Hening, hanya itu yang menyelimuti ruangan ini sekarang. Seketika ruangan ini terasa sangat amat dingin sampai sampai mataku terasa sangat perih.
"Hey, jawab saya Cassandra. Apa alasan kamu untuk pindah? Apakah kamu punya masalah disini? Dengan teman? Kakak kelas? Guru? atau apa?" Tanyanya bertubi-tubi.
Aku tidak bisa menjawabnya... yang terus aku lakukan hanyalah melihat ujung sepatuku, dan tersenyum masam padanya. "Iya, ini masalah dengan kakak kelas." batinku berbicara.
"Ceritakan saja pada saya. Jika kamu berbicara jujur saya akan berusaha untuk mengatasi masalah kamu." Sedikit ada nada kekecewaan.
"A-aku tidak mempunyai masalah apapun Sir. Aku hanya..."
Drrrtt Drrrtttt
Ucapanku terpotong karena handphone ayahku berdering. Aku sedikit lega karena ia akan keluar ruangan untuk mengangkat panggilan itu.
"Saya permisi sebentar Mr. Evans." Sedetik kemudian ayahku keluar ruangan.
"Nah, sekarang kau bisa ceritakan masalahmu."
"Aku tidak mempunyai masalah sama sekali. Kau tahu aku orang yang periang dan paling tidak peduli pada apapun itu..."
"Lalu apa alasanmu untuk pindah?"
"Entahlah. Tapi aku sudah lulus test Sir. Tolong izinkan aku memilih jalan yang aku inginkan. Aku harap kau mengerti."
Hening.
"Ummm baiklah. Jika memang kau yakin pada pilihan itu dan kau merasa bahwa itulah yang terbaik. Saya sebagai kepala sekolah disini tidak bisa menahan mimpi muridku. Semoga sukses di sana."
Aku bernafas lega. Akhirnya Mr. Evans mengerti bahwa aku tidak ingin terus dipaksa untuk menjawab pertanyaanya.
Ayahku kembali memasuki ruangan. Tepat sekali saat perbincangan ini sudah selesai. Aku tersenyum pada ayahku menandakan bahwa ini sudah selesai.
"Baiklah Mr. Evans, terima kasih banyak atas semua yang sudah sekolah ini berikan untuk anak saya. Saya bersyukur sekolah ini memberikan efek baik kepada anak saya. Dan maafkan juga jika anak saya sering membuat kesalahan di sekolah ini. Sekali lagi terima kasih." Katanya sambil berjabat tangan dengan Mr. Evans.
"Saya yang harusnya berterima kasih karena sudah mempercayakan sekolah ini untuk mendidik anakmu Sir. Dan syukurnya anakmu ini tidak pernah membuat masalah disini. Malah ia cukup berprestasi disini, maka dari itu saya cukup berat untuk melepaskannya."
--
Sesampainya aku di rumah. Aku langsung berlari menuju kamarku di lantai 2. Dengan masih menggunakan seragamku lengkap. Tidak perduli jika ibuku akan berteriak karena sepatuku berjalan di lantai yang ia bersihkan tadi pagi.
Pikiranku kacau. Aku tidak tahu kenapa sekarang hal inilah yang paling aku tidak inginkan sekarang. Padahal dulu aku merengek-rengek meminta orang tuaku untuk memindahkanku. Tapi sekarang? aku malah justru ingin merengek-rengek untuk tidak memindahkanku. Entahlah, ini terasa sangat berat.
Terpejam mataku dalam sekejap sambil membayangkan hal-hal yang telah aku lakukan di sekolah itu. Saat pertama kali aku bertemu dengan Anna dan Keera. Pertama kali aku mengetahui bahwa kehidupan high school itu sangatlah keras dan banyak kemunafikan. Pertama kali aku mengenal Niall. Pertama kali aku bertemu Harry. Pertama kali aku pulang bersama Niall. Pertama kali aku tahu bahwa ada sesuatu diantara Niall dan Nadine.
Oh sial, Niall-Nadine. Mengapa dadaku sesak saat mengingat mereka berdua? Tidak seharusnya aku cemburu pada Nadine toh Nadine juga sudah bersama Harry sekarang?
Nah, masalahnya sekarang. Haruskah aku mengucapkan salam perpisahanku pada Niall dan Harry? Rasanya tidak. Bagaimana jika Niall dan Harry sama sekali tidak perduli? Mengingat mereka berdua sudah milik Nadine sekarang.
Ya, si nenek lampir itu sekarang memiliki keduanya. Niall dan Harry secara bersamaan luluh padanya. Aku tidak tahu apa yang ia berbuat. Intinya aku merasa bahwa aku sudah tidak penting bagi Niall dan Harry.
Oh ya! Aku harus mengucapkan salamku pada Louis! Mau bagaimanapun keadaannya, tetap saja ia temanku. Oh jangan berfikir jika aku melupakan Anna dan Keera.
Tidak, aku tidak akan melupakan mereka. Aku hanya bingung bagaimana sekarang caranya mengatakan selamat tinggal dan meminta maaf karena aku akan meninggalkan mereka? Jujur saja aku sangat takut jika mereka marah padaku, dan juga kecewa. Tapi aku tahu, rasa itu sangatlah wajar jika kau ditinggal oleh orang yang kau sayangi. Bahkan aku lebih banyak merasakan hal itu, karena aku akan meninggalkan banyak orang yang aku sayangi nanti.
Waktuku untuk menikmati masa terakhirku di Notherland School ini tinggalah 3 hari lagi. Bagaimana cara aku menikmatinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Know It All [n.h]
Fanfiction"perasaan itu egois, bahkan kau rela mengorbankan masa depan cerahmu hanya demi rasa cinta itu."