Sangat amat disarankan kalian baca ini sambil denger all i ask by adele.
--
"jadi, beritahu aku bagaimana semua ini bisa terjadi." katanya sambil mengangkat cangkir kopi hangat itu.
"pentingkah untukmu?" balasku sarkas tanpa sesekali melihat kearahnya.
"yes it is. Aku tidak bisa melepasmu begitu saja." apa maksudnya?
"apa maksudmu? Aku bukanlah anakmu bahkan cucumu. Kau tidak berhak mengatur." kataku dengan arah wajah menghadap jalanan dan tangan yang dilipat di dada.
Niall tidak menjawab. Tidak ada suara balasan apapun. Dengan berat hati aku melihatnya secara perlahan.
Ia begitu frustasi. Kepalanya menunduk dengan tangan yang menjambak rambutnya sendiri. Dia terlihat sangat frustasi. Apakah ada yang salah?
"kau kena-"
"kau yang kenapa! Kenapa harus Harry yang mengetahui ini! Kenapa harus Harry yang selalu merebut kesempatanku!" Matanya memerah, tangannya dengan keras memukul pahanya sendiri, sambil berdecak kesal. Aku takut melihatnya. Ini bukanlah Niall yang periang seperti dahulu.
Aku hanya terdiam. Berusaha memilah semua kalimatnya. "merebut kesempatan" apakah itu termasuk kesempatannya dengan Nadine? Jika iya, kehidupan ini memang sangatlah pahit.
"Ndra, jujur aku sangat menyesal. Kenapa aku baru merasakan rasa takut kehilangan itu sekarang?Disaat kau sudah benar-benar pergi. Aku tau kau tidak akan memaafkanku untuk yang beribu kalinya. Ini terlalu bodoh. Aku memang bodoh. Maafkan aku Ndra. Maaf telah hadir dan merusak kehidupan indahmu." Matanya lurus menatap mataku. Tanpa disadari tangannya mengelus tanganku lembut. Aku hanya bisa menahan emosiku yang campur aduk sekarang. Bagaimana bisa Niall?
Otakku berfikir keras, tidaklah sejalan dengan hatiku. Rasa egoku terlalu besar jika aku tidak memaafkannya. Lagipula sampai kapan aku harus terus ada dikeadaan seperti ini? Dengan berpacu pada kata-kata klasik nan kuno ikutilah kata hatimu aku menuruti hatiku yang sudah luluh padanya. Aku menghirup udara London sore ini dengan sangat dalam sebelum aku menjawabnya.
"Kau tidak salah Ni, ini bukan salahmu. Percaya padaku. Mungkin kita hadir diwaktu yang salah. Tenanglah ini semua belum terlambat." Mencoba menenangkannya kembali tidaklah mudah. Niall orang yang tempramen. Aku mengelus tangannya. Sangat dingin.
"maksudmu?"
"maksudku? Aku masih menerima maafmu, tenang saja. Tidak ada kata terlambat untuk meminta maaf. Tenanglah" Aku tersenyum, mencoba semanis mungkin untuk menghilangkan kesedihannya. Walaupun ada sedikit keraguan dalam batinku.
Niall beranjak dari kursinya. Dia memelukku erat, sangat erat. Ya, aku merindukan ini. Bau mint pada rambut dan seluruh badannya. Sangatlah nyaman dihidungku. Tidak ada yang bisa membuat hidungku menghirup aroma senyaman ini.
"terima kasih Ndra. Aku tahu kau orang terbaik di dunia ini. Bahkan teman-temanku juga mengatakannya. Dan, kau belum menjawab pertanyaanku tadi." Dia duduk di sampingku, sambil menyeret kopinya.
"Pertanyaan yang mana? Oiya apa kau bilang? Teman-temanmu bilang apa tentangku?" Tanyaku antusias terhadap jawabannya. Aku melingkarkan tanganku dipinggulnya. Mendekap erat tubuhnya. Aku tidak akan pernah bisa ada di posisi seperti ini lagi untuk seterusnya.
"Aku yang bertanya duluan! Kau jawab pertanyaanku dulu baru aku menjawab punyamu." Niall kembali merangkulku kedalam dekapannya. Oh, ini kelewat nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Know It All [n.h]
Fanfiction"perasaan itu egois, bahkan kau rela mengorbankan masa depan cerahmu hanya demi rasa cinta itu."