Lily menaiki tangga terbuat dari besi yang sangat ribut jika diinjak. Pria muda yang berjalan di depannya menggenggam tangannya agar terus mengukuti langkahnya. Padahal nafasnya ngos-ngosan.Lily merasa kakinya kram. Sudah empat lantai yang mereka lalui.
"Satu lantai lagi! Sorry, liftnya rusak..." Kenny berkata dengan nafas yang tersisah, mencoba memberi semangat.
"Apa akan diperbaiki?"
"Tukang reparasi hanya datang seminggu sekali jadi, mungkin dua hari lagi aku harus menaiki tangga seperti ini."
Lily tertawa kecil. "Selamat berkeringat..." selorohnya malu-malu.
Lily memasuki sebuah ruangan di balik pintu bernomor 17. Matanya mulai Mengamati ruangan besar yang di tata sedemikian rupa.
Ranjang besar yang terlihat nyaman itu sengaja di letakkan di tengah ruangan, dimana jendela kaca besar siap menyuguhkan pemandangan matahari terbenam yang menakjubkan berada di hadapan ranjang.
Lily benar-benar terkesima. Ia tak juga beranjak dari tempatnya, sementara Kenny telah menghilang ke ruangan lain. Lily jadi ingat pada Paige. Betapa indahnya pertemuan mereka setiap sore, pikirnya kemudian.
Lily menoleh pada sebuah foto di atas hiasan sisah Natal yang belum di copot. Paige lagi, terlihat cantik dan menawan dengan wajah Kenny berada di sampingnya. Mereka romantis sekali.
Kenny senang memajang foto-foto. Ia seperti bangga sekali dengan hubungan mereka. Sepertinya semua tempat selalu terpampang foto mereka berdua. Lily jadi iri.
"Teh sudah siap!"
Dari belakang Kenny muncul dengan dua cangkir teh yang masih mengepulkan uap.
"Baunya harum..." Lily tersenyum. "Ruangan ini seperti nya milik Paige."
Kenny menyesap tehnya lalu mendekati Lily yang berada di depan jendela kaca besar sedang menyaksikan matahari terbenam.
"Mengapa kau berpikir begitu?"
"Fotonya ada dimana-mana. Di mobil, di sini. Jangan-jangan di toilet juga.."
Kenny tertawa lebar, matanya yang jenaka tampak girang.
"Kau lucu sekali. Kau cemburu?" tanyanya kemudian."Kenapa harus begitu??" gadis itu mengangkat bahu.
"Kami memang menghabiskan banyak waktu dengan sangat menyenangnkan. Dan dia sangat pengertian..."
"Dia dapat julukan the wise girl di sekolah, karena kiprahnya di organisasi anti narkoba. Ia memang lebih dewasa dariku..."
"Apa kau juga seperti dia?"
Lily menarik sudut bibirnya hingga membentuk sebuah senyuman miring.
"Aku berbeda." jawabnya.
"Aku suka perbedaan."
Sekonyong-konyong Kenny telah melekatkan bibirnya pada mulut Lily. Lumatannya yang lembut bahkan membuat Lily terkesiap di tempatnya. Ia tak berani bergerak, ia hanya bisa merasakan sesuatu yang hangat dan basah yang menyapu bibirnya.Kenyataan yang membuat pikirannya serasa jungkir balik itu adalah, Paige. Kenny adalah kekasih kakaknya dan tidak lebih dari tiga detik lalu mereka membicarakannya. Dan entah setan apa yang merasuki dirinya serta Kenny hingga begitu menikmati ciuman haram itu.
Lily merasa bahwa ia butuh duduk. Tapi ketika ciuman itu berakhir sedetik yang lalu, dia masih mematung di tempatnya. Memandangi matahari terbenam tanpa rasa. Ia tahu itu kesalahan. Tapi ciuman itu lebih nikmat dari ganja.
"Lebih baik aku mengantarmu pulang sekarang.." gumamnya sambil menunduk, memecah keheningan mereka.
"Yeah,....tidak,...aku bawa mobil sendiri..." Lily benar-benar malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di hari tanpa senyum
RomanceBagi Paige pekerjaan sebagai babysitter yang ditawarkan padanya adalah hal yang paling diharapkannya. Dan alangkah senangnya ia saat mendapatkannya. Tak peduli siapa yang menjadi majikannya ketika ia tahu, ia hanya ingin mendapatkan sejumlah uang u...