Chapter 16. How Stupid I am

9K 469 51
                                    

So who's the winner? Ardi did

__________________________

"Aku buatkan kopi lagi?"
Gue mengangguk
Dia buat kopi kenapa lama ya?
Gue tiduran sambil melihat bintang.
Ardi naik membawa dua mug kopi dan roti bakar.
"Kamu lapar khan?"
Gue tersenyum
Dia cocok jadi istri...

Ada beberapa hal yang mengganjal yang sebenarnya gue pengen tahu, tapi gue takut kebenaran.
Gue coba bertanya dan berharap gue ga  lebih pedih lagi ataupun menyinggung Ardi.

"Yang...!"
"Iya sayang..!"

"Kalau kamu butuh buat bayar sekolah, kenapa kamu cuma sama orang itu aja? Mungkin jika kamu gigolo, aku masih bisa memahami!"

"Bukannya kamu sudah tahu jawabannya. Dan tindakanmu menolongku, sayang." Dia tersenyum

"Jawaban apa? Di suratmu ga ada cerita apa kenapa, cuma uang saja."

"Kamu suruh Mas Sony ke kantor Mama kamu."

Jadi ceritanya, setelah kejadian gue gamparin Putera. Gue telephone Mas Sony, buat ambil PC, laptop dan apapun data di ruangan Putera sampai se sampah-sampahnya semua. Mas Sony kebingungan, karena tidak mengerti soal komputer dan peralatan lain. Padahal permintaan gue segera, dan jangan sampai orang kantor tahu.
Sementara Mas Dhika ada acara kampus kunjungan ke Kampung Naga. Mas Sony hubungi semua teman-teman dekat gue, semua berada diluar Jakarta. Ardi yang menyanggupi, tetapi dia tidak punya uang untuk membeli tiket. Malam itu juga, Mas Sony mentransfer sejumlah uang ke Ardi untuk membeli tiket dan ongkos lain-lain. Uangnya diambil dari uang operasional rumah yang gue taruh di meja gue.

Sesampainya di Jakarta, di jemput Mas Sony untuk membereskan ruangan Putera. Itu adalah berkah bagi Ardi.
Karena di dalam PC itu tersimpan video dan photo mengenai Ardi dan Putera. Selama ini, setiap Ardi menolak, Putera selalu mengancam mengenai video itu.
Agar Ardi tidak mengambil file tersebut , satu-satunya tempat yang tidak bisa dimasuki Ardi adalah kantor Mama gue.
Ardi tidak peduli komputer tersebut dikunci Password, karena pasti aman apabila disimpan di rumah gue.
Ardi sebelumnya senantiasa diancam, sehingga dia terikat dengan Putera walaupun mendapatkan uang.

Mendengar cerita itu gue menyesal banget dengan sikap gue ke Ardi.

"Kenapa kamu ga cerita?"

Dia menggelengkan kepala.
"Sebenarnya aku kepingin minta tolong kamu, tapi aku takut tambah berantakan. Berantakan hubungan kita, aku tambah malu sama Mama kamu, berantakan pula urusannya apabila ketahuan orang luar."

"Hidupmu kaya drama yang."
Dia tersenyum

"Selain dengan orang itu, apakah kamu pernah dengan orang lain? Maksudku selain aku?"

Dia menunduk
"Aku harus cerita?"

"Ya."

"Ada."

"Siapa?"

"Namanya Ridwan. Dan aku hanya sekali dengan dia."

"Kamu dibayar berapa?"

Dia menoleh ke arah gue, sambil menelan ludah
"Seharga action figure Batman yang kamu pajang di meja kamu."

"Hah? Kamu jual diri kamu cuma buat beli action figure itu?

"Aku mencintai kamu....Kamu memberiku banyak. Sedangkan aku belum pernah sedikitpun memberikan kamu sesuatu. Hanya dengan tubuhku satu-satunya aku bisa dapatkan barang itu."

Ya Tuhan maafkan aku......
Itu action figure termahal yang aku punya, bukan harga barangnya, tetapi nilainya. Gue perih banget.
Gue menangis terisak, dia dengan lembut mengusap kepala gue.

"Kenapa kamu ga minta sama bajingan si Putera itu?"

"Dia ga akan membelikanku. Aku sudah sepakat dengan dia untuk membiayai sekolahku dan sekolah adekku. Dan dia ga akan mengganti uang apabila ga ada bukti bayar."

