyataan bahwa Bea sudah tiada benar-benar menghantamnya. Setelah acara pemakaman selesai dan orang-orang berhamburan pergi, Louis maju untuk melihat tempat peristirahatan terakhir Bea.
Kenyataan itu lagi-lagi membuat Louis sangat terpukul, nama Beatrix Maguire memang benar-benar tertera disana dan ini nyata. Bukan mimpi buruk. Louis jatuh berlutut di samping makam Bea, semua daya hilang dari tubuhnya. Louis merasa ingin menangis atau dia saat ini memang sudah menangis.
Semua yang berada di dalam dirinya memekik, berharap untuk satu kali tatapan lagi, satu kali genggaman lagi, satu kali kecupan lagi, satu kata lagi, satu omelan lagi, dan satu kali lagi kesempatan untuk menjaga gadis itu.
Wajah Louis bergemetar.
"Haley, bisa minggir agak kesana bentar? Gue mau bicara sama Louis," ujar seseorang di belakang Louis yang tak lain adalah sahabat Bea.
"Oh, iya kak." setelah itu, Haley pergi.
Dapat di pastikan oleh Louis saat ini bahwa mata Ava merah dan bengkak, namun hanya tertutup oleh kacamata hitamnya itu. "Gue tau rasanya, dia sahabat gue."
Louis menengok. "Gue telat, gue telat."
"Emang lo telat, dasar bego," celetuk Ava dengan wajah datarnya sambil membenarkan kacamata hitamnya.
Louis tidak bersuara, hanya menatap Ava.
"Gue bercanda, oke?" ujar gadis pirang itu, tertawa hambar padahal matanya masih begitu sembab akibat penangis sepanjang upacara pemakaman.
"Iya, gue tau."
Ava terdiam sebentar. "Tapi kali ini gue serius, Louis," paparnya. "Setelah ini, lo harus janji sama gue demi Bea buat tetep jalanin hidup lo kayak biasanya. Lo boleh sedih, gue tau kok rasanya gimana kehilangan Bea itu gimana. Gue sahabatnya, Lou.
Lo sedih, itu udah pasti. Lo boleh sedih. Tapi lo harus inget kalo lo masih punya kehidupan yang masih berantakan dan lo harus urus itu semua. Kadang semuanya ga akan seindah yang kita bayangkan. Cerita tentang persahabatan lo dan cerita cinta lo udah ditulis kekal di dalam buku abadi yang ga bisa lo ganggu gugat sama Tuhan. Sekarang tugas lo cuma satu; jalanin seluruh alur yang ada. Itulah kehidupan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sad Soul » lt
Fanfiction❝ Sometimes, the saddest people smile the brightest. ❞ Copyright © 2015 by vischa All Rights Reserved