Chapter 26

9.7K 1K 130
                                    

"Ini saja?" suara berat Dimas menarik perhatian Arlena. Pria dengan kemeja biru yang lengannya digulung hingga ke siku itu menatap Arlena bertanya.

Tidak menjawab Arlena hanya menatap Dimas datar, kemudian berjalan mendahului pria tersebut menuju pintu apartmennya. Tidak ambil pusing dengan sikap dingin perempuan tersebut, Dimas dengan sigap menarik kendali atas tas berpergian kecil yang dibawa Arlena.

"Mulai saat ini kamu tidak boleh membawa yang berat-berat." Ultimatum Dimas, ada senyum kecil di bibirnya dan tatapan mata hangat yang tidak bisa ditolak.

Menarik nafas dalam, Arlena kembali tak bersuara. Bolehkah berkata jujur? Perempuan mana yang tidak senang dengan perhatian-perhatian kecil yang diberikan padanya. Terlebih oleh seseorang yang pernah menjadi salah satu harapan untuk hidup yang lebih baik. Dan bahkan tanpa melakukan apa pun, Arlena si perempuan bodoh ini memang sudah terperangkap dalam pesona seorang Dimas Arya Adirza. Dia hanya mencoba membentengi dirinya agar tidak terjerumus lebih jauh, karena sekali disakiti sudah cukup baginya.

"Ada yang kau inginkan?" kembali Dimas bersuara setelah hening yang cukup lama, hanya lantunan merdu musik klasik yang diputar di stereo mobil terdengar. Menoleh sedikit, Dimas mengeluarkan senyuman kecut saat Arlena tampak tidak berminat menjawab pertanyaannya. Dimas sengaja mengemudi dengan kecepatan yang bisa dikatakan lambat, hanya untuk menghabiskan waktu sedikit lebih lama berdua dengan Arlena terlebih mengemudi dengan kecepatan kencang hanya akan membahayakan mereka kan? Begitulah hatinya mencoba membenarkan. Tapi, sepertinya dia membawa patung karena Arlena sama sekali mengabaikan dirinya.

"Ku dengar wanita hamil suka ngidam, kamu pernah ngidam, Len?" tidak berhenti sampai di situ, saat lampu merah menyala pria itu kembali memulai obrolan, Dimas pantang menyerah. Dan pria itu tersenyum ketika Arlena menolehkan kepala dan menatap Dimas.

"Aku melakukan ini karena Ibu, so stop there Dimas. Aku tidak butuh yang lain."

Sakit? Entahlah Dimas tidak tahu dan mengerti apa yang dia rasakan. Hanya saja tanpa sadar jemarinya mengenggam erat kemudi dan senyumannya hilang tak berbekas. Apa yang kau harapkan dari wanita yang kau sakiti hatinya? Mungkin saat ini Arlena sedang membalas semuanya. Dimas tertawa pedih di dalam hati.

.

.

.

.

.

Kamayu menyambut Arlena dengan tangan yang terbuka lebar, pelukan hangat yang selalu membuat nyaman dan pedih di saat bersamaan. Ini adalah jenis pelukan yang selalu diinginkan oleh Arlena sejak kecil hingga dia mulai menyerah, menyerah untuk berharap mama maupun papanya mau sedikit saja berbaik hati padanya seperti ini.

"Selamat datang kembali..." satu kecupan diberikan Kamayu di kening Arlena yang sukses membuat air mata wanita tersebut meluruh.

Kamayu yang terkejut langsung menghapus pelan air mata itu yang malah semakin deras turun, "Duh, jangan nangis tho nduk."

Arlena memeluk Kamayu erat, wanita paruh baya tersebut sangat mungil di pelukan Arlena, tapi entah mengapa dia merasa sangat dilindungi. Kalau dulu dia mengatakan hanya Dimas lah masa depan yang lebih baik itu tapi sesungguhnya ada hal lain yang membuatnya semakin terluka yaitu kegagalan pernikahan mereka juga mengakibatkan dia gagal mendapat keluarga hangat yang diinginkannya ini.

Dimas dan Agus Adirza memerhatikan dalam diam. Semakin sesak lah dada Dimas ketika sebuah pertanyaan muncul di kepalanya, bagaimana tindakan keluarga Arlena terhadap perempuan itu? Seberapa berat yang telah dia lalui? Karena dia tahu betapa tidak harmonisnya keluarga wanita tersebut, Arlena pernah menyatakannya ketika mereka masih bersama. Kenapa dia tidak memikirkan hal itu dulu? Oh benar, karena dia adalah lelaki egois yang terjebak cinta lama. Shifa? Dimas mengerang mengingat pacar-nya itu.

"Wanita hamil hormonnya ndak nentu ya buk." Agus mengatakan hal tersebut, sambil mengelus kepala Arlena.

"Iya pak, jadi ingat masa lalu." Celetuk Kamaya dengar kerlingan kepada suaminya, kemudian disusul dengan tawa pelan sepasang suami istri tersebut.

"Masuk yuk buk, pak, Len." tutur Dimas setelah tawa kedua orangtuannya mereda. Masih sempat dilihat olehnya bagaimana Arlena menghapus air matanya. Dimas menarik nafasnya pelan. Dia harus melakukan sebuah tindakan. Kali ini semoga ini yang terbaik.

.

.

.

.

.

TBC

Udah nunggu lama, updatenya dikit pasti kalian mau ngutuk aku  :(

Jangan ya. Doain yang baik-baik aja okaaay. Biar lebih sering update :)

See yaaa

Catching Your Heart (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang