Daun, boleh aku menolongmu dari terpaan angin yang seringkali menjatuhkanmu.
Aku mulai mengedarkan pandangan, ketika sekerumunan anak mulai keluar dari sekolahan. Melihatnya, menjadikanku ingat bagaimana rasanya menjadi seperti mereka, menanti-nantikan waktu untuk istirahat, dan pulang. Ya, hanya itu waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh siswa-siswi sepertiku, dulu.
Duduk diantara dua pohon yang menggugurkan daunnya, membuat mereka berserakan diatas tanah, aku terkadang berfikir, kenapa angin terlalu jahat menjatuhkan daun yang sudah menetap ditempatnya tumbuh.
Nafasku tercekat saat ingatanku memutar ketika laki-laki yang kusebut monster, dulu pernah menegurku karena rok abu-abuku tersangkut paku dibawah bangku yang sengaja dibentuk seperti kayu, dan bodohnya, tanpa aku sadari rok itu sobek.***
"Esha."
Aku ingat sekali untuk pertama kalinya laki-laki itu memanggilku."I.. Iya Kak?"
Jawabku, untuk berbicara dengan benar saja aku susah. Bagaimana aku bisa lancar, kalau laki-laki itu yang menyebabkanku ketar-ketir karena sikap datar dan kerasnya."Ada apa denganmu?"
Tanyanya balik. Bingung, tentu. Untuk membaca pikirannya saja aku tidak mampu."Ke..kenapa Kak?"
Tanya Esha balik."Pakai ini,"
Ucapnya sembari menyodorkan sebuah celana olahraga."Untuk?"
Setidaknya pertanyaanku tidak salah, aku tidak tahu apa maksud laki-laki yang sejak masuk sekolah sudah aku sebut seperti monster. Monster yang siap menyerang siapa saja yang membantahnya, huu mengingat pelaksanaan MOS dulu, aku menjadi kesal melihat laki-laki itu. Seenaknya sendiri, dan sombong. Tapi anehnya, kenapa tiba-tiba dia memberiku celana olahraga, memangnya ada olahraga dadakan disaat semua murid sudah pulang ya?"Untuk menutupi rasa malumu."
Jawabnya yang berhasil membuatku mengernyitkan alis. Rasa malu? Apa maksudnya?"Rasa malu? Aku tidak melakukan apa-apa Kak. Kenapa aku harus malu?"
Ucapku sesuai keadaan. Aku hanya duduk dibangku yang sering kutempati dengan para sahabatku, setidaknya hari ini aku sendirian karena mereka sudah dijemput dan aku masih menunggu jemputan. Apa perlu aku merasa malu akan hal itu?"Sudah dibilang, pakai saja."
Ucapnya dengan nada menyentak. Untuk aku sendiri yang jujur sejak awal sudah benci dan tidak menyukainya karena rasa takut dan kesalku, aku hanya bisa mengumpat dalam hati."Hu, gue doain selamat sampai rumah aja lo Kak."
Ucapku dalam hati, aku ingat betul nasihat Ayah, bagaimanapun sebencinya pada orang tidak seharusnya mengumpat dan mensumpah serapahi seseorang itu. Biarkan Allah yang membalasnya, cukup mendoakan yang terbaik untuknya saja.
Kalau aku tidak msngingat itu, sudah banyak umpatan-umpatan yang ingin aku tujukan kepadanya.Aku mengambilnya dengan ragu.
"Pakai sampai pulang."
Ucapnya lagi, kemudian berlalu meninggalkanku yang masih dipenuhi pertanyaan.***
Baru ketika laki-laki itu pergi, aku bisa mencari apa yang aneh denganku. Dan saat itu aku baru sadar kalau rok yang aku pakai sudah sobek dari bawah sampai hampir kelutut. Malu, malu rasanya.
Dan saat itu aku tahu, dibalik sikapnya yang dingin dan menyebalkan, dia masih punya rasa perduli.
Aku ingin sekali memberikannya ucapan terimakasih atau mengembalikan celana olahraga yang sampai sekarang masih kusimpan. Tapi rasa canggung dan maluku yang menyingkirkan semua niatanku itu."Senang bisa melihatmu lagi."
Suara bariton itu mengejutkanku, juga kesadaranku.
Didepanku sudah ada laki-laki yang sejak dulu masih kupanggil monster.Mataku mengerjap, meyakinkan penglihatanku yang samar karena sibuk mengingat masa memalukan itu.
"Kak Abyan."
Ucapku. Ketika yang kulihat benar-benar si monster menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mimpi Diujung Senja (Kumpulan Cerpen)
Short StoryBermimpi adalah caraku mengingatmu. happy reading :*