AR

937 53 1
                                    

Persahabatan itu seperti bintang. Meski berbeda, tapi mereka akan tetap sama terlihat bersinar dilangit.
Seperti tiga sahabat yang sedang bersenda gurau didekat gerbang sekolah, mengikuti murid lainnya untuk meninggalkan sekolah setelah bel pulang berbunyi. Mereka menunggu satu lagi sahabatnya yang tidak kunjung datang, itulah gunanya sahabat. Selain sebagai seorang saudara, keluarga, teman, mereka juga sama seperti satpam.
Ata, Alea, Rara, dan Rumi. Empat sahabat yang menjunjung tinggi aksi gila, mengenyahkan rasa malu, dan melahap habis ke-alayan milik seribu orang.
Namun, belakangan ini Ata, Alea, dan Rara merasa jauh dari Rumi, gadis itu seakan memberi jarak, entah karena apa, mereka tidak tahu, tapi yang pasti mereka merasa ada sesuatu yang telah terjadi pada Rumi. Apalagi gadis itu belakangan ini sering pergi dengan Vano, salah satu kakak kelas yang selama ini menjadi incaran mereka bertiga, sedangkan selama itu pula Rumi mengelak untuk menyukai kakak kelas tampan itu.

"Apa iya, dia pulang bareng sama Kak Vano lagi?"
Tanya Ata pada sahabat yang lain. Firasatnya selalu buruk.

"Masak sih? Tadi gue udah bilang ke dia, buat pulang bareng. Masak iya, dia lebih milih pulang bareng Kak Vano?"

"Cuman ketakutan gue. Semoga nggak terjadi juga. Udah lama kan kita nggak pulang bareng, masak dia nolak."
Ucap Ata mencoba mengenyahkan alibinya tentang Rumi.

"Ah, udahlah. Kita tunggu aja Rumi nya."
Sahut Alea, sejak tadi dia mengedarkan pandangannya. Mencari obyek yang sedang jadi bahan pembicaraan mereka. Tidak lama kemudian, matanya menangkap Rumi sedang berjalan kearah mereka, senyuman pun mengembang dari bibir ketiga gadis itu.
Namun perlahan, senyum itu meredup, kala Vano hadir disamping gadis itu. Menimbulkan senyum yang lebih lebar dari bibir Rumi. Kebahagiaan sedang terpancar dari wajah gadis itu.

"Hei, lama ya nunggunya?"
Tanya Rumi.

"Ah gapapa, yok pulang bareng."
Rara menarik tangan Rumi. Entah kenapa meski menyukai Vano, tapi dia tidak suka melihat Rumi bersamanya.

Rumi menahan dirinya. Tetap berdiri ditempat yang sama, dan enggan mengikuti langkah Rara yang sedang menariknya.

"Apa lagi Rum?"
Tanya Rara.

"Gue nggak bisa pulang bareng kalian. Gue harus pulang dengan Kak Vano. Maaf ya."
Rumi menunjukkan wajah melas dan rasa bersalahnya. Membuat ketiga sahabatnya menganga lebar, baiklah, apa sekarang terdengar Rumi lebih mementingkan seorang laki-laki daripada sahabatnya sendiri? Jika cinta bisa membuat Rumi berubah, dan melupakan sahabatnya, maka itu tidak benar.

"Iya, maaf sekali. Rumi masih ada urusan denganku, dan nggak bisa pulang dengan kalian."
Ucap Vano membenarkan yang dikatakan gadis itu. Sebuah pembelaan bukan?

"Aku duluan ya? Maaf, mungkin lain kali kita bisa pulang bareng lagi."
Ucap Rumi sembari melepaskan genggaman tangan Rara dipergelangan tangannya. Lalu gadis itu pergi bersama Vano, dengan menyisakan kekecewaan yang terdalam dihati ketiga sahabat itu.

Alea menguarkan ketegangan itu,
"Udah ya, kalian udah denger tadi kan? Sekarang kita pulang bertiga aja. Lain kali Rumi bakal pulang bareng kita."
Meski kecewa juga, tapi Alea tetap berpikiran positif.

"Bentar, gue mau ngomong sama Rumi."
Ata berlari kearah Rumi yang masih tidak jauh darinya.
Dan beberapa detik saja, dia sudah bisa menjangkau gadis itu.
"Aku boleh ngomong sama Rumi bentar Kak?"
Ijinnya baik-baik pada Vano.

"Iya, boleh. Silahkan."

Rumi pun mengikuti Ata yang sedikit menjauh dari Vano, sedangkan Alea dan Rara mendekat kearah mereka.

"Lo jadian sama Kak Vano?"
Tanya Ata yang langsung menohok, bukan hanya pada Rumi, tapi juga kedua sahabatnya.

"Apa yang lo omongin Ta? Mana mungkin gue jadian sama Kak Vano."
Jawab Rumi.

Mimpi Diujung Senja (Kumpulan Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang