[Multimedia dihapus agar pembaca dapat berimajinasi sendiri bagaimana wajah Gerald]
***
Gerald POV
Bisa dibilang aku bodoh. Ya. Kalian tau kenapa? Karena aku mengibarkan bendera perang saat di rumah Andrea kemarin. Kenapa aku menganggap hal itu bodoh? Karena aku tak bisa bersaing.
Aku bukan menyerah. Hanya saja, aku terlalu gengsi. Gengsi untuk melakukan hal-hal semacam yang sering Aldo lakukan. Contohnya? Seperti kemarin. Mengatakan bahwa Andrea cantik. Aku tidak mampu mengatakan hal seperti itu. Sudah kubilang bukan? Aku gengsi. Egoku selalu menguasai segala yang ingin kulakukan.
Jujur saja, aku terus memikirkan apa yang akan terjadi hari ini di sekolah. Mungkin Aldo akan terus melakukan berbagai hal yang menarik perhatian Andrea sambil menyeringai kemenangan ke arahku disaat aku tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya duduk manis di tempat. Sialan. Aku tidak mau hal itu terjadi.
Kalian tau? Aku sudah menyukainya sejak kecil. Ya, sebelum Andrea amnesia karena kecelakaan sialan itu.
Kecelakaan yang diakibatkan oleh pertengkaran fisik Aldo dan Andrea sampai-sampai membawa kedua orang itu ke jalanan. Andrea yang menyadari truk mendekat segera mendorong Aldo hingga ke tepi jalan. Sampai akhirnya ia yang tertabrak dan melupakan ingatan masa kecilnya.
Yang lebih miris lagi, ia hanya melupakan orang-orang yang terakhir kali bersamanya. Aldo dan diriku. Saat itu tidak ada Nata, sehingga ia masih mengingat Nata sampai sekarang.
Oke, sepertinya ceritaku sudah cukup.
"Aku berangkat." Ujarku singkat seraya menyalakan motorku.
"Hati-hati." Ucap kedua orang-tuaku secara bersamaan.
***
Ah, apa kubilang? Dugaanku benar. Saat ini Aldo sedang melakukan berbagai cara untuk berbicara dengan Andrea. Sedari tadi aku hanya menatap lelaki tersebut dengan sinis. Dan ia? Sesekali menolehku dengan senyuman kemenangannya.
"Ana, kok lu bisa cantik banget sih?"
"Aldo, kok lu gak bisa berhenti gombal sehari aja sih?"
Keduanya pun tertawa setelah bicara seperti itu. Aku hanya menghela nafas dengan kasar. Kesal rasanya.
"Lo berdua berisik banget sih. Bisa kan ngobrolnya ditempat lain?" Ujarku dengan wajah datar. Kini Aldo menatapku sinis. Baru saja ia akan membuka mulut.
"Lo aja yang pergi. Ini kan istirahat, gue berisik juga gapapa. Lo gak punya hak untuk ngatur." Potong Andrea sambil menatapku garang.
"Lo masih inget kan awalnya ini tempat siapa? Tempat gue. Jadi gue punya hak." Ujarku tetap dengan wajah datar.
"Tapi sekarang ini udah tempat kita berdua. Gue juga punya hak." Andrea tak mau kalah. Ah, menyebalkan.
"Masa?"
"Iya!"
"Bodo." Andrea menatapku berapi-api sedangkan aku membuang muka. Tunggu, kalau gini gimana mau dapetin dia? Ah, yang penting aku tidak boleh mengalah. Ego, kau tidak boleh kalah.
"Ck. Eh kantin yuk?" Ajak Andrea dengan ramah. Eh, itu buat Aldo btw. Ngenes kan? Emang.
Andrea POV
Gerald sialan! Berani-beraninya dia nyolotin gue. Dari awal berjalan ke kantin sampai duduk di salah satu bangku kantin sekarang ini, gue ga berhenti-hentinya mikirin kejadian barusan. Sepele, tapi membuat gue mendengus kesal pake banget.
Tapi kok gue seneng juga ya? Gerald kan ngirit banget kalo ngomong. Tapi tadi dia ngeladenin gue. Walaupun akhirnya gue yang kalah.
Tunggu. Jangan-jangan gue masokis?
Duh pikiran gue ke mana-mana.
"Lo kenapa sih? Kayak lagi mikirin sesuatu." Gue segera menoleh ke sumber suara.
"Emang. Kejadian tadi bikin gue kezel bingits." Oke, gue alay plus lebay.
Pletak
Satu jitakan mendarat di kepala gue.
"Lebay lo geli." Gue langsung terkekeh setelah mendengar perkataan Aldo yang menatap gue dengan geli.
Jujur, gue merasa nyaman banget kalo bareng Aldo. Dari hari pertama Aldo dateng ke sini, gue udah merasa seneng dengan kehadirannya. Seakan-akan udah berteman sejak kecil. Memikirkannya membuat gue tersenyum kecil.
"Idih senyum-senyum. Kesambet setan ya? Sini gue keluarin setannya." Aldo langsung menjitak kepala gue berkali-kali.
"Sialan! Yang ada juga setannya itu elo!" Ujar gue dengan raut wajah (sok) kesal. Aldo tertawa geli mendengar perkataan gue barusan.
"Lo kesambet gue? Lagi mikirin gue dong? Aduh jadi malu." Aldo memasang wajah sok imutnya. Membuat gue muntaber. Engga deh cuma ngasih tatapan geli.
"Kalau mau jawaban jujur, yah gue emang sempet mikirin lo. Nyaman aja gitu kalo bareng lo ke mana-mana. Padahal ini baru hari kedua lo di sekolah ini. Tapi rasanya, gue cepet banget deket sama lo." Ujar gue sambil (sok) tersenyum manis. Engga sih, emang senyum gue manis.
"Andreana Gabrielle."
Gue bingung. Ngapain nih anak nyebut nama lengkap gue? Kurang kerjaan dia. Gue cuma menatap Aldo kebingungan sambil menunggu perkataan dia selanjutnya.
"Will you be my girlfriend?"
Speechless.
Baru dua hari gue ketemu dia. Dan dia nembak gue? Aduh mimpi apa gue semalem!
'Terima!'
'Aduh so sweet.'
'Ini hal yang menyakitkan untuk para jomblo.'
'Udah jadian aja!'
'Say yes!'
Masih banyak celotehan lainnya dari orang-orang yang gak gue kenal.
Dan gue di sini, masih diam.
Apa jawaban yang harus gue pilih?
"Gue.. gak bisa." Seketika wajah Aldo berubah jadi pucat pasi setelah mendengar jawaban gue.
"Gak bisa nolak maksudnya."
'UHUK-UHUK'
'Gak kuat gue liatnya.'
'Hati para jomblo tersakiti jika melihat adegan ini.'
'Bunga-bunga cinta bertebarannnn'
Dan masih banyak lagi. Sedangkan Aldo menatap gue dengan mata berbinar-binar. Kayak liat uang aja.
"Gue sayang banget sama lo." Ujar Aldo sambil memeluk gue.
"Gue juga."
***
Wow. Cepet juga ya Aldo dapetnya? Udah ngebet jadian sama Andrea dia. Buat yang gak mendukung Aldo dan Andrea, gak boleh protes! :3
Masokis : gangguan kejiwaan yang menyebabkan penderitanya merasa tak apa apa atau malah senang meski di perlakukan tak baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
[#1] Cool Girl vs Cold Boy✔
Ficção AdolescenteAndreana Gabrielle, murid baru yang selalu mengandalkan sorot matanya yang tajam untuk menutupi sifat aslinya. Di masa SMA-nya ini, Andrea bertemu dengan dua lelaki yang kemudian menjadi teman dekatnya. Siapa sangka? Ternyata ketiganya memiliki masa...