Chapter 1

7.5K 406 7
                                    

"Bertemu denganmu"
======================

"Ayah, apakah kau benar-benar harus pergi?" Chanyeol kecil bertanya pada ayahnya yang akan pergi untuk waktu yang lama. Ayahnya berbalik menghadap Chanyeol, dia berjongkok untuk mengimbangi tinggi anak itu. Ayah Chanyeol tersenyum pada anak lelakinya itu.

"Ya, ayah harus pergi. Tapi ayah janji akan kembali lagi suatu saat nanti." Katanya, air mata mulai menggenangi mata Chanyeol. "Jangan menangis." Katanya lagi sambil mengelus kepala Chanyeol. "Aku tak bisa melihatmu tumbuh besar Chanyeol, jadi kalau kau merasa kesepian tulislah surat ke alamat ini dan taruh surat itu di kotak surat belakang ya." Katanya seraya memberikan sobekan kertas bertuliskan alamat yang dimaksud.

Chanyeol menerima sobekan surat itu dan menghapus air matanya. "Tolong jaga ibu dan kakakmu ya Chanyeol." Kata pria itu dan Chanyeol mengangguk "Tentu saja ayah." Katanya dan memeluk ayahnya itu. Tak berapa lama ayahnya berdiri dan berjalan keluar halaman. Ibu dan kakak Chanyeol ada disampingnya sekarang untuk mengucapkan salam perpisahan pada pria itu. Air mata Chanyeol kembali mengalir, tapi dia memaksakan untuk tersenyum. Saat ayahnya naik taksi, Chanyeol berlari masuk ke dalam rumah dan menuju kamarnya.

***

Lima tahun kemudian...

~Chanyeol POV (Point Of View)~

"Hey!!! Adik kecil, ayo bangun! Ini hari pertamamu masuk sekolah lagi!!" Suara kakakku Yoora memekakkan telingaku. Aku membuka mataku dan melihat kakakku yang menyebalkan itu. Dia cantik, tapi perilakunya padaku seperti kakak tiri, karena dia selalu membuliku.

"Eeewww, dasar preman!" Aku menarik selimutku lagi dan kembali tidur. Saat dia mendengarnya dia langsung memukulku dengan bantal dan menutup kepalaku dengan bantal itu dan menekannya kuat kuat hingga aku tidak bisa bernafas.

"Akkkkkkkk, sudah! Cukup kakakku yang paling cantik di dunia.." kataku karena aku sadar dia marah karena mendengarku mengatainya preman. "Nahhh..itu lebih baik." Katanya dan berjalan keluar kamarku. Aku segera bangun dan bersiap ke sekolah. Setelah sarapan aku pergi keluar, belum ke sekolah, tapi ke halaman belakang dan menghampiri kotak surat. Aku merasa senang karena ada surat di sana. Tentu saja untukku dari teman penaku Byun Baekhyun. Aku masih merasa terganggu karena di jaman modern ini masih ada yang berkirim surat seperti ini, klasik sekali. Tapi aku menyukainya. Aku masuk ke dalam rumah sambil membuka amplopnya. Desain amplop ini tidak pernah berubah sejak lima tahun yang lalu. Dengan warna dasar putih dan burung hantu kecil berwarna merah di pojokannya.

-----------
Dear Chanyeol,
Emh, aku baik-baik saja disini. Eh tunggu, bukan baik-baik saja, tapi bisa disebut normal seperti biasanya. Bagaimana denganmu? Ku kira hari ini hari pertamamu masuk sekolah setelah libur kemarin kan? Kalau bukan, berarti perhitunganku yang salah kkkkkkkkkkk.

Bagaimana kabar kakakmu? Dunia kuliah pasti agak berbeda huh? Apakah dia sering pulang ke rumah? sampaikan salamku untuknya dan untuk ibumu ya. Aku juga mulai sekolah di sini. Ayo lakukan yang terbaik!!! Fighting!! Eh, tunggu apa aku terdengar seperti anak alay? Kkkkkkkkkkk, kalau begitu lupakan. Saat aku menulis surat ini, disini sedang hujan. Aku suka hujan, suara gemercik dan bau tanah yang basah. Aku merasa hujan bisa menghubungkanku denganmu Chanyeol. Kkkkkkkk alay lagi huh?

Ngomong-ngomong, tak terasa kita sudah lima tahun menjadi sahabat pena. Terimakasih untuk buku yang kau kirimkan, aku menyukainya. Aku mengirimimu hadiah juga, mungkin masih dalam perjalanan. Tunggu hadiahku ya. Sampai jumpa Chanyeol...balas suratku secepatnya ya.

Byun Baekhyun :3
------------------

Aku tertawa membaca surat itu. Tiba-tiba angin bertiup membelai lembut rambutku. Daun berjatuhan.

"Sudah lima tahun ya."

Lima tahun sejak aku menulis surat untuknya. Meski aku belum pernah bertemu dengannya, tapi dia orang yang menyenangkan. Aku menyukainya.

***

Aku merasa malas berangkat sekolah hari ini. Ini semester pertamaku di kelas 2 SMA. Sudah banyak murid yang berada di kelas, kebanyakan dari mereka membicarakan mengenai liburannya, atau hanya bermain dengan sosial media yang mereka miliki. Aku memilih tempat duduk di belakang. Dan mulai membaca buku. Hanya ada beberapa hal yang membuatku senang di dunia ini, salah satunya adalah mendapatkan peringkat yang baik.

"Hey lihat! Kutu buku itu sedang belajar."

"Ah! Orang itu, yang dia lakukan hanya belajar. Dia itu pamer atau apa?"

Aku menutup mataku merasa terganggu dengan ucapan mereka. Suasana menjadi berisik. Aku tidak bisa belajar sekarang. Aku memutuskan untuk membaca surat Baekhyun lagi, memikirkan kira-kira apa yang akan ku tulis untuknya. Aku selalu berhati-hati dalam menyusun kata-kata untuk membalas suratnya. Hal lain yang membuatku senang adalah Baekhyun. Aku mengaguminya, walau belum pernah bertemu sebelumnya. Dia sangat peduli dan mampu mengerti aku. Jika aku bisa bertemu dengannya walaupun cuma sekali, aku yakin aku akan mati dengan tenang.

Aku ingat dulu aku pernah mencari alamat rumahnya sekali. Daerah tempatnya tingga tidak jauh dari kotaku, tak lama hanya 30 menit dengan subway. Nomor rumah Baekhyun adalah 12, aku menyusuri jalan 4, 5, 6, 7.....8. Aku heran nomor rumah di sana hanya sampai nomor 8. Bagaimana bisa rumahnya tidak ada, tapi dia selalu bisa mengirimkan surat kepadaku. Saat aku masih memikirkan kenapa alamatnya tidak nyata tiba-tiba ada yang merebut surat Baekhyun dari tanganku. Aku melihat ke arahnya. Sial! Itu Jong Won. Aku tidak pernah akur dengannya. Dia itu brandalan.

"Hey!! Kembalikan kertas itu!!" perintahku. Aku mencoba meraih kertas itu, tapi dia selalu menjauhkannya dariku. Aku mencoba meraihnya lagi tapi teman-temannya menghalangiku. "Tolong kembalikan padaku! Ku mohon Jong Won.." kataku

"Hahahahah, apa kalian mendengarnya? Si genius ini memohon padaku." Katanya, dan seluruh murid di dalam kelas tertawa. SIAL!.. "Apa ini penting untukmu?" katanya lagi dan meremas kertas itu, melemparnya ke jendela yang terbuka. Aku sontak berlari dan mengulurkan tanganku untuk menggapainya. Sayang sekali tidak tercapai. Tanpa pikir panjang aku melompat ke jendela dan aku berhasil meraih surat itu. Aku mendengar para gadis berteriak dan beberapa orang terkejut.

"Ini lantai dua dasar bodoh!" Aku tersadar mendengar ucapan itu, tapi terlambat. Aku sudah terlanjur melompat. Hal terakhir yang ku lihat adalah jendela kelas menjadi semakin jauh-jauh-dan jauh. Rasa sakit tiba-tiba menjalar di seluruh bagian tubuhku dan pandanganku menjadi gelap.

~To be continue~

The GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang