Lily and him

151 9 0
                                    

Lily menghentikan langkahnya di depan sebuah
Cafe yang dulunya adalah sebuah tempat pengisian bahan bakar yang dirombak habis-habisan. Di atapnya yang tinggi terdapat nama yang dibingkai lampu-lampu berkerlap-kerlip dalam ukuran raksasa berwarna merah '24h pizza' .

Lily menghela nafas, dadanya terasa sesak. Hatinya bimbang dan khawatir. Ia sudah berjanji untuk tidak menemuinya lagi. Ia sendiri yang membuat aturan itu. Rasa bersalah terhadap kakaknya membuat Lily tidak berpikir dua kali saat mengambil keputusan. Apa jadinya jika hari ini ia datang dengan berita kehamilannya itu? Uugh, ia malu padanya.

Tapi Kata-kata Jamie yang pedas dan masuk akal membuatnya kembali mengayunkan langkah menuju gedung restoran itu. Ia sudah membulatkan tekat.
Kenny harus bertanggung jawab atas apa yang ia lakukan padanya.

Dari tempat parkir yang tidak terlalu luas itu Lily bisa melihat Kenny sedang berada di meja kounter, melayani seorang wanita tua yang sudah beruban. Lily masuki restoran dengan lega. Dugaannya benar, Kenny memang sedang bekerja. Ia merasa itu pertanda baik untuk hubungan mereka, karena ia bisa menemukannya dengan begitu mudah.

Saat ia duduk di sofa tepat di tengah ruangan, ia tahu Kenny sudah bisa menemukan dirinya berada di sana, ia sengaja menempatkan dirinya di sana agar mudah ditemukan. Kenny tampak terkejut tapi hampir tak bisa menyembunyikan rasa senangnya.

'Aku bawa berita buruk, sayang. Jangan senang dulu.' Pikir Lily gugup.

Kenny sedang menatapnya. Lily memberikan bahasa isyarat dengan gerakan bibir yang mudah dimengerti bahwa ia bisa menunggu sampai ia pulang.

Kenny tersenyum. Lily tak sabar rasanya sampai kabar itu mengorek kuping Kenny. Gadis itu tak bisa menebak bagaimana reaksinya. Mengingat cowok itu memang tidak mudah ditebak.

Setengah jam berlalu dari jam sembilan malam. Shifnya telah berakhir. Ketika Kenny telah mengganti pakaian seragamnya dengan sweater tipis berwarna jingga, Lily menunggu di samping gedung resto yang mulai sepi. Dengan hati berdebar menunggu waktu yang tepat untuk memberitahunya tentang kabar itu.

"Lilian, hai...aku benar-benar tidak menyangka kau akan datang." Seperti biasa, Kenny dengan sikap familiarnya yang membuat nyaman menyambut pertemuan mereka. Lily tersenyum pahit.

"Aku juga, " Desahnya pelan. Ia menatap mata Kenny sekilas dan memutuskan untuk cepat-cepat. Ia ingin ekspresinya yang menyenangkan itu segera berubah dan ia segera pergi. Semoga berhasil membuatnya bertanggung jawab.

Kenny menuntunnya ke arah bangku taman di halaman restoran. Dimana biasanya para pelanggan biasa memilih meja saat musim panas. Mereka duduk berdampingan di kursi yang terbuat dari anyaman rotan.

"Kenny,...aku ada berita buruk untuk mu.." Lily sedikit tersendat saat mengatakannya.

"Apa?" Kenny tampak tak mengerti. Dari balik warna jingga yang membungkus tubuhnya yang atletis, Lily tahu bahwa ia benar-benar menginginkan pria muda ini.

"Apa yang sebenarnya kau bicarakan, Lil?" ia menunggu.

"Aku hamil."

Hening

Wajahnya tanpa ekspresi. Tapi kemudian ia menghela nafas dan menyandarkan punggungnya dalam diam.

"Kau yakin?"

"Apa maksudmu? Tentu saja aku yakin--"

"Bukan begitu. Karena mungkin saja itu hanya gejala flu atau yang lain.." Kenny meralat, wajahnya tampak jengah.

"Aku sudah test dengan home pregnancy test. Hasilnya positif."

Kenny menegakkan punggungnya dari sandaran kursi. Raut gugup mulai tergambar di wajahnya. Kata-katanya seperti tersangkut di di tenggorokan. Selama ini ia begitu berhati-hati melakukan hubungan seks. Ia selalu memakai pengaman. Atau setidaknya Paige.

Di hari tanpa senyumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang