Benci

7.7K 469 1
                                    

Suara detik jam terdengar keras menggema diseluruh ruangan berwarna ungu muda. Aku terdiam memandang keluar jendela. Hujan yang mengguyur kota New York di musim gugur. Aku menatap sesekali awan mendung yang menyelimuti, lalu menyesap teh hijau di cangkir putih.

"Kau tak kerja Lena ?"

Aku berbalik, ku lihat Bella berjalan ke arah ku dengan senyuman tulus terpampang diwajahnya.

"Sudah selesai"

Bella mengangguk lalu berdiri disamping kursiku, kami terdiam cukup lama. Tenggelam dalam lamunan hujan di musim gugur.

"Aku tak menyangka akan secepat ini" gumam Bella.

Aku meliriknya, wajahnya yang rupawan tak memandangku. Ia masih fokus ke arah hujan di balik jendela.

"Bahkan aku juga merasa begitu Bella. Rasanya baru kemarin aku menjadi sarjana dan kerja disini"

Bella melirikku, matanya yang coklat memandangku tenang. Lalu kurasakam jemarinya menggengam jemariku. Aku tersenyum tulus.

"Aku baik-baik saja, Bella. Aku yakin Justin orang yang baik" ucapku setenang mungkin

Bella menggeleng pelan, ku rasakan genggaman jemarinya mengendor dan hilang dari jemariku.

"Kau pandai berbohong Lena"

Aku terkekeh lalu berdiri di sampingnya, memeluknya dari samping.

"Aku yakin semua akan baik-baik saja Bella. Aku percaya penuh pada pilihan ibuku" ucapku.

Hujan di balik jendela semakin deras, seakan mengerti tentang bagaimana keadaan ku saat ini. Aku ingin sekali menangis dan memberontak. Tapi tidak. Tidak bisa. Biarkan hujan ini pengganti air mata, turun ke bumi hingga sedih ini lenyap.

"Tapi Justin ? Aku bahkan tak yakin ia akan membahagiakanmu. Sampai detik ini aku tak pernah melihat kalian berdua bersama." Desis Bella. Ada amarah terselubung dibalik ucapannya. Aku menghembuskan nafas perlahan.
"Kami hanya butuh waktu, mungkin 2 atau 3 tahun sampai akhirnya kami dapat saling menerima satu sama lain"

Bella melirikku yang masih memeluknya, ia mengusap lembut punggung tanganku yang berada di pinggulnya.

"Aku harap kau mendapat kebahagiaanmu Lena" ucap Bella lemah.

Aku mengangguk mengamini.

"Ku dengar setelah pernikahan kau akan langsung terbang ke Rjukan, Nowergia ?"

Aku menatapnya, lalu melepaskan pelukanku. Berjalan pelan ke arah jendela. Aura dingin makin terasa dari jarak sedekat ini.

"Iya, itulah sebabnya aku dan Justin menyelesaikan semua pekerjaan yang harus di selesaikan"

"Tapi kau akan kembali bukan ?" Tanyanya lagi.

Aku menggeleng pelan, aku tak tahu. Justin tak mengatakan kalau kami akan kembali. Ia bahkan menyuruhku mengemas semua barangku.

"Jadi kau takkan kembali ?Dan meninggalkanku disini sendiri ?" Teriak Bella.

Aku tak berbalik, hanya terus memandang langit yang masih menghitam.

"Ada Dev, Bella. Bukankah kalian akan menikah ?" Kataku.

Ku dengar hembusan nafas Bella yang kasar. Lalu ku rasakan sebuah lengan melingkar dipinggang ku.

"Aku akan merindukanmu, Lena" lirihnya.

Aku memejamkam mata, menikmati pelukan hangat dari seorang sahabat.

"Aku juga"

---------

Aroma kue menyebar disegala penjuru. Semua orang berlalu lalang dijalan kota New York. Hujan baru saja berhenti satu jam yang lalu. Aku melirik arlojiku 08.30 malam. Aku melihat ke arah langit dari balik jendela besar ini. Hanya langit hitam tanpa bintang. Lelaki berbaju merah menghampiri kursiku.

Lena LeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang