Rahasia yang tak terungkapkan

11.2K 319 16
                                    

Apapun yang kau dengar dan katakan (tentang Cinta),
Itu semua hanyalah kulit.
Sebab, inti dari Cinta adalah sebuah rahasia yang tak terungkapkan.

Afifah membolak-balik kertas yang bertulis puisi itu, puisi sufi dari penyair Jalaludin Rumi. Tidak ada nama, atau pengirim surat itu. Dan ini sudah hampir lima kali dia dapatkan, namun tetap tak bernama.

"Dari penggemar rahasia lo lagi Fah?."
Tanya Intan, sahabat Afifah. Dia baru saja sampai dirumah Afifah untuk menjemputnya. Dan kembali mendapati gadis itu membaca kertas didepan pagar.

"Bukan penggemar, gue orang biasa yang belum pantas dikagumi."
Jawab Afifah.
"Tapi gue masih bingung, siapa sebenarnya yang mengirim ini. Hampir lima kali, dan tidak ada namanya."
Kembali Afifah membolak-balik kertas itu, belum puas dan masih penasaran dengan pengirim surat itu.

"Lagian ya, jaman gini masih ada yang ngirim surat diam-diam. Sekarang jamannya mah telfon langsung tapi pakek nomer disembunyiin."
Ucap Intan.

"Nahlo, itu malah ngeri kali Tan. Lagian gue lebih suka cara gini, apalagi surat-surat ini isinya puisi Jalaludin Rumi."
Sahut Afifah.

Kalau saja gadis itu tahu siapa pengirimnya, dia akan berterimakasih. Bukan karena dirinya dikagumi, tapi karena isi surat itu bukan tentang cinta yang menye-menye, tapi juga tentang kehidupan. Seperti halnya puisi yang baru ia terima.

"Udah ah, berangkat yuk."
Afifah membubarkan lamunannya sendiri, memasukan lembar kertas kedalam tasnya. Dan beranjak naik kemotor milik sahabatnya itu.

***

"Afifah Silmi."
Suara bariton terdengar dari dari balik badannya.

Afifah dan Intan yang baru beranjak untuk pergi kekantin segera berhenti dan membalikkan badan untuk melihat siapa pemilik suara bariton yang telah memanggil Afifah.

"I...iya?."
Tanya Afifah ketika mendapati yang memanggilnya tadi adalah Syarif, ketua osis yang terkenal irit senyum, dan jarang bicara. Tapi jangan salah, kalau sudah ada dalam forum besar, dia akan menjadi pembicara yang handal dan siapapun yang mendengarnya akan terkesima.

"Nanti sebelum pulang, segera kumpulkan laporan pengeluaran untuk acara MOPDB, saya tunggu diruang osis."
Dan nyatanya, aku anggota osis, anggota osis. Coba fikir, aku yang sudah lama satu organisasi saja jarang sekali ngobrol dengannya. Fikir Afifah dalam hati.

"Baik Kak Syarif."
Ucap Afifah pelan. Selalu, ketika sudah berbicara dengan Syarif, dia tidak akan bisa senormal biasanya. Gugup, takut, semua jadi satu. Dan itu penyebabnya adalah Syarif, ketua osis irit senyum.
Dan lihatlah, laki-laki itu kini pergi tanpa mengulum senyum atau apa, bukannya itu menyebalkan?.

"Ipeh."
Panggil lagi seseorang dari balik tembok penghubung kelas. Pemilik suara itu berjalan menuju Afifah dan Intan.

"Kayaknya gue pergi dulu deh."
Ucap Intan memberi kode kedipan mata untuk Afifah. Dan gadis itu hanya meladeninya dengan senyuman, tidak habis fikir dengan sahabatnya yang selalu memintanya bisa bersama dengan laki-laki yang sudah ada didepannya itu.

"Mau kemana Intan?."
Tanya Naufal, nama laki-laki itu.

"Ke kopsis, baek-baek ya."
Sahut Intan yang sudah ngelonyor pergi.

"Mmm, Peh sudah diberi tahu sama Syarif?."
Tanya Naufal.

"Sudah, dan tolong jangan panggil aku dengan nama Ipeh!."
Afifah merengut. Dan membuat Naufal tertawa.

"Kenapa?."

"Aku tidak suka."

"Memang tidak ada yang memanggilmu dengan sebutan itu ya?."
Goda Naufal.

Mimpi Diujung Senja (Kumpulan Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang