Chapter 20

16.1K 1.4K 98
                                    

Nyokap lo ada di dalam."

Arlena menatap termagu pada Abib yang baru saja menyapanya dengan kalimat yang saat ini sangat amat tidak ingin dia dengar. Melihat istri dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja datang dan masuk ke ruangan Arlena dengan wajah bertekuk maka Abib memutuskan untuk menunggu Arlena di depan pintu ruang kerja perempuan tersebut.

"Sepertinya bukan hal yang baik." Gumamnya kemudian ketika Arlena menghela nafas berat dan beranjak untuk membuka handel pintu. Pikiran dan tubuh Arlena sudah lelah akibat pembicaraannya dengan Dimas, ini ditambah mamanya datang. Seharusnya dia langsung pulang saja tadi, istirahat, namun karena ingin mengambil beberapa laporan untuk dikerjakan di apartemen Arlena memutuskan untuk singgah ke kantor terlebih dahulu. Mamanya tidak pernah datang ke kantornya bila tidak ada hal mendesak. Dan firasat Arlena pun mengatakan ini adalah hal buruk.

"Thanks." Ucap Arlena, tersenyum kecil kepada Abib yang masih belum tega membiarkan sahabatnya itu masuk ke ruangan yang diisi singa betina PMS.

"Ma? Apa kabar?" tanya Arlena setelah menutup pintu ruangannya, dia mendekati Mamanya sedang duduk dengan kaki kanan ditumpukan ke kaki kirinya di sofa. Mendengar suara anak perempuannya itu, Nyonya Shania Atmaja langsung berdiri dan menatap Arlena dengan pandangan sinis.

Plak!

Arlena menatap terkejut pada mamanya yang menamparnya tidak tanggung-tanggung. Wanita paruh baya tersebut tampaknya mengerahkan seluruh tenaganya untuk meninggalkan bekas telapak tangan di wajah Arlena.

"Ma?" suara Arlena tercekat, ia memegang pipinya yang terasa panas.

"Anak tidak tahu diri kamu ya! Dasar tidak tahu malu! Belajar dimana kamu jadi perempuan murahan?!" teriak nyonya Atmajaya. Matanya menatap penuh amarah pada Arlena yang terdiam dengan mata berkaca-kaca. Orang tuanya memang bukan orang tua sempurna yang mencurahkan anaknya dengan kasih sayang berlimpah, namun bukan pula orang tua yang akan melakukan kekerasan fisik padanya. Mereka tidak pernah mengangkat tangan pada Arlena, mereka lebih sering melukai mentalnya.

"Apa maksud mama?"

"Jangan pura-pura tidak tahu Arlena, kamu hamil! Kamu hamil kan?! Kamu hamil di luar nikah seperti wanita murahan! Orang-orang sudah membicarakan hal ini?! Pegawai-pegawai kamu! Sebentar lagi teman-teman mama juga akan tahu, rekan bisnis papa kamu juga! Kamu tahu bagaimana malunya mama?! Tahu kamu?!" Shania menghempaskan tangannya sembarangan, wajahnya berubah warna menjadi merah menahan semua rasa amarah.

Tidak mampu menjawab apa pun, Arlena hanya mampu menunduk menatapi ujung sepaitunya.

"Kenapa diam?! Ayo sangkal semuanya! Sangkal kalau kau hamil!!" Shania kembali menjerit frustasi, yang dirinya inginkan saat ini adalah penyangkalan Arlena bahwa perempuan itu hamil, tapi melihat anaknya diam saja dan terlebih melihat bentuk tubuh Arlena yang walau tidak berubah banyak namun perutnya seolah meneriakkan dengan lantang kenyataannya. Memang belum terlalu besar, namun jika kau jeli kau akan tahu dan Shania Atmaja sudah hidup cukup lama untuk mengetahui hal tersebut.

"Aku hamil." Lirih namun jelas. Shania merasakan tamparan tak kasat mata. Menohok ulu hatinya kuat.

"Kau benar-benar tidak tahu diuntung!" desisnya penuh penekanan, menatap Arlena nyalang, membuat Arlena semakin merasa kerdil, "Papamu ingin bicara. Ayo cepat!" tanpa menunggu Arlena, wanita paruh baya tersebut meninggalkan ruangan Arlena. Meninggalkan Arlena yang termagu dalam tetesan air matanya yang mengalir. Jemarinya menghapus sisa-sisa lelehan kerapuhannya, Arlena mendongak dan menatap Abib yang terdiam terpaku, berdiri di depan pintu yang masih terbuka lebar. Tanpa berbicara apa pun, Arlena meninggalkan Abib yang masih terdiam, mengikuti jejak mamanya yang sudah pergi duluan.

Catching Your Heart (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang