01

92.8K 3.5K 116
                                    



01; Why you wanna trip on me?

*

Devin terlihat murung sepanjang perjalanan pulang dari sekolah ke rumah. Hari pertama masuk sekolah memang tidak selalu membawa kesenangan atau kebahagiaan untuk sebagian murid. Devin Kurniawan salah satunya, gadis yang baru menginjak umur 17 tahun itu menjadi murid pindahan di SMA Pasopati semenjak seminggu yang lalu. Percayalah, baginya menjadi murid pindahan tidak mengenakkan - Tidak seperti dominan drama yang baru saja peran utama itu pindah sekolah dan seketika semua orang menyukainya dan menemaninya.

Ia sama sekali tak bisa beradaptasi dengan lingkungan baru. Dari kecil, Devin memang orang yang cukup pendiam dan pemalu, apalagi selama hidupnya dari mulai masuk sekolah taman kanak-kanak; Ia dimasukkan ke sekolah khusus perempuan. Jadi berhadapan dengan pria adalah hal yang terumit baginya - Kecuali jika ia bersama ayahnya.

Perempuan itu terlihat memarkirkan motornya ke dalam garasi rumahnya sebelum akhirnya ia kembali menutup pintu pagar rumahnya; Ia menghela napas panjang dan melepaskan helm-nya lalu menaruh helm tersebut ke rak yang tak jauh dari lokasinya berdiri.

Devin membuka pintu depan, ternyata tak terkunci. Ia pikir ayahnya sudah pulang pasti dari kerja - Ia pun masuk ke dalam dan menutup pintu; lekas melepas sepatu.

"Papa?"

"Iyaaaa?"

Mendengar suara berat khas milik pria kesayangannya; Devin tersenyum lebar dan buru-buru merapihkan sepatunya. Ia melangkahkan kaki ke dalam sana, menoleh kanan-kiri sampai mata menemukan seorang pria paruh baya yang berada di dapur telah tersenyum terarah pada Devin.

"Gimana sekolahnya, Vin?" Tanya sang Ayah.

Aldy Kurniawan; Seorang karyawan biasa yang kini sendiri menghidupi dan menjaga anak semata wayangnya, yaitu tak lain dari Devin sendiri.

"Seru kok Pah! Semuanya pada baik sama Devin." Tukas Devin dengan senyuman yang terhias di bibirnya.

Bohong.

Perempuan ini pasti selalu berbohong soal cerita sekolah itu pada ayahnya; Mau bagaimana? Ayahnya sudah susah-susah membiayakan Devin ke sekolah tersebut, membiayakan saja Devin sudah merasa sangat menyusahkan ayahnya, tak mungkin kan Devin menambahkan beban ayahnya dengan masalah 'beradaptasi'-nya di sekolah barunya tersebut?

"Papa kok udah pulang jam-jam segini?" Tanya Devin yang mulai berjalan menjauhi ayahnya seraya melepaskan tas ransel miliknya.

Ayahnya hanya terkekeh. "Papa mau cepet-cepet liat Devin, hehehe."

Devin menoleh sedikit dan tersenyum menahan tawa. "Nih, udah liat."

Butuh beberapa menit sampai akhirnya Devin menaruh tasnya ke kamar juga sekalian menggahnti bajunya, ia turun tangga dan mendapati ayahnya telah menyiapkan beberapa hidangan makanan untuk makan malam.

Perempuan bersurai hitam kelam itu menoleh ke jam dinding yang tertempel di atas TV ruang tamu; Menunjukkan pukul setengah enam sore.

Devin kembali menatap ayahnya yang telah duduk di salah satu kursi meja makan dekat dapur, ia tersenyum tipis dan mempercepat langkahnya untuk mengambil kursi di hadapan ayahnya.

'Biasanya bertiga.' Batin Devin.

Seketika ia menggeleng pelan. 'Nggak-nggak, nggak boleh mikir begitu.'

"Kenapa, Vin?" Pertanyaan itu membuat lamunan Devin agak buyar, ia menatap ayahnya dengan kedua alis terangkat - Kemudian ia segera tertawa kecil.

"Nggak apa-apa, Pah. Devin kaget aja Papa bisa masak hidangan kayak gini." Katanya senyam-senyum.

Ayahnya hanya mendengus. "Yeee, Devin ngeremehin Papa ya?"

Dumb DumbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang