#11. Kencan Bag.1

5.7K 197 13
                                    

Decitan roda yang bergesekan pada aspal jalan menandai motor C*R-ku yang memberhentikan diri dengan gagahnya. Aku membuka helmku, kemudian membelai rambut guna menambah pesona yang dapat membuat para gadis pingsan di tempat. Untungnya, di sekitar sini terbilang sepi, tidak terlihat adanya orang, jadi tidak ada yang kehilangan kesadaran mendadak. Tapi mungkin saja ada yang iseng mengintipku dari balik jendela rumah dan sekarang sedang terkapar bahagia.

Perlahan aku mengangkat sebelah kaki dan turun dari motor. Dengan kemeja abu-abu berlengan sebatas siku dan celana jeans hitam, menurutku sudah cukup agar penampilanku dikategorikan tampan dan berani.

Benar, hari ini—minggu—adalah hari yang spesial. Jika ini galge, maka aku sedang berada di salah satu event penting yang berpotensi menentukan ending ceritanya. Meski alasannya adalah untuk survei rasa di tempat orang yang menjual jamur Enak, tetap saja pergi berduaan dengan Erina adalah sesuatu yang sangat sayang jika disia-siakan. Ditambah dengan cuaca yang cerah dan kicauan burung penyejuk hati, benar-benar membuat pagi ini begitu sempurna.

Membonceng Erina menggunakan motor C*R, ngebut ketika berhadapan dengan polisi tidur, mendengar teriakan "kyaa"-nya yang imut, kemudian suasana romantis akan ... ah, beragam simulasi yang terpikir membuat fantasiku semakin melebar.

Benar. Intinya, pertarunganku dimulai kembali. Akan aku usahakan untuk membuat kenyataan yang ada menjadi semanis mungkin!

Langkahku agak mengecil setelah melewati pagar rumahnya, kemudian menekan tombol di dekat pintu masuk. Tidak lama setelah bunyi-bunyian menyebar ke dalam rumah, gagang pintu yang bergerak mengawali terlihatnya sosok yang aku nanti-nantikan.

Wajah polos nan datarnya adalah hal yang pertama kali tergambar di mataku. Tidak ada yang mencolok dari pakaiannya; baju kaos biru mudanya dilapis jaket kain pink dengan rok hitam yang mencapai mata kaki. Manis adalah kesan yang aku dapatkan ketika menyadari gaya rambutnya yang dikuncir kuda.

Ini pertama kalinya aku melihat Erina berpenampilan seperti ini.

Eh? Tunggu dulu. Apa jangan-jangan ini merupakan kode bahwa dia sangat menantikan untuk jalan berduaan denganku? Aku membayangkan tentang Erina yang berpose di depan cermin sambil mencoba beragam jenis pakaian dan gaya rambut. Lalu teringat akan jangka waktu yang semakin sempit membuatnya kebingungan, hingga berakhir dengan penampilan seperti sekarang ini.

"Kak Bintang?"

Seruannya itu seketika membuyarkan lamunanku yang makin meliar.

"Erina, kamu cantik banget hari ini."

"Oh. Kak Bintang juga cantik kok."

Kamvret! Itu pujian atau hinaan? Bisa-bisanya dia mengucapkannya dengan muka triplek itu. Sebagai respons, aku hanya tertawa kecil—yang aku harap bisa menciptakan pesona sebagai cowok tampan dan berani.

Ah, daripada berlama-lama di sini, sebaiknya kami segera berangkat, supaya momen di sana menjadi lebih panjang. Baru saja mau berkata "ayo berangkat", rasa penasaranku muncul di saat menyadari kalau Erina tidak membawa tas selempang atau sejenisnya.

Ayolah, di pengalamanku berkencan dengan cewek, tas selempang merupakan salah satu benda yang selalu mereka bawa. Entah apa yang ada di dalam sana (selain peralatan make-up), aku tidak terlalu mengetahuinya, karena aku bukan cewek.

"Oh iya, Erina. Apa kamu enggak melupakan sesuatu seperti ... tas misalnya ...."

"Sesuatu, ya ...."

Ikeh Ikeh KimochiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang