I was thinking about new life when I saw this pict. Like, a baby that come to this story.
So in this chapter i make the lead woman pregnant. Yipppiiieee
****
Pintu ruang kantornya terbuka tanpa ketukan sebelumnya. Arlena mengalihkan perhatiannya dari berkas yang sedang dipelajarinya, dilihatnya Abib masuk dengan tergesa.
"Ngapain lo di sini?"
"Kerja"
Abib mendengus kesal, "Lo masih punya waktu 4 hari dari 7 hari cuti yang lo punya".
"Sudah cukup refreshingnya. Aku udah tenang" ucap Arlena dan kembali menatap file-file di hadapannya. Dengan kesal Abib merebut file tersebut lalu menutup mapnya.
"Tell me. Everything"
"Ini masih jam kerja. Kamu memang teman ku ..."
"Satu-satunya. Temen. Yang. Lo. Punya" potong lelaki parlente itu.
Arlena menganggukkan kepalanya dengan malas, "ya, satu-satunya temen yang gue punya, tapi... gue tetap bos lo, so... back to your room do your obigation here" ultimatumnya lalu mengulurkan tangannya meminta file yang tadi direbut asal oleh Abib.
Abib mendesah lelah, meletakkan file tersebut di hadapan Arlena kembali lalu melangkah keluar, "Lunch nanti, ceritain semuanya" pintanya sebelum menutup pintu.
"Oke" dianggukkannya kepalanya, masih menatap filenya serius.
Selamat datang kembali, Life!
****
Abib menatap Arlena serius, tak mengindahkan makanan di hadapannya.
"Waktu makan siang itu sebentar, cepat makan" Arlena menaikkan pandangannya dari piring di hadapannya, menatap lelaki yang terus menatapnya dari tadi."Ceritanya adalah...." alis Abib terangkat tinggi hampir menyentuh ujung dahinya, tanganya mulai menyuapkan makanan ke mulutnya.
"Aku ketemu dia" Arlena menghentikan ucapannya, menatap sahabat satu-satunya yang balik menatapnya tanpa sepatah kata pun.
"Bersama perempuan itu..." Arlena bisa merasakan ketegangan meliputi Abib, walau lelaki di depannya ini hanya diam menatapnya, memintanya untuk melanjutkan.
"Mereka serasi. Dia tampan, perempuan itu cantik. Tipe perempuan yang bisa dengan mudah disukai lelaki." lanjutnya. Dia menggigit bibir bawahnya, matanya memerah, mencoba menahan lelehan yang kapan saja bisa mengaliri pipinya.
Abib menggenggam tangan Arlena lembut, diusap-usapnya menenangkan.
"I am broken... perasaan ini..." Arlena menggelengkan kepalanya.
"Aku tak tahu apa yang kurasakan, semula kukira ini hanya rasa sakit karena diabaikan, tapi aku sudah sering diabaikan. Aku menguatkan diriku sendiri. Ku kira ini hanya... entahlah. Aku tak pernah merasakan ini sebelumnya. Perasaan seperti apa ini? Dadaku sesak melihatnya menggandeng wanita lain, aku ingin menariknya pergi. Membawanya untuk diriku sendiri".
Dirasakannya semakin erat genggaman Abib di jarinya yang dingin.
"You gonna be okay, he is not worth it... lelaki seperti dia gak pantes buat lo, you deserve the best..."
Arlena tersenyum miris, ya dia memang berharap ada yang terbaik datang padanya, tapi harapan itu sudah lama hilang. Dia tak ingin hal yang muluk, saat ini yang diinginkannya hanya kembali menjadi Arlena yang dulu, sebelum dia mengenal Dimas Arya Adirza. Sebelum dia berharap akan adanya lelaki yang mencintainya.
****
Malam ini terasa sangat panas dan gerah, Arlena tersentak bangun karena merasa kepanasan, padahal AC sudah disetel dengan suhu yang rendah. Dilihatnya waker, pukul 02.45.
Dengan langkah berat, dia menuju kamar mandi. Mencuci wajahnya yang memerah karena panas. Tak puas dengan itu. Dia melangkah menuju shower, dilepaskannya baju kaos kebesaran favoritnya dan celana piama. Setelah mengatur suhu air sesuai dengan yang diinginkannya, Arlena membasahi dirinya. Mencoba menghilangkan gerah yang tak mau pergi.
Setelah merasa cukup segar, ditatapnya dirinya di depan cermin. Ada yang berbeda dari tubuhnya. Dia semakin berisi. Payudaranya juga semakin membesar, dan putingnya sangat sensitif. Akan terasa sakit bila tersentuh. Dan yang membuat matanya tak berkedip adalah, tonjolan di perutnya. Tidak terlalu besar. Tapi Arlena memiliki tubuh ramping tanpa embel-embel lemak berlebih di perut. Nafasnya tercekat ketika dia menyentuh tonjolan tersebut...
agak keras
Dengan terburu-buru dipakainya baju dan celana. Dia mencari kalender dan melihat tanggalnya. Sudah dua bulan dia tidak kedatangan tamu bulanan. Arlena terduduk di samping tempat tidurnya. Tangannya bergetar pelan yang lama kelaman bergetar kuat. Dipeluknya lututnya erat, menekan perutnya yang membuncit.
Tbc_
apa ini??? Entahlah.. cerita ini ngebosenin ya? Sama saya juga ngerasa gitu. Ide-idenya gak muncul-muncul. Lihat gambarnya saya makin bingung. Huehehehehe... maafkan yaaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Catching Your Heart (ON GOING)
Fiction généraleArlena mulai mempercayai bahwa akan ada cinta dan kebahagian untuknya. Namun itu semua sirna, hilang tak bersisa meninggalkan sakit hati dan rasa malu. "Ketika kau pergi jangan harap untuk kembali". Dia tetap pergi, meninggalkan Arlena yang hanya...