"Yang kamu bicarain tadi apakah nyata?"
Dia mengangguk.
"Aku ikut dia ke Bali, karena aku butuh buat tahun ajaran baru."

"Kamu tahu, dia kerja di kantor Mamaku?"

"Aku tahunya saat ke rumah kamu.
Aku lihat foto keluarga dan beberapa foto Mama kamu.
Mamamu pernah foto bareng dengan Putera, dia pernah tunjukkan itu padaku."

"Jadi kamu baru sadarnya disitu?"
Dia mengangguk.
"Makanya aku nanya, apakah kamu model. Karena Putera bilang kalau anak Boss nya itu seorang model."

Gue geleng-geleng kepala. Betapa bodohnya gue.

"Saat kamu di Bali, apakah kamu tahu aku ke Bali juga?"

"Tahu, tapi aku ga mengira kamu bisa mendeteksi hubunganku dengan Putera. Aku sama sekali ga mengira, kamu menyelidiki sejauh itu bahkan menjebakku dan Putera."

"Kenapa kamu bisa ga mengira?"

"Karena kamu ekspresif, kamu ga bisa sembunyikan perasaanmu. Kamu menyukaiku saat pertama bertemu juga sangat terlihat. Tapi ternyata kamu susah ditebak."

"Kenapa kamu tidak ceritakan ini ke aku, saat kamu tinggal disini?"

"Karena kamu tersakiti, aku yang menyakiti kamu. Aku ga bisa berdalih, aku cuma berharap waktu bisa memulihkan kamu dan bisa bicara seperti ini. Bukan aku bicara dahulu, tapi kamu yang pertama bertanya. Dan aku harus bersabar sampai waktunya tiba."

"Kenapa kamu mau lakukan itu semua kepadaku?"

"Sudah aku jelaskan di surat, kamu satu-satunya orang yang memberiku cinta, ga peduli siapa aku atau bagaimana keluargaku.
Keluarga kamu menerimaku sebagai manusia.
Mungkin aku seperti kisah dongeng, seorang yang miskin, mendapatkan pangeran yang tampan dan kaya.
Tapi bukan itu, aku hanya ingin dicinta dan itu dari kamu. Kalau kamu ternyata anak orang kaya mungkin itu sebuah bonus."

"Tahukah kamu, kalau aku selalu menginginkanmu?"

"Tahu sekali. Saat kamu menyakiti diri kamu, sebenarnya kamu membutuhkan aku. Tapi kamu terlalu pedih karena aku sakiti."

Gue bodoh sekali, gue sudah menghakimi Ardi. Padahal dia adalah orang terbaik untuk gue.
Cuma gue mau meralat ucapan Ardi
Gue Pangeran Tampan? Salah
Ardi adalah Pangeran Tampan sebenarnya.

Gue ajak Ardi turun ke bawah, gue gandeng tangannya.
Dia milik gue dan ga akan pernah ada lagi orang lain bisa mengambil dari gue.

"Eh bentar deh yang, Putera tahu ga soal hubungan kita?"

Ardi menggelengkan kepala.
"Dia shock! Seorang anak pemilik perusahaan, yang baru tiga hari kerja aja tahu kalau dia homo. Memergoki bawa brondong di Hotel.
Bahkan kamu bilang sekantor tahu kalau dia homo.
Belum lagi soal ngerekam video dia lagi ML yang disimpan di komputer kantor.
Dia ngerasa sudah habis.
Kamu bilang ke Bogor naik pesawat khan? Dia sorenya ditelephone Mama kamu, dia bilang besok sebelum berangkat ke Bali mau check proyek di Bogor. Pas khan?"

Hmm...Gue ngerasa menang.

"Aku benci kamu!"

"Kenapa?"

"Kamu panggil Putera pakai sayang, samain ke aku."

"Demi duit, kalau ga gitu susah cair dananya."

"Bedaaain, aku ga mau dipanggil sayang lagi."

"Terus apa?"

"Ga boleh sama. Aku terhina."

"Cinta?"

"Terus kamu Rangga gitu? Enggaaaa!"

"Pipi?"

"Jijiiik!"

"Darling?"

"Ketuaan!"

"Apa dong?"

"Tanggung jawab pokoknya. Aku ga mau tidur ma kamu sebelum pakai nama panggilan yang bagus!"

"Serius?"

"Serius..."

"Yaudah gpp...aku tidur di kamar lain."

"Mmmmm...jangan!"

Damn! I Really StupidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang